NATUNA – Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Izniadi menyarankan kepada para petani, pekebun, dan peternak agar dapat menyampaikan keluh kesahnya melalui pemerintah desa, dan pemerintah kecamatan setempat.
Saran tersebut disampaikan Izniadi, menjawab keluhan masyarakat petani di Desa Selemam Kecamatan Bunguran Timur Laut agar nantinya dapat tersalurkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam) hingga Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbangda) untuk dijadikan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) sebagai penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Kalau Selemam tahun 95-96 memang pernah buka lahan secara massif. Kita melihat secara lahan potensinya bagus, luas, dan subur. Jadi memang harus kami review ulang, terutama masukan dari kebutuhan petani. Secara umum kita lihat di Natuna ketika pelaksanaan musrenbang jarang diusulkan oleh pihak-pihak camat, atau siapa-siapa saja para pertaninya, yang sering diusulkan infrastruktur,” kata Izniadi kepada koranperbatasan.com di ruang dinasnya, Senin, 20 Mei 2024.
Menurut Izniadi, jika melihat kondisi suatu daerah, khusus di Desa Selemam terpantau sangat cocok untuk pengembangan tanaman jenis horticultural yaitu sayur-sayuran, dan buah-buahan. Sementara untuk tanaman pangan jenis padi masih sangat diragukan, karena kondisi tanah di daerah tersebut berbukit.
“Saya pernah ditanya soal komoditi yang dijalankan adalah semangka, supaya bisa kita intervesi. Tapi nanti kita coba lihat di Selemam itu apa yang mereka inginkan. Kalau saya lihat basicnya selain horticultural buah-buahan, ada juga tanaman padi. Cuma kalau padi areanya berbukit tidak cukup luas, jadi bukan potensi tananam pangan. Kalaupun di tanam jenis pangan untuk pendamping padi biasanya ubi di Selemam itu banyak. Tapi kita akan lihat apa sih yang bisa kita bantu ke mereka,” ujar Izniadi.
Izniadi menjelaskan untuk dapat mengembangkan komoditi pertanian pada suatu daerah tertentu, pihaknya tidak bisa jalan sendiri. Oleh karena itu, harus ada kerjasama yang baik antara para petani dengan dinas yang membidanginya.
“Tapi memang prosesnya dinas tidak bisa sendiri, dinas butuh sporting. Pertama itu dari masyarakat, kedua penyuluh, ketiga pengambil keputusan. Dalam hal ini kita prencanaanya bagaimana kedepan bisa memanfaatkan peluang di sektor pertanian. Karena actionnya Natuna terkenal sektor perikanan, dan pariwisata, kalau pertanian itu di level 3-4,” terangnya.
Kata Izniadi, di Natuna sektor pertanian dan perkebunan tidak terlalu seksi untuk dibicarakan. Padahal jika berpatokan pada status pekerjaan yang tertera pada KTP jumlah masyarakat petani jauh lebih unggul dibandingakan nelayan.
“Memang kalau melihat jumlah orang yang bekerja di sektor informal itu lebih besar, dan kalau kita lihat di KTP lebih banyak KTP petani daripada KTP nelyan. Kenapa sektor ini tidak berkembang dan tidak terseksi dari sektor perikanan atau sektor pariwisata,” bebernya.
Izniadi berharap kedepan pihaknya bisa berbuat lebih banyak untuk sektor pertanian. Mulai dari pembukaan dan pengolahan lahan, pengembangan pupuk, maupun obat-obatan.
“Secara umum tahun 2024 ini fokus pada peningkatan pembinaan di sektor ketahanan pangan. Menjadi sentra ada tiga kecamatan, Bunguran Tengah, Bunguran Batubi, dan Serasan itu menanam padi. Jadi kita lebih cenderung tetap melakukan pembinaan-pembinaan bagaimana agar sektor tanaman pangan ini tumbuh dan berkembang,” paparnya.
Kades Selemam Pastikan Seratus Persen Masyarakatnya Bekerja Petani
Sementara Kepala Desa (Kades) Selemam, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Bujang Sabirin memastikan hampir seratus persen masyarakat yang ada didaerahnya ber-KTP petani.
Meskipun Natuna secara umum diketahui memiliki wilayah lautan jauh lebih luas dibandingkan daratan. Namun khusus untuk di Desa Selemam, sektor pertanian dan perkebunan menjadi sumber pendapatan utama penduduk setempat.
“Kalau Desa Selemam memang program masyarakatnya diprioritaskan untuk sektor pertanian. Hampir seratus persen masyarakat disini petani, hanya ada beberapa orang saja yang ber-KTP nelayan. Mereka itu pun sebagian besar pekerjaanya lebih banyak di kebun,” ungkap Sabirin, menjawab koranperbatasan.com dikediamannya, Senin, 06 Mei 2024.
Menurut Sabirin, sebagian besar dari masyarakat yang memiliki tanah sendiri menekuni tanaman jenis palawija seperti jagung manis, ubi, cabe, semangka, dan kelapa.
“Dominannya di Desa Selemam ini berkebun jagung manis. Ada juga berkebun ubi, kelapa, bahkan karet. Tentunya kami sangat berharap bidang pertanian ini diperhatikan, terutama membantu pembukaan lahan sawah,” ujar Sabirin.
Kata Sabirin, satu-satunya kendala yang dihadapi masyarakat petani didaerahnya adalah mendistribusikan hasil panen dalam jumlah besar. Sajauh ini masyarakat masih menjualnya di pasar terdekat, dalam jumlah terbatas.
“Kalau kendala untuk petani di Desa Selemam adalah pemasaran, ketika tanamanya sudah terlalu banyak. Kalau panennya sudah mencapai puluhan, bahkan belasan hektar itu agak sulitlah memasarkannya,” beber Sabirin.
Sedangkan untuk mengatasi hama masih bisa diselesaikan secara langsung oleh masyarakat. Dalam hal ini, hampir setiap minggu masyarakat didaerahnya melakukan aktivitas pembasmian hama.
“Kendalanya mungkin pemasaran keluar, kalau tentang hama masih bisa diatasi oleh warga sekitar. Setiap minggu diadakan berburu, menghalau hama semacam babi, dan monyet,” cetus Sabirin.
Lebih jauh, Sabirin menceritakan, tanaman jenis ubi termasuk yang sulit dipasarkan. Namun sebaliknya, menyediakan hasil panen ubi dalam jumlah yang besar juga belum mampu dilakukan.
“Sebagai Kepala Desa Selemam, saya menyampaikan semacam ubi ketika di tanam berhektar-hektar nanti menjualnya agak susah,” pungkas Sabirin.
Sulaiman Mengaku Sulit Mencari Tambahan Modal Pengembangan Usaha Pertanian
Sebelumnya Sulaiman, petani jagung, cabe, dan kacang panjang, di Desa Selemam, mengaku sulit mendapatkan bantuan modal pengembangan usaha pertanian. Baik dari pemerintah daerah, maupun pemerintah desa, dan isntansi terkait lainnya. Padahal dirinya sangat membutuhkan bantuan tersebut.
Menurut Sulaiman, dirinya sudah pernah mengajukan permohonan bantuan penambahan modal usaha pertanian. Sayangnya permohonan bantuan tersebut belum ada yang terealisasikan. Alhasil usaha yang ditekuninya menjadi sulit berkembang.
“Sudah pernah ngajukan ke koperasi desa, sejak 2017-2023 cuma belum ada. Kalau bantuan dari pemerintah untuk perkebunan juga belum ada. Jadi bibit kami beli sendiri di toko-toko. Kebun di Selemam itu milik saya, memang hasil kelola pribadi. Dari tahun 2017 sudah mulai berkebun,” kata Sulaiman, kepada koranperbatasan.com di Pantai Sujung, Senin, 06 Mei 2024.
Melalui pemberitaan ini, Sulaiman pun menyampaikan harapannya untuk disampaikan kepada pemerintah desa, maupun dinas terkait, agar dapat memperhatikan keberadaan para petani seperti dirinya.
“Saya harapkan dari pemerintah semoga bisa memberi bantuan atau dukungannya berupa peralatan terutama traktor kronos, beda dengan traktor quick. Kalau traktor quick untuk persawahan, kami nggak mampu,” harapnya.
Namun demikian, Sulaiman tidak pula menganggap keberadaan alat-alat tersebut sebagai kendala utama bagi para petani dalam bercocok tanam. Ketersedian peralatan tersebut hanya sebagai ungkapan dari melihat kondisi lapangan jika pemerintah berkenan membantu.
“Saya pribadi kendala utamanya modal, kalau peralatan kita masih bisa pakai manual. Kalau di desa alat bajak petani ada, tapi nggak maksimal, karena bukan bajak itu kita inginkan. Bajak kayak traktor kronos boleh, tapi kalau traktor quick itu kan untuk persawahan,” beber Sulaiman.
Sulaiman menceritakan bagi kelompok tani didaerahnya memang pernah terdengar menerima bantuan seperti pupuk, dan bibit-bibitan. Hanya saja terpantau kurang maksimal. Sulaiman mengaku secara identitas ikut bergabung dalam kelompok yang ada, hanya saja tidak mengetahui seperti apa kegiatan berjalan.
“Membuat kelompok itu rumit. Saya bergabung dengan kelompok hanya nama saja yang di pakai, tapi pekerjaan tidak ada, kegiatanpun tidak ada,” terangnya.
Lebih jauh Sulaiman menjelaskan, selain tidak maksimal, bantuan yang disalurkan kepada kelompok tani juga terkesan pilih kasih.
“Berjalan ketika ada anggaran saja, tidak bisa jalan terus menerus. Pembagian pupuk, dan bibit tidak merata, hanya kelompok tertentu yang dapat. Kelompok tani beli di kantor pertanian, setelah di bawa pulang ke rumah ketua kelompok, pembagian ditentukan oleh ketua kelompok, siapa saja yang berhak dapat,” pungkas Sulaiman.
Sebagai petani, Sulaiman memastikan tidak ada kendala bagi dirinya mendistribusikan hasil panen aneka tanaman yang terseber pada hamparan tanah seluas seperempat hektar.
“Seperempat hektar itu kalau cabe kisaran 200 kilo panennya. Dalam satu tahun kisaran empat kali panen. Hasilnya jual ke pasar, kadang kita antar sendiri, kadang ada pengepul yang datang ke kebun. Jumlahnya tergantung rezeki, kadang ada waktu dapat banyak,” ujar Sulaiman.
Kata Sulaiman, proses penanam jagung, cabe, maupun kacang panjang mulai dari pengolahan lahan hingga penyemaian bibit menggunakan peralatan seadanya membutuhkan waktu maksimal 15 hari.
“Pengolahan lahan menunggu pembibitan baru bisa kita tanam itu sekitar 15 hari,” papar Sulaiman.
Warga Selemam Tak Mengira Hasil Panen Semangka Perdananya Memuaskan
Nur Ija tak mengira hasil panen semangka perdananya memuaskan. Meski baru coba-coba menanam satu kantong bibit yang diperolehnya dari membeli di toko-toko bibit terdekat beberap bulan lalu, ternyata hasil panennya mendapatkan uang jutaan rupiah.
Kata Nur Ija, bibit semangka yang ditanamnya selama delapan bulan, pada hamparan tanah seluas lebih kurang 200 meter tersebut telah memberikan keuntungan sekitar Rp5 juta.
“Belum lama sih bang, sekitar bulan delapan tahun lalu. Kemarin masih percobaan dekat desa kami di Selemam. Ini yang kedua, sudah melihat hasil pertama, kami baru berani nyoba banyak. Kemarin kami cuma nanam satu bungkus, hasilnya kalau sejumlah uang sekitar lima jutaan. Kata suami itu belum berhasil betul, maklumlah baru mencoba,” kata Nur Ija kepada koranperbatasan.com, Minggu, 05 Mei 2024, di Pantai Sujung, Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut.
Melihat hasil panen sebelumnya, Nur Ija pun memberanikan diri menanam dalam jumlah yang lumayan banyak. Kali ini, ada sekitar tiga kantong bibit semangka telah selesai ditanamnya, dan tinggal menunggu masa panen.
“Tak ada yang lain, cuma semangka aja, kita coba tanam tiga bungkus. Tanam tiga bungkus tapi hidupnya sekitar dua bungkus lebih lah. Kalau semangka ini dari semai sampai panen sekitar 75 hari, hampir tiga bulan lah,” ujarnya.
Menurut Nur Ija, jika tidak ada halangan dalam satu tahun para petani semangka bisa melakukan panen sebanyak tiga kali. Jumlah panen bervariasi, tergantung berapa banyak benih yang di tanam.
“Kalau semangka sekitar tiga kali panen, cuma kita tidak rutin, bisa-bisa dua kali. Tengok cuaca juga, soalnya semangka kalau hujan terlalu, agak susah, walaupun air kebutuhanya. Tapi kalau hujan berlebihan dia nggak mau. Hasilnya tergantung, kalau nanamnya banyak, panennya juga lumayan,” ungkapnya.
Nur Ija menceritkan saat ini tantangan bagi dirinya adalah ketersedian air, dan pupuk, serta bibit. Tanaman diolah seadanya, air untuk menyiram tanaman diperolehnya dari sumur. Sementara pupuk dan obat-obatan belum dimilikinya.
“Kalau kami kendalanya obat-obatan, sama pupuk, karena susah didapat dan harganya juga mahal. Bibit kami beli di Pasar Ranai, dekat toko-toko banyak jual bibit semangka. Terus masa persemaian agak kekurangan air, kami ngambil airnya dari sumur pakai tenaga, tidak pakai sanyo,” beber Nur Ija.
Nur Ija mengaku tetap semangat, meski ada banyak kendala yang dihadapinya dalam bercocok tanam. Dalam hal ini, Nur Ija berharap pemerintah melalui dinas terkait dapat memainkan perannya, memotivasi para petani agar menjadi lebih giat lagi.
“Bantuan dari dinas pertanian memang belum ada. Kalau soal keinginan, ya bantu lah para petani pupuk, obat-obatan, dan bibit. Memang tidak berharap apa-apa, cuma kan bentuk kepedulianya sama masyarakat yang berniat mau bertani. Kami memang nggak ada bantuan dari siapa-siapa, ini asli usaha kami sendiri,” pungkasnya.
Lebih jauh, Nur Ija memastikan tidak terlalu sulit menjual hasil panen semangka miliknya. Selain sudah ada pembeli yang memesan, hasil panen juga diantarnya ketempat penjualan buah.
“Kalau kami sih tergantung pembelinya, kadang-kadang kami antar ke tempat orang penjualan buah dekat Ranai. Kadang-kadang ada orang datang ngambil, dan ada juga yang mesan langsung disini,” terangnya. (KP).
Laporan : Dhitto
Editor : Cherman