Kritik Sastra pada Film Sepatu Dahlan karya Benni Setiawan

Terbit: oleh -37 Dilihat
Damayanty Egesfo Siallagan

Sinopsis

Kisah sebuah keluarga yang memiliki beberapa anak salah-satunya bernama Dahlan yang akan memasuki sekolah menengah pertama (SMP) yang tinggal di sebuah pedesaan yang jauh dari pusat perkotaan. Sebuah keluarga yang sangat sulit dalam bidang perekonomian semuanya serba kekurangan bahkan hanya untuk makan saja mereka sangat sulit untung saja ada ubi sebelum adanya nasi. Bertentangan dengan pendidikan Dahlan yang akan selesai di sekolah dasar jauh sebelum ia menerima ijazah ternyata Dahlan sudah memiliki sekolah dimana ia akan lanjutkan pendidikannya.

Ijazah yang ia diterima membuat harapannya gagal masuk kesekolah pilihannya, alhasil ia melanjutkan pendidikannya di salah-satu pesantren pilihan Ayahnya. Kondisi yang sangat sulit terkait perekonomian keluarganya bahkan membuat dia tidak memiliki sepatu untuk kesekolah setiap harinya. Namun hal itu tidak menjadi alasan untuknya berhenti melanjutkan pendidikannya bahkan malu sekalipun tidak ia miliki.

Jauh sebelum Dahlan lulus dari tingkat sekolah dasar Ibunya berjanji kepadanya ketika ia Ibunya sudah ada uang akan membelikkan Dahlan sepatu, hingga tiba waktunya ternyata uang yang sudah adapun tidak cukup untuk membeli sepatu tersebut. Berbicara tentang sepatu Dahlan Ayahnya selalu bertentangan dengan hal itu, bahkan ketika Ibunya berusaha untuk mencari pinjaman Ayahnya melarang Ibunya. Suatu ketika Dahlan mendengar percakapan tersebut ia hanya mengatakan jangan dipaksakan, terima kasih.

Hari- hari berlalu hingga Dahlan masuk sebagai pemain inti volly sama dengan sebelumnya bahwa ia belum juga memiliki sepatu. Tidak mudah baginya masuk sebagi pemain inti volly dengan dukungan keluarganya ia semakin percaya bahwa usaha dan kegigihan tidak pernah mengecewakan hasil. Tidak lama ia menjadi pemain inti volly Ibunya jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit yang membuat Dahlan dan adiknya yang harus tinggal berdua di rumah tanpa pengawasan orangtua.

Dahlan tetap melangsungkan setiap kegiatannya di sekolah dan dirumah juga adiknya yang masih harus tetap dikontrol setiap kegiatannya, tidak mudah baginya untuk melakukan hal itu terlebih Dahlan yang tidak memiliki sepeser uang untuk membeli makanan sehingga membuat mereka berdua menahan lapar.

Hari yang panjang mereka lewati dengan rasa lapar membuat keesokan harinya Dahlan pingsan di sekolahnya dan adiknya demam di rumah, disisi lain Dahlan yang selalu dimarahin karena selalu telat waktu mengikuti latihan volly. Bahkan hal itupun tidak menyurutkan semangatnya untuk mengikuti pertandingan volly yang akan dilasanakan beberapa minggu kedepannya. Hujan lebat yang menyelimuti malam membuat Dahlan dan adiknya berbaring ditempat tidur sambil bercerita, tidak lama mereka bercerita terdengar suara dari luar sebuah kendaraan yang sudah diikuti beberapa banyak orang bahwa Ibunya telah tiada.

Pilu, sedih, ketidakrelaan mereka rasakan tapi harus ikhlas, Dahlan tetap berada pada prinsipnya untuk tetap semangat dengan tujuannya, ia tetap melakukan setiap kegiatannya bahkan sepatu yang dijanjikan Ibunya tidak ia harapkan lagi akan ada memberikan kepadanya. Ia berusaha tidak menunjukkan kesedihannya bahkan disaat latihan volly ia berharap dapat memberikan yang terbaik dalam timnya.

Untuk kesekian kalinya ia telat latihan volly dan ternyata kembali ia dimarahi oleh pelatih kali ini Dahlan pasrah entah apa penyebabnya, tidak disangka bahwa kemarahan pelatihnya hanya rencana untuk memberikan Dahlan sepasang sepatu yang ia impikan namun kebiasaannya yang tidak pernah mengenakan sepatu dikakinya membuat Dahlan tidak mengharapkan sepatu itu lagi. Ia menangis sejadi-jadinya dan mnerima sepatu tersebut.

Pertandinganpun berlangsung jatuh berkali-kali yang Dahlan rasakan tidak membuatnya menyerah dan pada akhirnya ia memenangkan petandingkan itu, hingga selesainya pertandingan baru saja Ayahnya yang membawa sebuah kantong plastik yang berisikan sepasang sepatu titipan Ibunya dan Adiknya tiba di lokasi pertandingan dengan senyuman kebanggaan dengan lari Dahlan menemui Ayah dan Adiknya dan memeluk Ayahnya dengan tangisan bahagia untuk apa yang di raih olehnya dan menerima sepatu pemberian Alm. Ibunya hingga akhirnya Dahlan dan Adiknya memiliki sepatu.

Kelebihan Film

Sebuah film karya Benni Setian yang meyakinkan bahwa setiap usaha, kegigihan dan keyakinan yang kita miliki akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa bahkan diluar yang kita harapkan. Motivasi dalam film ini sangat bagus untuk diterapkan di kehidupan anak-anak muda yang masih mudah dipengaruhi lingkungan terkhusus pergaulan yang kurang baik.

Kekurangan Film

Pada film karya Benni Setiawan ini hanya ada kekurangan terkait dengan kurangnya dukungan seorang Ayah pada pilihan anak-anaknya yang bertentangan dengan pendidikan dan pilihannya.

Pesan

Bagaimanapun situasi dan kondisi yang kita hadapi saat ini, bukan menjadi alasan untuk berhenti melanjutkan cita-cita dan tujuan kedepannya. Bahkan hal itulah yang menjadi penyemangat bagi kita dan membuktikan bahwa semua orang mampu menjadi lebih baik bukan karena ada atau tidaknya materi dan sejenisnya. (*).


Biodata Diri

  • Nama : Damayanty Egesfo Siallagan
  • NIM : 2003010032
  • Kelas : M-01
  • Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
  • Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
  • Universitas Maritim Raja Ali Haji

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *