Keluarga Almarhumah Selpia Minta Dinkes dan Dokter Puskesmas Midai Dikenakan Sanksi

Terbit: oleh -783 Dilihat
Kelurga Almarhumah Selpia Anjani, dan beberapa tamu tampak berbincang-bincang usai yasinan di rumah duka, Selasa, 07 Januari 2025.

NATUNA – Tangan Murpika Napiri ayah kandung Almarhumah Selpia Anjani terlihat menggigil dengan jemari erat tergenggam soalah-olah tak kuasa menahan emosi terpendam dalam hati. Raut wajahnya diselimuti geram dengan mata berkaca-kaca namun kata-kata yang keluar dari lisannya tetap terta.

Napiri menganggap mediasi yang berlangsung di Ruang Rapat Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Natuna, Senin, 06 Januari 2025 terkait protes atas pelayanan kesehatan di Puskesmas Midai karena tidak mengedepankan rasa tanggungjwab hanya sebatas menenangkan hati mereka.

Mediasi dipimpin Kadinkes Natuna, Hikmat Aliansyah, SKM, Sekretaris Dinkes, Wan Asrul Ardiansyah, SKM, serta Kabid Sumberdaya Kesehatan Dinkes, Zabir, SIP, menghadirkan Sekretaris Komisi I DPRD Natuna, M. Erimuddin, S.Pd, dan beberapa wartawan tersebut malah melahirkan kekecewaan baru.

Selain tidak dapat menghadirkan dokter yang dianggap siluman karena sering tidak berada di tempat saat pasien membutuhkan pertolongan, pihak dinkes juga terlihat seperti menyembunyikan sesuatu, berusaha menutup-nutupi fakta sebenarnya dalam menjawab pertanyaan keluarga Almarhumah Selpia Anjani.

Pihak dinkes bahkan sempat cemas dan terlihat bimbang seraya berusaha mencari-cari jawaban tepat untuk dapat menjawab dengan benar beberapa pertanyaan yang dilontarkan pihak keluarga Almarhumah Selpia Anjani. Saat itu, keluarga almarhumah meminta kepastian keberadaan dokter, sejak kapan tidak berada di tempat, dan kapan kembali bertugas.

“Nanti kita cek, informasinya beliau ikut tes PNS kemudian kami dapat informasi kakaknya menikah di Batam mungkin beliau berangkat sebelum itu dilanjutkan dengan mengikuti tes. Itu informasi yang dapat kami sampaikan, insya allah pakai roro ini pulang,” kata Kadinkes Natuna, Hikmat Aliansyah berusaha memberikan jawaban terkesan menutup-nutupi keberadaan dokter tersebut.

Jawaban tersebut membuktikan bahwa Hikmat Aliansyah sendiri tidak tahu secara pasti sejak kapan dan sudah berapa lama seorang dokter yang bertugas di Puskesmas Midai tidak berada di tempat. Selain itu pernyataan Hikmat pada pemberitaan media ini sebelumnya terkait cuaca juga tidak bisa dipertanggungjawabkan saat keluarga almarhumah menujukan hasil tangkapan layar perkiraan cuaca BMKG. Usai melihat hasil tangkapan layar tersebut Kadinkes Hikmat sempat terdiam.

“Dalam media bapak beralasan anak kami tak bisa menggunakan puskel karena cuaca tak mendukung, ini kondisi cuaca dari BMKG tanggal 24-25 Desember 2024,” kata Johari memperlihatkan perkiraan cuaca kemudian menyerahkannya kepada Kadinkes Hikmat Aliansyah.

Dalam ruangan yang mulai terasa tegang itu pihak dinkes sempat mencuri emosi kelurga Almarhumah Selpia Anjani. Terutama disaat membahas keberdaan dokter, dan kepastian syarat penggunaan puskel, serta kesiapan oksigen bagi pasien selama berada dalam kapal roro perjalanan dari Midai menuju Ranai.

“Bapak bilang bisa pakai puskel cuma cuaca tak mendukung, orang puskesmas bilang tak bisa pakai puskel karena tak masuk kategori kuotanya tinggal satu, jadi betulnya yang mana, bapak jangan cari pembelaan, jangan plin plan, ini masalah nyawa orang, oksigen habis pun bapak beralasan,” tegas Napiri memotong penjelasan panjang lebar pihak dinkes.

Untungnya situasi sempat terkontrol oleh Anggota DPRD Natuna Erimuddin yang mengikuti jalannya mediasi. Ia pun memutuskan untuk mengakhiri pertemuan dan berjanji akan membicarakan hasil mediasi tersebut kepada Ketua Komisi I DPRD Natuna, Dardani untuk ditindaklanjuti.

“Kalau tidak sama persepsi hasilnya pasti bertengkar-tengkar, makanya perlu edukasi kriteria emergensi, sampaikan kepada tenaga medis dan masyarakat. Senyum menyapa itu sangat penting pak kadis, artinya ketika kelurga pasien dalam keadaan panik kan perlu sentuhan senyuman. Ketika orang panik kita jelaskan dengan lemah lembut secara psikologis turun paniknya,” tutup Erimuddin.

Usai mediasi, Mustafa Madi ayah Napiri atau kakek dari Almarhumah Silpia Anjani berharap wakil rakyat Natuna melalui komisi yang membidanginya dapat menampung sekaligus memperjuangkan aspirasi masyarakat. Komisi tersebut dimintanya segera menyerap dan menindaklanjuti aspirasi disampaikan.

“Tolong pak dewan dengar keluhan kami, kalau perlu beri mereka sanksi biar ada efek jera. Bukan tak terima anak kami meninggal, kami tahu sudah ketetapan allah. Kami tak terima dengan pelayanan di Puskesmas Midai, ada pilih kasih, coba kena keluarga mereka,” tegas Mustafa.

Sementara Anisa Pratiwi akrab disapa Tiwi disebut-sebut sebagai dokter yang bertugas di Puskesmas Midai setelah beberapa kali dihubungi untuk diminta keterangan baru menjawab Senin, 06 Januari 2025 malam. Jawaban diperoleh pun begitu singkat hanya menanggapi link berita yang sudah terbit.

“Waalaikumsalam, izin pak terkait pemberitaan ini sudah saya koordinasikan ke dinas kesehatan, untuk tindaklanjutnya silakan koordinasi ke dinas kesehatan, terima kasih,” tulis Tiwi dalam pesan WhatsApp membalas pertanyaan koranperbatasan.com.

Terpisah Kepala Puskesmas Midai, Nina Agustina juga menyampaikan pernyataan yang sama sebagimana disampaikan Anisa Pratiwi. Nina juga meminta agar koranperbatasan.com menanyakan langsung ke dinas terkait.

“Waalaikumsallam, iya pak, boleh langsung ke pak kadis aja ya pak,” jawab Nina singkat, Rabu, 08 Januari 2025.

Suasana mediasi yang dipimpin Kadinkes Natuna Hikmat Aliansyah, SKM, Sekretaris Dinkes, Wan Asrul Ardiansyah, SKM, Kabid Sumberdaya Kesehatan Dinkes, Zabir, SIP, menghadirkan Sekretaris Komisi I DPRD Natuna, M. Erimuddin, S.Pd, dan beberapa wartawan di Ruang Rapat Kantor Dinas Kesehatan Natuna, Senin, 06 Januari 2025.

Meninggalnya Pasien Silpia Anjani Rapor Merah Kinerja Puskesmas Midai

Selpia Anjani menghembuskan nafas terakhirnya Sabtu 04 Januari 2025 setelah mendapatkan perawatan intensif dengan pengawasan ketat selama 11 hari di Ruang ICU (Intensive Care Unit) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Natuna. Almarhumah adalah pasien rujukan dari Puskesmas Kecamatan Midai yang diberangkatkan menggunakan Kapal Roro KMP Bahtera Nusantara, Selasa, 24 Desember 2024.

Kepergian Selpia Anjani adalah rapor merah kinerja Puskesmas Kecamatan Midai menjadi pembelajaran penting bagi pelayanan medis terhadap pasien kondisi kritis yang membutuhkan pengawasan ketat, serta perawatan intensif. Agar kedepan para dokter tidak terburu-buru mengambil keputusan terhadap proses pengobatan pemulihan pasien, meskipun kematian telah menjadi ketetapan tuhan.

Penilaian kinerja Puskesmas Kecamatan Midai yang dianggap kurang mengedepankan rasa tanggungjawab ini disampikan langsung oleh Murpika Napiri ayah kandung almarhumah Selvia Anjani, dan Mustafa Madi, serta Johari, kelurga dari almarhumah Selvia Anjani kepada Pemimpin Redaksi (Pemred) koranperbatasan.com, di Kantor koranperbatasan.com, Minggu, 05 Januari 2025 sore.

Keluarga almarhumah mengaku kecewa terhadap pelayanan kesehatan Puskesmas Midai dalam merujuk pasien terkait penggunaan Kapal Puskesmas Keliling (Puskel) yang telah disediakan oleh pemerintah untuk melayani masyarakat secara gratis khususnya pasien dalam kondisi krtis.

“Kenapa anak kami tidak dirujuk pakai Puskel, sementara pasien lain bisa pakai Puskel. Kami tanya, alasan mereka kuotanya tinggal satu lagi hanya untuk kebidanan (pasien hendak melahirkan-red), anehnya kalau kami mau belikan minyak mereka siap pula ngantar,” ungkap Napiri.

Kata Napiri, selain tidak dibenarkan menggunakan Puskel, pihak Puskesmas Midai juga dinilainya terburu-buru dalam mengambil keputusan tanpa adanya pertimbangan yang matang dalam memberangkatkan almarhumah untuk dirujuk ke RSUD Natuna.

“Padahal dari awal dokter bilang kalau kondisi belum stabil belum bisa diberangkatkan, namun tiba-tiba keluar surat persetujuan diberangkatkan, mungkin karena mereka tau ada kapal sabuk masuk, dan kami menolak menggunakan sabuk,” terang Napiri.

Napiri juga mengaku kesal atas keputusan dokter yang merujuk dan memberangkatkan almarhumah anaknya tanpa melalui prosedur medis secara terukur. Sebab keputusan tersebut hanya berdasarkan hasil pembicaraan petugas medis melalui saluran telepon dengan dokter yang tidak berada di tempat.

“Sampai sekarang dokter yang bertugas di Puskesmas Midai tidak ada di tempat, seharusnya keputusan memberangkatkan anak kami tidak terburu-buru, kan dia tidak lihat kondisi anak saya, tadi katanya tunggu stabil baru diberangkatkan. Surat persetujuan itu pun istri yang tanda tangan disaat kami tidak ada,” beber Napiri.

Melanjutkan penjelasan Napiri, Mustafa Madi ayah Napiri atau kakek dari almarhumah Silpia Anjani pun mengaku kesal, sebab petugas medis yang ikut mendampingi mereka berangkat mengantar pasien rujukan ke RSUD Natuna tidak memprioritaskan keberadaan tabung oksigenasi yang dibutuhkan pasien selama berada dalam perjalanan.

“Kami sudah ikut kata mereka akhirnya berangkat pakai kapal roro dengan biaya kami tanggung sendiri, cuma saya kesal belum apa-apa tabung oksigennya habis, cucu saya kesulitan bernafas, coba kalau pakai Puskel mungkin persiapan medis mereka lengkap, dan cepat,” cetus Mustafa.

Dengan nada sedikit lantang memotong penjelasan Mustafa, Johari pun mempertanyakan untuk apa sebenarnya Puskel bagi masyarakat di Puskesmas Kecamatan Midai. Sebab ia melihat selama ini keberadaan Puskel terkesan hanya melayani pasien-pasien tertentu. Padahal almarhumah termasuk pasien emergency sehingga layak memperoleh fasilitas pelayanan cepat tanggap atau kondisi medis darurat.

“Kan ada anggarannya, jadi untuk apa sebenarnya Puskel itu? Apakah hanya untuk orang-orang tertentu saja. Pantasan mereka bilang pasien hanya demam biasa, sementara keterangan setelah sampai di RSUD almarhumah kritis,” pungkas Johari.

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Natuna Hikmat Aliansyah, S.KM mengaku sudah memperoleh sebagian dari informasi terkait permasalahan yang terjadi. Pada saat almarhumah hendak dirujuk kondisi cuaca kurang mendukung sehingga tidak dibenarkan menggunakan Puskel.

“Pada saat itu ada kapal sabuk, memang tidak langsung dirujuk karena kondisi pasien sedang kejang, sehingga oleh tim medis disana dilakukan stabilisasi. Setelah kejang hilang, jam satu ada kapal sabuk, kapal itu lebih besar, dan aman bawa pasien, karena saat itu angin kencang, tapi pihak keluarga tidak mau dan minta pakai Puskel, mereka buat surat pernyataan penolakan,” terang Hikmat.

Kemudian lanjut Hikmat, pasien akhirnya diberangkatkan menggunakan kapal roro, dengan biaya dibebankan kepada pihak keluarga pasien. Sebab keinginan menggunakan Puskel terbentur oleh kondisi cuaca. Keputusan tersebut terpaksa harus diambil oleh petugas mengingat keselamat pasien dan para petugas medis maupun keluarga yang ikut mengantar.

“Pakai kapal roro biayanya mereka tanggung, kalau Puskel tidak. Jadi Puskel ini disiapkan untuk pasien rujukan gawat darurat tetapi juga harus melihat kondisi cuaca. Kita juga tidak ingin gara-gara menyelamatkan pasien, keselamatan Puskel dan para petugas medis ikut terancam. Artinya jika cuaca tidak bagus kita tidak mungkin paksakan Puskel harus jalan,” ujar Hikmat.

Menurut Hikmat, almarhumah bukan tidak masuk dalam kategori pasien rujukan yang boleh menggunakan Puskel. Setiap pasien gawat darurat bersifat emergency memang harus diberangkatkan menggunakan Puskel. Hanya saja pada saat almarhumah hendak diberangkat kondisi cuaca tidak bersahabat.

“Dari petugas medis disana menganjurkan agar pasien dibawa pakai kapal saja, lebih besar dan lebih aman karena angin kencang. Jadi bukan tidak boleh menggunakan Puskel, cuma lebih kepada memikirkan keselamatan bersama,” tegas Hikmat menjawab koranperbatasan.com melalui panggilan telepon, Minggu, 05 Januari 2025.

Namun Hikmat mengaku tidak tahu jika persiapan oksigenasi sebagai alternatif yang harus digunakan pasien selama dalam perjalanan dari Midai ke Ranai tidak mencukupi.

“Kalau oksegen saya belum dapat laporan yang jelas katanya mereka bawa, apakah memang betul-betul habis atau tidak itu saya belum konfirmasi sampai kesana. Perlu diketahui kelurga sempat menolak dilakukan intubasi di rumah sakit padahal kalau dilakukan intubasi mungkin pasien bisa tertolong karena pasien butuh oksigen. Intubasi adalah membantu pasien bernapas dengan memasukan alat sampai ketenggorokan agar oksigen mudah masuk,” papar Hikmat.

Sebelum mengakhiri, Hikmat sempat menyampaikan rasa belasungkawanya dan mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya pasien Selpia Anjani. Ia berharap keluarga yang ditinggal diberikan kekuatan oleh Allah SWT.

“Kami turut berduka cita atas meninggalnya adinda kita Selvia, semoga keluarga yang ditinggalkan tabah menghadapi cobaan ini, kalau seandainya nanti ada hal-hal yang perlu kita diskusikan bersama atau mediasi kami bersedia untuk bermediasi kembali,” tutup Hikmat.

Sementara, Anggota DPRD Natuna, Muhammad Erimuddin, S.Pd menyorot tajam kinerja Puskesmas Kecamatan Midai atas informasi yang disampaikan pihak kelurga kepada dirinya selaku wakil rakyat selama berjuang memperoleh kesembuhan pasien almarhumah Selvia Anjani.

“Menurut saya keberadaaan Puskel tidak perlu perlakuan khusus, jika memang ada pasien emergency apapun jenis penyakitnya harus dilayani. Tidak mesti harus pakai jatah jenis penyakit tertentu, karena info saya terima jatah hanya tinggal satu khusus pasien melahirkan,” katanya kepada koranperbatasan.com melalui panggilan telepon, Minggu, 05 Januari 2025.

Sebagai wakil rakyat, Erimuddin menegaskan alasan tersebut tidak bisa diterima karena keberdaan Puskel adalah untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat membutuhkan terutama yang berada di pulau-pulau.

“Kalau alasan cuaca masih bisa diterima memang tidak dibenarkan karena Puskel kategori kapal cepat. Tapi saat saya ketemu pihak keluarga tidak ada menyebutkan cuaca, dan pada saat dirujuk cuaca tidak ada masalah karena roro diizinkan berangkat. Baru hari ini saya dengar karena alasan cuaca, sebelumnya karena kuota terbatas tinggal untuk pasien melahirkan,” tegas Erimuddin.

Selain itu, Erimuddin juga mengaku gerah atas ketidakberadaan dokter pada saat dibutuhkan masyarakat. Ia bahkan sempat menelepon beberapa sumber mencari tahu keberdaan dokter yang bertugas di Puskesmas Kecamatan Midai dan Suak Midai.

“Memang sampai hari ini dokternya tidak ada di tempat, jadi ini penting sekali. Informasi saya peroleh dokternya berada diluar mengikuti tes PPPK. Kalau menurut hitungan saya sampai besok tanggal 06 Januari 2025 sudah mau satu bulan tidak berada di tempat,” pungkasnya.

Politisi Partai Golkar yang diamanahkan oleh masyarakat Daerah Pemilihan (Dapil) II, Serasan, Serasan Timur, Midai, Suak Midai, dan Pulau Panjang, serta Subi ini pun mengaku kesal atas tindakan petugas medis Puskesmas Midai terkait kesiapan oksigen selama dalam perjalanan.

“Seharusnya tenaga medis memperkirakan berapa kebutuhan oksigen untuk membawa pasian dari Midai ke Ranai. Tidak ada alasan tidak cukup, kalau satu tabung tidak cukup harus bawa dua tabung, kan mereka sudah tahu jam berapa berangkat jam berapa tiba, dan berapa banyak oksigen dibutuhkan, tidak boleh sampai habis, berbahaya bagi keselamatan pasien,” beber Erimuddin.

Dalam hal ini Erimuddin memberi peringatan keras kepada dinas terkait untuk dapat meningkatkan kontrol pelayanan kesehatan disetiap kecamatan-kecamatan. Terutama tentang keberadaan dokter dan kesiapan medis lainnya.

“Kejadian ini membuktikan bahwa kontrol pelayanan kesehatan oleh dinas kesehatan di kecamatan kurang. Masak dokter di dua kecamatan dalam waktu yang sama tidak ada di tempat. Saya akan tanya ini kepada dinas kesehatan kenapa sampai hari ini dokter itu belum kembali bertugas. Begitu juga dengan dokter di Suak Midai, kenapa baru tiga hari yang lalu berada di tempat,” tutup Erimuddin. (KP).


Laporan : Dhitto     


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *