Sangkaan Buruk Kinerja Wartawan, Kisah Nyata Bagian (4)

Terbit: oleh -43 Dilihat

JOHAN baru satu bulan diterima bekerja sebagai wartawan di PT. Tuah Tinta Jaya Abadi, salah satu nama perusahaan pers yang mulai berkembang, berdomisili di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri, berada diantara negar-negara ASEAN, sebuah kabupaten garda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Begitu juga dengan Riduan pemuda kelahiran Sebuton, baru saja menyelesaikan pendidkan S1 di Tanjungpinang Ibu Kota Provinsi Kepri. Kedua lelaki dengan segudang potensi itu, sama-sama baru hitungan bulan diterima bekerja sebagai kuli tinta di perusahaan pers milik anak daerah maritim kepulauan.

Menyusul Sandi, lelaki pendiam membingungkan, namun penuh humoris asal Sepempang dan Suryani wanita tangguh asal Kelarik yang baru saja berhasil menyelesaikan S1 dari bangku kuliah STAI Kabupaten Natuna. Mereka juga masih terbilang baru, bahkan lebih baru dibandingkan Johan dan Riduan.

Saat ini tiga anak muda bersama satu wanita tangguh yang lahir dan sama-sama tumbuh besar di daerah maritim kepulauan itu sedang ditempa untuk dapat menemukan bakatnya yang terpendam. Diantara mereka hadir juga sosok peria rantauan yang akrab disapa Boy dan Amir.

Enam pemula itu, kini berada dalam satu atap rumah yang biasanya disebut kantor menggunakan seragam serupa bertuliskan koranperbatasa.com salah satu nama media siber, bidang usaha dari perusahaan pers bernama PT. Tuah Tinta Jaya Abadi, karya terbaik anak kampung.

Malam itu, Senin, 02 Februari 2020 adalah jadwal belajar malam pertama kalinya diberlakukan setelah beberapa kali mereka turun ke lapangan. Usai menerima penjelasan dari saya selaku Pemimpin Redaksi (Pemred), Johan tampak kebingungan, tatapan matanya seoalah-olah menujukan tanda tak bersahabat. Gerakan mencurigakan itu, membuat saya bertanya-tanya.

Meski sudah beberapa kali saya bertanya, memintanya untuk menceritakan apa yang terpendam, Johan tetap saja tertunduk diam. Tidak satupun pertanyaan saya dijawab oleh lelaki asal Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat itu. Bukanya menjawab, Johan malah membuat pertanyaan baru kepada saya.

“Maaf Pak Pemred, izin bertanya, saya baru dinasehati oleh beberapa orang, katanya untuk apa jadi wartawan, kenapa tidak cari kerja lain saja. Kata meraka wartawan itu kerjanya cuma nyari kesalahan orang lain, suka buka aib orang dan suka meras-meras orang,” ujar Johan.

Saat itu, hati saya seperti tergelitik mengeluarkan rasa lucu, lalu tersenyum mendengar celoteh yang lumayan panjang. Keluh kesah itu, dikemas oleh Johan menjadi sebuah pertanyaan. Saya lalu berucap kata, “kalau boleh tau siapa orang itu” tanya saya. Dengan cepat Johan menjawab “adalah Pak Pemred” kata Johan tersenyum.

Melihat Johan tersenyum, dan enggan memberitahu siapa orang-orang yang dimaksudnya, saya pun tersenyum lalu tertawa diikuti pula oleh temen-teman lainnya. Dalam hati saya berbisik “sungguh benar-benar tidak bertanggungjawab orang-orang yang telah menasehati generasi dengan mengeluarkan kata-kata seperti itu”. Belum selesai tertawa, Johan tiba-tiba kembali bertanya, “jadi gimana Pak Pemred, apa benar wartawan seperti itu?” tanya Johan.

Sebelum menjelaskan lebih jauh, saya terlebih dahulu mencari tau apa saja yang telah dilakukannya, “menurut Johan seperti apa? apakah yang Johan lakukan dalam beberapa hari ini mencari kesalahan orang lain, membuka aib orang, dan meras-meras orang?” kata saya bertanya. “Tidak Pak Pemred, saya hanya diminta mencari informasi” jawab Johan.

Mendengar jawaban Johan, sontak membuat teman-temannya kembali tertawa, bahkan sempat ada yang tertawa sambil memukul-mukul meja, bahkan memukul-mukul bahu Johan. Terlebih dengan rekannya Sandi si pendiam humoris, membuat suasana malam itu, penuh kearaban.

Malam semakin larut, jarum pendek pada jam dinding ruang belejar sudah menujukan pukul 22.30 Wib. Saya memutuskan akan menjawab pertanyaan Johan pada pertemuan berikutnya. “Oke, sampai disini dulu, pertanyaan Johan nanti akan saya jelaskan,” disambut dengan ungkapan kata “siap Pak Pemred” jawab mereka seirama. (Bersambung).


Penulis : Amran


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *