Setiap kali harga melonjak, rakyat kecil diminta bersabar. Lalu datanglah janji demi janji dari para pejabat, yang terdengar manis namun tak pernah benar-benar terasa di dapur-dapur rakyat. Di antara inflasi yang mencekik dan narasi optimisme yang tak membumi, rakyat kembali jadi pihak yang harus menanggung beban paling berat.
INFLASI bukan sekadar istilah ekonomi. Ia nyata terasa ketika uang belanja tak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketika satu liter minyak goreng harus ditebus dengan mengorbankan kebutuhan lain.
Namun alih-alih respons cepat dan konkret, rakyat justru disuguhi janji program, bantuan, atau insentif yang entah kapan sampai.
Setiap pidato menyebut “stabilisasi harga”, “intervensi pasar”, atau “bantuan sosial”. Tapi di warung, harga tetap naik.
Di dapur, isi panci makin sedikit. Di hati rakyat kecil, tumbuh rasa kecewa yang terus mengendap. Mereka tak butuh narasi baru yang mereka butuh adalah kebijakan yang membela.