Dulu, hidup wajar berarti cukup makan, cukup bayar sekolah, dan cukup bayar sewa. Kini, semua itu terasa seperti kemewahan yang hanya bisa dinikmati segelintir orang. Rakyat kecil dipaksa merevisi arti “cukup” di tengah krisis biaya hidup yang kian menggigit.
PERNAHKAH kita membayangkan bahwa sekadar hidup layak, makan tiga kali sehari, biaya sekolah anak terjangkau, dan tidak berutang untuk kebutuhan pokok, kini dianggap sebagai kemewahan?
Inilah realitas baru bagi jutaan keluarga Indonesia. Krisis biaya hidup yang terjadi belakangan ini mengubah standar hidup sederhana menjadi sesuatu yang tak mudah dicapai. Harga kebutuhan pokok melonjak, biaya transportasi meningkat, dan pengeluaran tak lagi sebanding dengan pemasukan.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, banyak warga harus mengorbankan hal-hal lain, menunda pendidikan anak, mengurangi gizi makanan, hingga melewatkan pengobatan penting. Semua demi satu hal, bertahan hidup.