Berawal Ajakan Istri Usaha Sabut Kelapa Nazar Membuahkan Hasil

Terbit: oleh -1142 Dilihat
Bujang Nazar penjual sabut kelapa di Jalan Hang Tuah, Air Lakon, Kelurahan Ranai Kota, Kecamatan Bunguran Timur, Jum’at, 06 Desember 2024.

NATUNA – Bujang Nazar penjual sabut kelapa di Jalan Hang Tuah, Air Lakon, Kelurahan Ranai Kota, Kecamatan Bunguran Timur yang sudah lanjut usia menceritakan bagaimana awal mula dirinya bisa menekuni usaha sebagai penjual sabut kelapa.

Kata Nazar usaha berjualan sabut kelapa di Ibu Kota Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang berada tidak jauh dari kediamannya berawal dari ajakan istri tercinta secara kecil-kecilan.

“Diajak istri jual sabut saja. Saya bilang terserahlah. Ternyata memang laku (laris-red) sabutnya. Awalnya cuma main-main, nyoba-nyoba nyari sabut kemudian di jemur dan langsung diikat, supaya kalau ada yang mau beli tinggal datang kesini,” ungkap Nazar kepada koranperbatsan.com dikediamannya, Jum’at, 06 Desember 2024.

Menurut Nazar usaha yang ditekuninya memang masih terbilang baru. Meskipun belum begitu lama, namun sudah berjalan hampir setengah tahun. Sabut-sabut tersebut diperolehnya dari warga yang berada di desa-desa.

“Belum lama, lebih kurang setengah tahun. Sabut kami beli dari daerah Tanjung dan Cemaga. Kadang-kadang orang antar satu pick-up harganya sekitar Rp150.000. Jadi ada orang ngantar juga, nanti kalau kira-kira sudah mau habis langsung diantarkan lagi. Kami jual harga perikatnya Rp5000, hasilnya kita dapat dari situ,” terang Nazar.

Nazar menyadari setiap usaha akan berhadapan dengan kendala. Termasuk usaha berjulan sabut kelapa yang ditekuninya. Mungkin begitulah cara tuhan melihat kesungguhan seorang hamba dalam berusaha. Sebab sabut-sabut yang diperolehnya kebanyakan tidak langsung bisa dijual, melainkan harus diolah kembali.

“Kendalanya terkadang orang antar sabut agak lembab, dan kurang tahu juga apakah kerena terkena hujan atau bagaimana. Jadi sampai disini harus kita belah, di renyai-renyai dulu kemudian di jemur sampai kering,” beber Nazar.

Untungnya tempat berjulan tersebut milik sendiri, sehingga tidak terkena beban biaya sewa. Sebab untuk menghabiskan satu pick-up sabut membutuhkan waktu tidak sebenatar.

“Ini rumah saya sendiri, dijadikan tempat untuk usaha ini. Habis terjualnya tidak tentu, kadang satu pick-up hampir satu bulan juga,” papar Nazar tersenyum.

Nazar mengaku tidak menaruh harapan apa-apa kepada pemerintah terhadap usaha yang dijalaninya bersama istri tercinta. Selain tidak terlalu akrab, juga memang tidak pernah terpikirkan olehnya untuk meminta bantuan kepada pemerintah.

“Kalau sekarang belum ada, entah karena kita tak seberapa kenal, entah karena kita ini masyarakat bawah,” tutup Nazar. (KP).


Laporan : Dhitto


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *