Surat Cinta Buat Sang Pemimpi

Terbit: oleh -29 Dilihat
Amran-Pimpinan-Umum-Koran-Perbatasan

Oleh Redaksi Koran Perbatasan


KEMBALI aku berharap, berhentilah menari. Sebelum hitam hati bagaikan arang, karena kehidupan ibaratkan buih permainan. Ditengah lautan kecang gelombang harapan. Sudahlah, jangan lagi mengejar ketidak pastian, tetaplah mengarahkan jalanmu kearah penantian. Meskipun hanya berbekal harapan seorang ibu, yang sudah lama menunggu pulang membawa damai. Sampai kini belum terjawab.

Jangan terlelap, tersebab kemewahan dalam hidup bisa membawa petaka. Hanya ada sedikit waktu, untuk dapat mempersembahkan mahkota kebanggaan. Pada seorang ibu yang sudah melahirkan. Kuatkan iman, tabahkanlah hati, segeralah bertolaklah dari dermaga cinta palsu. Kibarkan kembali layar cita-cita dan impian. Meskipun dengan perahu kecil keterasingan.

Jangan berhenti karena lelah. Biarkanlah lelah itu terus mengejar. Tunggu sampai lelah memuntahkan muaknya. Bangkitlah meskipun dengan perahu keterasingan hidup, disaat yang lain mulai angkuh. Karena, jika diteruskan pasti akan sampai kenegeri harapan. Seperti yang ada dalam doa ibu, yang telah menjadi azam diawal pengembaraan dulu. Terus mencari damai hingga kemati.

Wahai umat negeri, bukan hanya untuk sendiri-sendiri negeri ini. Pikirkanlah tentang kebersamaan, sebagai benteng rapuhnya hati. Bukan pada tari-tarian, bukan pada semboyan, atau pada keluh kesah, rungut dan lette. Juga bukan pada racau yang semakin merepek. Bukan pula pada keyakinan dan ambisi kita berjalan untuk menang.

Jika hanya sendiri-sendiri kita berjalan, akhir dari cerita kita adalah cerita tentang negeri yang terhempas. Menjadi keluh, kesah, rungut dan sumpah seranah. Melahirkan kata-kata racau dan risau tentang hidup. Hanya entah menjadi jawab keanak cucu. Tentang kita yang tidak berguna.

Kini, cobalah kembali merenung jauh kelembah hati. Tebarkan kembali kasih sayang dan benih semangat para pemberani yang telah lama pergi. Meskipun masih ada beribu kepentingan yang dicari. Janganlah mudah tergoda oleh sandiwara cinta di pentas dusta. Karena pada dasarnya kita adalah pembawa pesan damai negeri ini.

Ketika sudah menjamur pembangkang di hati. Aku hanya takut tidak lagi bisa tersenyum. Kembalilah keabjad kodrat siapa diri. Kealam sebelum mengenal surga duniawi. Teruslah mencari tuah diri yang sudah lama menjadi niat. Sebagai seorang hamba pengabdi yang selama ini bertaruh harap agar dapat membawa pesan damai pada dunia. Sebelum sampai di akhir masa perjanjian hidup. Sebelum di panggil kembali menghadap Ilahi. (***).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *