Kemenag Natuna: Nadzir Bertanggungjawab Penuh Terhadap Teknis Pengelolaan Harta Wakaf

Terbit: oleh -36 Dilihat
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Natuna, H. Budi Dermawan, S.Ag, M.Sy

NATUNA – Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Natuna, H. Budi Dermawan, S.Ag, M.Sy menyebut para nadzir bertanggungjawab 100% terhadap teknis pengelolaan harta wakaf.

Pernyataan tersebut disampaikannya saat mengisi kegiatan pembinaan terhadap nadzir dan penyerahan bantuan modal usaha menuju pengelolaan wakaf produktif, yang dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

“Makanya nadzir saya minta betul-betul bekerja, jangan jadikan ini bersifat serimonial atau kerja sampingan,” tegas Budi Darmawan, di Aula I Gedung STAI Natuna, Kamis, 21 Oktober 2021.

Menurut Budi, keberadaan para nadzir sangat dibutuhkan menuju pengelolaan wakaf produktif. Untuk operasional diperbolehkan mengambil 10% dari hasil wakaf. Namun, para nadzir juga harus membuat Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) atas penggunaan hasil dari wakaf tersebut.

“Makanya nanti kita sounding dengan pengurus Baznas, ada fisabililah 100 orang nadzir Kabupaten Natuna, sanggup bayar berapa sebulan. Kenapa 10% tak cukup? karena kelapa tak berbuah-buah,” pungkasnya tersenyum.

Akan tetapi kata Budi, sepintar apapun para nadzir, induk dari semuanya adalah BWI. “BWI punya tanah banyak, DMI punya masjid banyak,” cetusnya.

Ia meminta kepada pihak-pihak yang bersangkutan segera menyelesaikan administrasi untuk penerbitan sertifikat kepemilikan tanah-tanah wakaf, dan jika ada permasalahan segera koordinasikan bersama BPN.

“Tanah wakaf itu dikelola dengan sebaik-baiknya, fungsinya harus hidup. Itu sedekah jariyah, dikelola dengan baik supaya bisa berbagi dengan orang yang membutuhkan atau masjid dilingkungan sekitar,” terangnya.

Diceritakan Budi, ketika mendapat laporan dari Kepala KUA Kecamatan Bunguran Selatan, ada tanah wakaf yang kosong. Ditanya dengan Plt Camat, ada bibit apa, ternyata pohon mangga.

“Pak KUA itu tanah banyak batang kayu besar tebang, panggil masyarakat di sekitar gali 100 lobang-lobang besar. Kemudian letakan pupuk kandang untuk penetralan tanah, biarkan selama dua minggu. Setelah itu ambil 100 bibit sama Plt Camat, kita panggil masyarakat 100 orang kompak menanam,” ujarnya.

Untuk menghidupkan itu lanjut Budi, keluarkan semacam maklumat, misalnya menyebutkan barang siapa dalam satu tahun menanam bibit pohon mangga dan paling besar tumbuhnya, di kasih Rp 2 juta.

“Di Midai KUA lapor sama saya, rumah yang berdiri di atas tanah wakaf dikenakan Rp 200 ribu pertahun. Lapor juga ke Ketua BWI, biar nanti BWI coba cek itu, meski tidak banyak namun produktifnya,” pungkas Budi.

Lebih jauh Budi menjelaskan terkait program wakaf uang, dimana BWI bekerjasama dengan KUA, minta dengan calon pengantin.

“Pengantin banyak, pandailah KUA, mau nikah di masjid bayar wakaf. Kalau dulu kami pimpin, ini bibit pohon Rp 200 ribu untuk pengantin beli, itu tergantung kepandaian Kepala KUA-nya,” tutur Budi.

Untuk melaksanakan wakaf uang lanjut Budi, BWI juga harus sounding dengan bupati dan dinas sosial. Diharapkan kerjasama karena BWI adalah mitra Kemenag.

“Baznas juga mitra, semua senjata ekonomi Islam akan kita dudukan dengan bupati. Senjata ekonomi Islam itu, BWI punya tanah, DMI punya bangunan, Baznas punya duit, kerjasama ketiganya harus terjalin. Bagaimana melaksanakan shalat jika mau bangun masjid tidak punya tempat. Bagaimana mau melaksanakan shalat, duit mau bangun atap masjid  tidak ada,” paparnya.

Ketiga pimpinan ini kata Budi ibarat ngopi bareng, jika ada masaalah tinggal panggil Ketua MUI sebagai penengahnya.

“Jadi kepada para nadzir harus kreatif, kominikatif, punya gagasan dan peduli. BWI juga harus 100% peduli dengan wakaf uang,” harapnya. (KP).


Laporan : Johan


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *