TERSOROT banyak mata bagaikan sang dewa berkalung intan, tangan kurus berkayuh sampan arungi samudera. Dada tergerus mengejar impian tahta para raja yang telah sirna dalam genangan tangisan bunda.
Sang Mutiara di Ujung Utara kini telah berusia dua puluh enam tahun, memasuki pra-dewasannya dengan tegak berdiri bagaikan permaisuri bersepuh permata yang menanti dipinang maha dewa.
Terletak nan jauh diujung paling utara dari perbatasan republik. Natuna, negeri yang beralaskan bukit perbukitan dan gunung berbatu dengan tanah yang landai dipinggiran pantai.
Sedikitnya 154 pulau yang 127 di antaranya masih tidak berpenghuni. Total luas wilayahnya mencapai 28.200,37 km2, dengan luas daratannya mencapai 2.001,30 km², sedangkang luas wilayah lautannya mecapai 26.222,06 km2. Hampir 80% masyarakat pribuminya berasal dari suku Melayu. Banyak diantaranya merupakan keturunan Terengganu, Johor, dan Pattani sebagai hasil kontak yang telah terjalin sejak tahun 1597.
Semenjak terbentuk dari buah hasil pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999, Kabupaten Natuna masih terseok-seok langkahnya di tanah sendiri. Sungguh manis dari masa ke masa janji yang menyembur dari mulut berlidah ular turun dari surga bagaikan firman ilahi berbisik kedalam gendang telinga membisikan angan-angan yang sungguh jauh melampui imajinasi manusia-manusia kalangan bawah.
Sungguh menggelikan bagaikan gelitik gadis cantik dalam malam pertama. Rayuan mautnya membawa tergeletak diatas ranjang bercumbu dalam gulita, purnama menjadi saksi.
Sang Mutiara yang sejak lampau telah menjadi arus jalur perdagangan pelayaran internasional bahkan sebelum zaman Sriwijaya, dengan bukti catatan tiongkok kuno yang dikenal dengan jalur Nanhai. Namun sedih tiada terlukis dalam kanvas sang maestro bahwa Natuna dengan lokasi strategis justru tampak terpinggirkan dan tersingkir dari lingkaran sorotan mata pembangunan nasional.
Disebut-sebut dengan sorakan riuh gembira disertai teriakan kebanggan yang acapkali dijadikan sihir mantra pembius alam sadar, bahwa negeri ini menjadi salah satu penghasil migas terbesar di indonesia. Ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia, serta sumber daya perikanan lautnya mencapai 1 juta ton pertahun.
Harum wangi minyak yang dihirup dari tubuh sang permaisuri ini telah sampai ke altar para raja di ibukota sejak lama, menjadikanya permadani bagi sang tuan raja disana.
Wahai para bujang yang menyebut dengan bangga dirinya sebagai lelaki jantan perkasa dan para dara jelita yang menunggu pinang dari para kesatria, kemanakah suara engkau semua pemilik asli negeri ini. Akankah dikau telah terikat rantai lingkaran feodal ibukota yang mencari setitik dan setetes liur demi gelimang harta.
Kini umurnya telah beranjak menuju dewasa, akankah para penguasa pemangku kepetingan dan pemangku kebijakan negeri ini tiada lagi menjadikan sang mutiara sebagai ajang belah semangka persembahan bagi tuan-tuan raja.
Mengapa gerangan intan yang bersemayam dalam kalung sang dewa tidak mampu menerangi bilik-bilik rumah rakyatnya sendiri. Mengapa gemuruh ladang gas raksasa hanya menyisakan bisikan kosong di telinga anak-anak pribumi sementara suluh pembangunan tak kunjung menyala terang. Jalur Nanhai yang menjadi saksi kejayaan maritim masa silam kini hanya dilayari kapal-kapal asing membawa pergi kekayaan laut meninggalkan nelayan lokal dengan jala yang hampa.
Tangisan bunda yang melahirkan negeri ini belum sepenuhnya mengering. Semangat Melayu dalam darah Terengganu, Johor, dan Pattani, yang terus mengalir deras dalam nadi para bujang dan dara adalah warisan yang tak boleh luntur ditelan janji palsu.
Kini tibalah masa sampan yang berkayuh di samudera itu berbalik arah tiada lagi hanya mengarungi lautan impian yang dijanjikan segeralah menancapkan sauh di bumi sendiri.
Kepada para pewaris tahta raja-raja yang telah sirna…
Wahai kalian yang disebut lelaki jantan perkasa dan dara jelita, bangkitlah! Ambil dan rebutlah kembali permata yang terpasung sebelum benar-benar hanya menjadi dongeng pengantar tidur.
Ya Allah… Ya tuhan kami…
Tuhan yang Menggenggam Samudera dan Bumi.
Sang Pemilik Tunggal Kekayaan di Langit dan di Laut.
Kami memohon kepada-Mu atas Sang Mutiara di Ujung Utara, jauhkanlah dari nafsu serakah para pemangku kepentingan yang hanya menjadikan belah semangka.
Ya Allah… Ya tuhan kami…
Sadarkanlah hati para pemimpin yang terbutakan oleh gemerlap intan agar mereka mengembalikan hak keadilan kepada masyarakat pribumi ini.
Ya Allah… Ya tuhan kami… Anugerahilah kami ini dengan kekuatan dari engkau yang maha kuat agar kami dapat menegakkan kebenaran di atas tanah dan laut negeri kami agar keberkahan kekayaan alam dapat benar-benar dinikmati oleh anak cucu kami.
Ya Allah… Ya tuhan kami… Jadikanlah tempat kami negeri yang mandiri dan tegak berdiri sebagai permaisuri yang mulia bukan sebagai persembahan bagi tuan-tuan raja.
Lindungilah batas-batasnya, kuatkanlah iman dan kesadaran masyarakatnya untuk membela hak dan martabat negerinya sendiri.
Rabbana atina fid-dunya hasanah, wa fil ‘akhirati hasanah, wa qina ‘adzaban nar. Aamiin. (KP).
Oleh : Formateur Ketua Umum HMI Cabang Natuna, Fergiawan





