Keseriusan Pemda Natuna Melengkapi Fasilitas Pasar Rakyat Ranai Dipertanyakan

Terbit: oleh -606 Dilihat
Potret Pasar Rakyat Ranai, Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau, diambil dari bagian depan jalan keluar masuk, Selasa, 03 September 2024.

NATUNA – Omi, salah satu pedagang ikan di Pasar Rakyat Ranai, Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau menyayangkan kondisi pasar kian hari seperti tak terurus. Mulai dari kebersihan lingkungan hingga keberadaan pasar yang menurutnya tertutup membuat minat pembeli menurun.

Padahal kata Omi, lapak yang mereka gunakan sebagai tempat berjulan aneka jenis ikan untuk kelangsungan hidup tersebut telah ditetapkan nominalnya oleh para pengelola pasar, dan wajib dibayar setiap bulan.

“Kondisi pasar ini terlalu tertup, kerbersihanya juga kurang terjaga, membuat masyarakat yang datang belanja ikan merasa kurang nyaman karena menghirup bau busuk dari sampah,” ungkap Omi kepada koranperbatasan.com, Rabu, 28 Agustus 2024.

Menurut Omi, besar nominal yang harus mereka bayar setiap bulan untuk biaya sewa tempat berjualan sebesar Rp280 ribu, dikelola oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindagkopum) Natuna.

“Tempat ini ditangani oleh Disperindag modelnya kita sewa meja perbulan Rp280 ribu tapi hak milik. Harapan kita pasar ini dijaga kerbersihannya, dan kalau dapat masalah air juga jangan terlambat. Masalah sampah tolong dikontrol karena berdampak pada bau busuk,” beber Omi.

Omi menceritakan, meski sempat beristirahat dan melanjutkan kembali aktivitasnya pada tahun 2023, namun sejak tahun 2010 silam dirinya telah aktif menekuni kegiatan berjualan ikan.

“Dari tahun 2010 sudah menekuni usaha jual ikan. Memang saya sempat berhenti sementara, dan saya mulai mencobanya kembali di tahun 2023. Mungkin memang mata pencaharian kita ada di jual ikan. Dulu di Kalimatan saya jual ikan, dan sekarang di Ranai juga jual ikan,” ujar Omi.

Omi menjelaskan ada banyak jenis ikan yang dijulanya dengan harga berpariasi. Harga jual disesuaikan dengan harga beli, dan musim cuaca exstrem. Mengenai harga, Omi berharap para pembeli bisa memakluminya, selain pengaruh cuaca juga jauhnya jarak yang ditempuh untuk memperoleh ikan.

“Semoga para pembeli bisa mengerti keadaan cuaca, harga ikan bisa mahal kalau keadaan cuacanya tidak normal. Ikan-ikan ini kita peroleh dari Sungai Ulu, Penagi, Setengar, bahkan dari Kelarik. Ada ikan tongkol, mahan, angoli, ketambak, selayang, dan masih banyak lagi,” tutur Omi.

Sebagai pedagang ikan, Omi memastikan harga jual yang dikenakannya terbilang standart dan terjangkau oleh semua kalangan. Seperti ikan mahan dijulanya mulai dari harga Rp20-25 ribu. Sedangkan ikan tongkol ada Rp30 ribu, tergantung berat dan ukuran ika.

“Memang saat ini daya beli masyarakat terbilang kurang, penyebabnya ada banyak, salah satunya kondisi pasar,” tutup Omi.

Potret Pasar Rakyat Ranai, Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau, diambil dari bagian depan pintu masuk pasar ikan, Selasa, 03 September 2024.

Pedagang Sayur Keluhkan Kondisi Tempat Jualan

Sebelumya Wanres Simarmata, padagang sayur di Pasar Rakyat Ranai juga mengaku ada beberapa kendala yang dihadapinya sebagai pedagang sayur. Mulai dari kondisi tempat jualan, hingga keberadaan jalan.

“Sekarang ini numpang, karena kami dapat meja disebelah sudut sana, cuma orang-orang bisa maju sementara saya tidak bisa. Jadi saya numpang dulu di sini. Seperti ibu yang di depan itu meja pribadi bisa maju, saya sendiri tak bisa mendapatkan meja saya. Jadi kami usulkan ditempatkan pada satu posisi yang pas, karena orang lain bisa kenapa kami tak bisa,” beber Wanres.

Selain berharap sayur-sayurnya bisa habis terjual. Wanres juga berharap agar para pembeli merasa nyaman, dan senang dengan pelayanan maupun kualitas jualannya. Wanres pun menaruh harapan agar pengelola dapat memberikan tambahan tempat jualan.

“Harapan kami pada pembeli setiap ke pasar belanja sama kami, jadi langganan kami. Kemudian saya punya satu permintaan sampai sekarang nggak bisa dapat tambahan meja. Saya pribadi cuma dikasih satu meja,” ujar Wanres.

Sebagai pedagang sayur, Wanres memastikan tidak semua sayur yang dijualnya didatangkan dari luar daerah. Sebagian besar sayaur-sayuran yang ada diperolehnya dari petani lokal.

Kata Wanres, usaha yang sudah sepuluh tahun ditekuni bersama saudaranya tersebut menjual berbagai jenis sayur-sayuran. Mulai dari kangkung, bayam, hingga wortel, dan kacang buncis. Untuk sayur luar Natuna didatangkan dari Kalimantan dan Tanjungpinang.

“Saya peribadi baru tiga tahun, kalau kakak saya sudah 10 tahun. Mungkin karena ini satu-satunya keahlian yang dimiliki. Jadi kami menjual seperti kol, kangkung, bayam, sawi, tomat, wortel, cabe, mentimun, dan umbi-umbian lainnya, pokoknya lengkap. Untuk sayur luar itu datangnya dari Kalimantan sama Tanjungpinang,” ungkap Wanres kepada koranperbatasan.com, Kamis, 04 Juli 2024.

Menurut Wanres, harga sayur yang didatangkan dari luar Natuna seperti kubis atau kol memang sedikit berbeda. Harga jual tergantung berapa harga beli, dan biaya transportasi untuk mendatangkan sayur-sayuran tersebut.

“Tapi kalau sayur lokal kami bisa pakai sepeda motor sendiri. Memang kita ada dua jalur pemasokan sayur, lokal dan luar daerah. Kalau lokal seperti kangkung, bayam, sawi, mentimun, dan cabe,” ujar Wanres.

Wanres menjelaskan, sayur-sayur tersebut dijualnya dengan dua cara, yaitu per-ikat, dan per-kilo. Begitu juga dengan penetapan harga jual, tidak bisa dipastikan selamanya harga stabil.

“Kalau lokal ada per-ikat, ada juga per-kilo, tapi yang dari luar rata-rata per-kilo, seperti mentimun, tomat, kol, cabe, wortel, dan buncis. Kalau harga ada masa naik, ada juga masa turunnya, seperti cabe. Kalau harganya turun banyak yang membeli, tapi kalau mahal payah juga,” terang Wanres.

Wanres mengaku tidak semua sayur-sayuran yang ada di tempat jualannya bisa habis terjual. Hal itu dikarenakan sayur tidak bisa digunakan lagi jika sudah terlalu lama. Kerusakan sayur tersebut diperkirakannya mencapai tiga persen.

“Kalau seandainya tidak habis kami mengarah pada terbuang. Jadi sudah kami perhitungkan tiga persen itu pasti terbuang, karena dia jarang habis,” tegas Wanres.

Wanres menceritakan dari sekian banyak jualannya, cabe merupakan salah satu yang harganya mengalami turun naik. Harga perkilonya pernah mencapai Rp80 ribu.

“Yang paling mahal itu cabe, pernah sampai delapan puluh ribu, terkadang ada juga empat puluh lima ribu perkilonya. Berbeda dengan mentimun dan kol, dia ada dua ribu perkilo, ada juga tujuh ribu,” tutup Wanres.

Bupati Akui Pasar Rakyat Masih Kekurangan Fasilitas

Mengutip siaran pemberiataan yang diterbitkan dari laman webside setda.natunakab.go.id terbit Jum’at 04 Agustus 2023. Bupati Natuna Wan Siswandi saat meresmikan Pasar Rakyat Ranai mengatakan pasar rakyat merupakan sektor pergerakan ekonomi kerakyatan. Dengan dibangunnya pasar rakyat tersebut, diharapkan dapat meningkatkan daya saing bagi pelaku usaha, pelaksanaan jual beli, maupun fasilitas lebih modern, serta dapat memajukan ekonomi kerakyatan.

Saat itu, Bupati Wan Siswandi mengakui masih ada banyak fasilitas yang harus dilengkapi, belum dapat mengakomodir seluruh pelaku usaha pasar yang dulunya beroperasi di lokasi pasar lama.

Namun setidaknya lanjut Bupati Wan Siswandi, terdapat usaha untuk memberikan peluang bagi para pelaku usaha untuk mendapatkan tempat usaha yang lebih nyaman. Namun demikian dirinya berjanji, kepada para pelaku usaha yang belum mendapatkan tempat atau lapak pasar akan dicarikan solusi agar usaha dapat terus berjalan.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Natuna, Marwan Syahputra melaporkan pembangunan pasar rakyat bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi setempat. Meningkatkan kesempatan berusaha, dan menciptakan lapangan pekerjaan. Menjamin kelancaran dan kesediaan barang kebutuhan pokok, serta barang penting, meningkatkan pasilitas sarana dan prasarana perdagangan. (KP).


Laporan : Iskandar


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *