NATUNA – “Bagaimana dasar negara dan keutuhan negara ini jika pulau-pulaunya sudah dihabiskan seperti itu. Apa duitnya saja yang mau kita cari, pulaunya ditenggelamkan?”.
Begitulah kira-kira bunyi suara lantang yang keluar dari lisan wakil rakyat Natuna Baharuddin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Natuna bersama Aliansi Pemuda Peduli Natuna (APPN), dihadiri Bupati Natuna, Wan Siswandi, dan OPD, serta untusaan dari perusahaan tambang kuarsa, di Ruang Rapat Paripurna Kantor DPRD Natuna, Senin, 19 Juni 2023.
Pada RDP yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Natuna Daeng Amhar, Bupati Natuna Wan Siswandi, Wakil Ketua I DPRD Daeng Ganda Rahmatulah, dan Wakil Ketua II DPRD Natuna Jarmin Sidik tersebut, Baharuddin mengaku terkejut ketika mengetahui pulau-pulau kecil di Natuna seperti Subi telah ditetapkan menjadi kawasan tambang pasir kuarsa.
Menurut Baharuddin, pengusaha tambang pasir kuarsa masuk ke Subi tanpa permisi. Hal ini lah yang membuat Politisi Partai Demokrat Natuna tersebut merasa tertantang untuk berbicara lantang. Dimana para pengusaha tambang datang meninjau lokasi tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu kepada masyarakat, dan pemerintah kecamatan setempat.
Hal ini baru diketahuinya pada saat mengikuti RDP, dimana pihak tata ruang melalui Dinas Perkim Natuna menyampaikan saat ini ada tujuh perusahaan tambang pasir kuarsa telah mengantongi perizinan lahan seluas 500 hektar di Pulau Subi. Sementara Subi merupakan sebuah pulau kecil dengan tekstur datar tanpa gunung dan bukit.
“Seperti Pulau Subi ini pak bupati, saya terkejut juga. Habis sudah di plot-plot, bagaimana ini? Kita tidak mempersoalkan kalau memang perizinan dari pusat sudah ada, apa daya kita daerah ini. Tapi setidaknya para pelaku-pelaku dilapangan harus jelas, paling tidak tim surveinya memberitahu camat dan masyarakat sekitar,” pungkas Baharuddin.
Selain hal itu, Baharuddin juga meminta agar Bupati Natuna Wan Siswandi, dan utusan dari perusahan pertambangan pasir kuarsa, serta instansi terkait lainnya seperti bea cukai dan syahbandar yang hadir pada RDP tersebut bersikap terbuka terkait jumlah pengeluaran pasir kuarsa di Desa Teluk Buton Kecamatan Bunguran Utara.
“Menyangkut kepentingan dan keuntungan bagi daerah dalam pertemuan ini kenapa kita harus takut menyampaikan yang sebenarnya. Mengapa seperti masih ada yang ditutup-tutupi begitu, dari atas sampai bawah itu, seharusnya sudah sinkron,” tegas Baharuddin.
Baharuddin sepertinya mengapresiasi kehadiran APPN pada RDP tersebut. Ia menyambut baik kehadiran APPN dan mengaku apa yang telah disampaikan APPN benar adanya.
“Kawan-kawan aliansi ini benar adanya, kami dilapangan juga selalu ditanya sebagaimana disampaikan kawan-kawan aliansi hari ini. Seperti permasalahan lahan di Telok Buton itu tumpang tindih, banyak belum di bayar, banyak diseroboti, mungkin oleh oknum-oknum dilapangan. Jadi memang ini perlu diperjelaskan secara detail,” beber Baharuddin.
Dengan tegas Baharuddin pun meminta kepada utusan dari PT Indoprima Karisma Jaya (IKJ), dan bea cukai, serta syahbandar untuk segera menjawab satu-persatu pertanyaan yang disampaikan oleh APPN dalam RDP tersebut.
“Kami juga ingin tahu, supaya nanti jika kami ditanya masyarakat dapat menjelaskannya. Saya lihat dari beberapa aitem ditanyakan aliansi tadi memang belum terjawab semua secara detail. Tentunya kita juga harus tahu berapa sebenarnya pasir kita yang telah dibawa keluar, jadi sampaikan saja tidak ada yang perlu ditakuti,” ujar Baharuddin.
Sebagai wakil rakyat Natuna, Baharuddin memastikan dirinya tidak ingin menjadi buah bibir masyarakat, dan disebut-sebut bersengkokol. Karena ia sadar bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
“Kami memang tidak tahu yang sebenarnya, jangan ada lagi ditutupi. Jangan bilang itu urusan atasan kami, tidak boleh begitu, harus sinkron. Tidak boleh bilang bos kami diatas yang tau. Inilah kadang-kadang membuat niat baik jadi saling curiga. Kami ini wakil rakyat, kami tidak mau disebut ikut bersengkokol,” tutup Baharuddin, meminta agar pihak perusahaan dan isntansi terkait lainnya berbicara tegas menyampaikan yang sebenarnya.
Sebelumnya Said Rony selaku Korlap APPN menyampaikan pihaknya menaruh kecurigaan terhadap izin penempatan pemenuhan komitmen pengoperasian terminal khusus (tersus) pertambangan operasi produksi exspor pasir kursa yang dilakukan oleh PT IKJ dari Kementerian Perhubungan Direktorat Perhubungan Laut di Natuna tidak ada.
APPN juga mencurigai belum adanya persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT IKJ untuk kegiatan exspor tambang pasir kuarsa/silika dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.
Tak hanya itu, APPN pun menyoroti persoalan kepemilikan lahan dan penyelesaian pembayaran jual beli lahan milik masyarakat yang telah dijadikan lokasi penambangan pasir kuarsa belum terselesaikan secara tuntas.
“Oleh karena itu kami Aliansi Pemuda Peduli Natuna meminta agar perusahaan yang beroperasi segera menyelesaikan persoalan ini,” ungkap Said Rony saat berada di atas podium Ruang Rapat Paripurna Kantor DPRD Natuna.
APPN kata Said Rony merasa bangga dan mengucapkan terima kasih kepada pihak perusahaan yang telah menyumbang PAD atas operasi exspor pajak sebesar 1,2 milyar pada tahap pertama, dan 4,2 milyar pada tahap kedua hingga tahap ketiga dari regulasi 10 % yang saat ini dinyatakan telah masuk ke kas daerah.
“Namun demikian kami mencurigai nominal yang diterima, oleh karena itu kami meminta Pemda Natuna melalui instansi terkait kiranya dapat menunjukan dokumen kepabeanan PT IKJ saat melakukan ekspor yang diduga ada unsur dipalsukan,” tegasnya.
APPN pun mendesak DPRD Natuna untuk meminta dokumen LC/SKBDN pembayaran antara buyer dan PT IKJ, karena dari dua dokumen tersebut masyarakat Natuna bisa menghitung/mengetahui realiasi berapa tonase yang sudah diekspor dan berapa harga pertonase.
“Kami tidak percaya dari jumlah bobot laporan PT IKJ atau cleanen dari KSOP atau PEB dari bea cukai yang rentan dimanipulatif, sehingga tidak real dengan income PAD dari sektor tambang tersebut,” beber Said Rony.
Lebih jauh, Said Rony meminta DPRD Natuna meningkatkan fungsi pengawasannya terhadap rencana beroperasinya perusahaan tambang pasir kuarsa di wilayah Subi dan daerah-daerah lain yang terdaftar di Peta Minerba One Map Indonesia, agar tidak menimbulkan polemik baru serta merugikan masyarakat Natuna.
“Apa dasar perubahan rona ruang RTRW Natuna. Apakah sudah qorum dikeseluruhan anggota DPRD Natuna? Karena ada indikasi perubahan rona ruang hanya untuk memuluskan izin tambang. Apakah benar izin tersus sudah ada? Jika sudah, seperti apa kajian lingkungannya, dan dasar apa tersus bisa diterbitkan?,” tanya Said Rony.
Dalam RDP tersebut, APPN juga meminta kepada Pemda Natuna untuk dapat memenuhi janjinya memperioritaskan warga Natuna bekerja di lokasi tambang pasir kuarsa, dan mensejahterakan warga sekitar yang terdampak, serta meminta tidak ada kesenjangan terhadap warga Natuna di lokasi tambang pasir kuarsa termasuk menyelesaikan permasaalahan sengketa lahan milik masayarakat.
Lebih jauh APPN meminta Pemda Natuna mengupayakan PAD dari hasil ekspor tambang pasir kuarsa yang masuk ke kas daerah sebesar 20% bukan 10% persen berdasarkan Pasal 74 UU RI Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Apa bila tidak diindahkan dan tidak dapat menujukan salinan fisik dokumen yang dimaksud. Kami menganggap kecurigaan kami adalah benar, sehingga dapat disebut terbukti melanggar ketentuan peraturan dan UU yang berlaku. Jika benar, kami minta DPRD Natuna segera menghentikan kegiatan pertambangan tersebut, dan membawanya keranah hukum untuk segera diproses,” tutup Said Rony.
Bupati Natuna Wan Siswandi mengatakan, pemerintah daerah sudah menerima surat dari gubernur untuk rekomendasi izin ekplorasi pasir kuarsa di Pulau Subi. Sekitar empat perusahaan akan beroperasi dengan luasan sekitar 500 hektare.
“Masuknya kegiatan tambang pasir kuarsa sejauh ini kita memang tidak mendapat pemberitahuan. Sekarang ada lagi infonya akan dibuka di Kelarik. Tapi memang pemerintah daerah tidak mengeluarkan rekomendasi. Proses izinnya ada pusat dan provinsi,” terang Wan Siswandi.
Bupati Wan Siswandi mengaku gembira dengan jalannya investasi tambang pasir kuasa di Natuna, karena sektor ini telah terbukti dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terkait peningkatan pajak dari 10% menjadi 20% Bupati Wan Siswandi meminta waktu untuk membahasnya kembali.
“Kalau untuk meningkatkan pajak kami perlu melakukan pembahasan terlebih dahulu, karena kasihan perusahaan-perusahan yang baru mulai ini akan langsung membayar pajak tinggi. Itu juga harus dipertimbangkan,” kata Wan Siswandi.
Terkait permintaan yang disampaikan oleh APPN, Bupati Wan Siswandi mengaku mendukung penuh keinginan APPN agar adanya transparansi terkait izin dan jumlah ekspor yang dilakukan oleh PT IKJ.
“Namun kalau untuk Pulau Subi dijadikan wilayah tambang itukan izinnya di provinsi, kita juga perlu pertanyaan kepada masyarakat Subi langsung jika mereka menolak ya pemda juga pastinya ikut menolak, namun kalau mereka dukung ya kami juga akan mendukung,” tegas Wan Siswandi.
Sementara Mine Engineer PT IKJ, Angga Rizky selaku perwakilan PT IKJ menjelaskan terkait seluruh perizinan yang dipertanyakan oleh APPN. Ia mengaku perusahaanya sudah mengantongi izin-izin yang dimaksud aliansi.
“Kami sedikitnya ada 60 dokumen terkait perizinan, untuk Amdal saja ada sekitar 800-an lembar. Kami melakukan kegiatan ekspor karena izinnya sudah lengkap,” ujar Angga Rizky.
Angga Rizky juga mengklaim, Pemerintah Provinsi Kepri tentunya tidak akan mengeluarkan izin ekploitasi jika seluruh dokumen perizinan yang dimiliki oleh PT IKJ tidak lengkap.
“Namun kalau untuk biaya reklamasi pasca tambang saya tidak menjawab berapa angkanya, karena itu berada di divisi lain, kami hanya mengurusi perizinan saja,” tutup Angga Rizky.
Sebelum RDP ditutup, Bupati Wan Siswandi memastikan Pemda Natuna tidak punya wewenang terkait perizinan tambang pasir kuarsa. Ia berpegang pada Undang-undang Nomor 23 tahun 2014, dimana dalam kepungurusan perizinan ada pada provinsi dan pusat. Katanya Pulau Serasan juga ada satu perusahan akan masuk, namun dirinya tidak memberikan rekomendasi.
Akhirnya Ketua DPRD Natuna, Daeng Amhar menerima seluruh masukan yang disampaikan dalam RDP tersebut. Ia juga membenarkan kewenangan daerah terkait tambang memang tidak ada. Dalam waktu dekat ini pemerintah provinsi akan melakukan tata ruang.
“Nanti kalau tidak setuju, aspirasi itu dapat disampaikan lewat anggota DPRD Provinsi dapil Natuna, itulah satu-satunya jalan,” pungkas Daeng Amhar. (KP).
Laporan : Amran