Marwan Sjah Putra: Toko Mark-Up Harga Bisa Dikenakan Sanksi Pembekuan

Terbit: oleh -1677 Dilihat
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro (Disperindagkopum) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Marwan Sjah Putra, STP.

NATUNA – Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro (Disperindagkopum) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Marwan Sjah Putra, STP memastikan harga jual beli barang perabot rumah tangga, dan material bangunan, maupun kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) di Natuna terbilang normal.

Hal itu dikatakan Marwan berdasarkan Standarisasi Satuan Harga (SSH) yang dibuat oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Natuna melalui Badan Keuangan Daerah. Penetapan satuan harga tersebut diperoleh setelah Pemda melalui dinas-dinas terkait melakukan pengecekan langsung ke toko-toko yang ada di Natuna.

“Standarisasi harga kita lihat ternyata masih normal-normal saja. Kalaupun mereka menaikan enggak masalah, tetapi kita tetep akan mempertanyakan kenapa dinaikan. Memang pemerintah mendapatkan harga satuan bahan itu dari hasil ngecek toko-toko, baru ditetapkan harganya. Mereka (toko-red) memang ada patokan standarisasi harga, patokan mereka tetap beli berapa, jualnya berapa. Namun di pemerintah sendiri juga ada standarisasinya,” kata Marwan, menjawab koranperbatasan.com di ruang dinasnya.

Kata Marwan, memang ada perbedaan harga jual suatu barang diantara toko-toko, namun selisihnya masih terbilang wajar. Semua itu dikarenakan adanya perbedaan merek suatu barang, dan biaya jasa pengiriman dari suatu wilayah.

“Sudah kita cek variasi harga selisihnya itu karena transportasi, kemudian biaya buruh, dan mereknya. Kita cek harganya berapa kenaikannya berapa, kalau masih normal enggak ada masalah, karena memang harga jual mereka (toko-red) menyesuaikan harga belinya berapa, dan biaya transportasi yang mereka keluarkan berapa,” ujar Marwan.

Menurut Marwan, standarisasi harga satuan barang yang dikelurkan oleh Pemda Natuna secara umum menyesuaikan dengan harga toko. Dalam hal ini dinas terkait hanya bersifat mengawasi, agar harga jual tetap terjangkau oleh pembeli, dan tidak mempersulit ekonomi masyarakat.

“Standarisasi yang kita buat itu kita sesuaikan dengan mereka (toko-red), karena asal kita dari mereka juga, kita naikan berapa persen. Kami dan pengawas perdagangan tinggal ngeliat wajar enggak kenaikan segini. Kalau ada yang enggak wajar akan kita tanyakan kenapa harganya segitu, terlalu menyusahkan masyarakat. Temuan semacam ini akan kita buatkan surat peringatan isinya mempertanyakan kegiatan mereka yang sengaja meninggikan harga jual,” terang Marwan.

Marwan menegaskan meskipun patokan harga jual suatu barang ditetepkan oleh masing-masing toko, namun pemerintah juga memiliki hak untuk menghentikan aktivitas jual beli jika toko-toko terbukti secara sengaja menaikan harga jual barang diluar batas kewajaran.

“Perlu ada sansksi untuk melindungi konsumen. Pertama melindungi konsumen agar tidak terbebeni, kedua melindungi hal-hal dianggap tidak baik, karena mereka sengaja menaikan padahal tak segitu harganya. Kita mencegah terjadinya kecurangan, jadi itu gunanya ada standarisasi harga barang. Standarisasi ini agar harganya menjadi wajar, silakan mencari untung, tapi jangan sampai untungnya terlalu menguntungkan, kasihan masyarakat. Nah! itu gunanya ada pengawasan,” tegas Marwan.

Lebih jauh Marwan mejelaskan, kegiatan mark-up harga bisa saja terjadi jika tidak ada standarisasi dan pengawasan oleh pemerintah, karena mark-up adalah strategi penetapan harga dimana harga jual suatu produk atau layanan ditetapkan lebih tinggi dari biaya produksinya. Dalam strategi ini mark-up merupakan selisih antara harga jual dan biaya produksi, yang menjadi sumber keuntungan utama bagi bisnis.

“Yang jelas mencegah dari praktik-praktik mark-up harga, karena dengan adanya standarisasi itu, pemeriksa akan melihat betul enggak modulnya toko ini, bisa di cek. Mark-up mencegah terjadinya kolusi harga. Sejauh ini belum ada sanksi, karena belum ada temuan toko mark-up harga. Sanksinya kita beri peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Jika tidak diindahkan akan kita bekukan, dan tidak bisa menjual barang tersebut,” papar Marwan.

Kata Marwan berbeda dengan barang yang memang sudah disubsidi oleh pemerintah. Jika barang tersebut disubsidi pemerintah, maka berlaku standariasi harga secara gelobal, tidak ada satupun penjual yang boleh menaikan harga. Sepanjang sifatnya bukan subsidi penjual boleh saja menaikan harga dalam batas kewajaran.

“Kalau subsidi tidak bisa dinaikan harganya, karena subsidi sudah disediakan pemerintah, kalau tidak subsidi mereka bisa naikan harga barang itu, tapi masih dalam batas kewajaran. Salah satu contoh minyak goreng, kemarin pernah naik harganya melambung tinggi, kemudian pemerintah subsidi, harganya Rp17 ribu, disubsidi jadi Rp14 ribu,” pungkas Marwan.

Sebagai Kadisperindagkopum Natuna, Marwan menghimbau kepada para penjual silahkan mengambil keuntungan asal tidak terlalu menekankan masyarakat. Ambillah keuntungan sewajar-wajarnya, karena memang tujuan dari berdagang adalah mencari keuntungan tetapi jangan sampai memberatkan masyarakat.

“Kalau memang memberatkan masyarakat ada sanksinya, berdaganglah sesuai dengan apa yang mesti dilakukan, tidak terlalu memberatkan masyarakat, jangan mark-up harga, kasian masyarakat, silakan cari untung, tapi jangan sampai terlalu menguntungkan yang berdampak pada ekonomi masyarakat,” harap Marwan. (KP).


Laporan : Dhitto


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *