NATUNA – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Sri Riawati, SP, M.Si menghimbau kepada seluruh orang tua untuk dapat menanamkan nilai-nilai sosial, budaya, dan agama kepada setiap anak.
Selaku orang tua bagi anak, msyarakat Natuna diminta senantiasa menjadikan keluarga bahagia mulai dari sekarang. Jagalah anak-anak dengan membantu mengembangkan karakter positif, seperti kepedulian terhadap sesama, rasa cinta terhadap alam, dan tanggungjawab sosial karena mereka merupakan aset penerus.
Pada tahun 2045 anak-anak Natuna diharapkan menjadi generasi emas, pintar dan bebas stanting. Mulai dari sekarang orang tua diminta untuk membatasi dan mengawasi anak-anak menggunakan HP (handphone) meberikannya pada usia tertentu. Himbauan ini disampaikan Sri Riawati mengingat lonjakan angka kasus pernikan dini, dan kejahatan seksual pada anak di Natuna terus meningkat.
“Jangan sampai anak menjadi liar tidak terkontrol oleh orang tua. Baik buruknya anak tergantung orang tua. Makanya orang tua pelajarilah, pahamilah pola asuh anak. Pesan saya anak-anak jangan sampai menikah usia dini karena pergaulan bebas,” pinta Sri melalui koranperbatasan.com di ruang dinasnya Selasa, 17 Desember 2024.
Kata Sri Riawati terdapat beragam aduan kasus yang mereka terima, dan tangani sepanjang tahun 2022-2024. Mulai dari kasus kekerasan, pelecehan, pornografi, kenakalan remaja, pencabulan, persetubuhan, dan bullying, serta kejahatan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hingga penelataran.
“Ada peningkatan kasus kekerasan dan kenakalan remaja pada tahun 2022. Kekerasan terhadap anak kami terima luar bisa. Ada kekerasan fisik juga kekerasan fisik dan psikis. Kasus ITE juga ada, contohnya merekam video negatif habis itu disebarkan,” ungkap Sri Riawati.
Sedangkan pada tahun 2023 kasus bullying atau tindakan penindasan dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang terbilang sangat tinggi. Menurut Sri Riawati, kasus jenis ini banyak terjadi di sekolah-sekolah. Anak-anak SD di Natuna diketahui sudah pandai melakukan kejahatan buli-membuli. Apa lagi anak-anak SMP, dan SMA hanya saja tidak diketahui.
“Mungkin di sekolah diketahui oleh guru tapi tidak sampai keluar, diselesaikan dilingkungan sekolah sama orang tua. Jadi pertanggal 12 Desember 2024 agak tinggi masuk 50 kasus. Kalau tahun 2023 hanya 45 kasus. Mungkin kawan-kawan media sudah pada tahu ada kasus pelecehan atau kekerasan seksual,” terang Sri Riawati.
Sri Riawiti menjelaskan pemerkosaan, pencabulan, pelecehan, pedofil, pornografi, dan persetubuhan, maupun LGBT menjadi bagian dari kasus kejahatan kekerasan seksual yang dialami anak-anak di Natuna. Jumlahnya tercatat sekitar 40 kasus, selebihnya adalah kekerasan fisik atau psikis oleh orang tua.
“Kemudian bullying, tapi paling tinggi sekitar 40 kasus itu pelecehan atau kekerasan seksual, ada persetumbuhan, pencabulan paling tinggi. Kalau LGBT hanya beberapa kasus seperti di Setengar, Pulau Tiga, dan Pulau Tiga Barat. Ada guru perempuan terhadap murid perempuan. Ada guru laki-laki terhadap murid laki-laki, semua itu sudah diproses hukum,” jelasnya.
Dalam hal ini, Sri Riawati menegaskan betapa pentingnya peran orang tua mengajarkan anak-anak cara bersosialisasi, menjaga lingkungan, dan membantu orang lain. Meskipun negara telah memberikan jaminan perlindungan hukum bagi anak-anak mulai dari dalam kandungan ibu.
“Jangan macam-macam dengan anak-anak. Mulai dari dalam kandungan sampai usia 18 tahun itu dinamakan anak-anak. Hati-hati dengan kejahatan terhadap anak-anak. Sudah jelas ada undang-undangnya, ada perlindungannya. Kami juga bekerjasama dengan Polres mengatasi kejadian-kejadian atau kasus terhadap perempuan dan anak ini,” tegasnya.
Kebijakan perlindungan perempuan dan anak, lanjut Sri Riawati terdapat dalam UU Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan UU nomor 35 tentang perlindungan anak. Selain itu, Natuna sendiri juga sudah mengantongi Peraturan Daerah (Perda), dan Peraturan Bupati (Perbup).
“Natuna ada Perda nomor 2 tahun 2015 tentang perubahan Perda nomor 8 tahun 2014 tentang penyelenggaraan perlindungan anak. Kemudian ada Perbup nomor 58 tahun 2017 tentang kebijakan kabupaten layak anak. Terakhir ada Perbup nomor 8 tahun 2023 tentang pencegahan perkawinan pada usia anak,” beber Sri.
Berkaitan dengan semua itu, sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Natuna, Sri Riawati mengungkapan pihaknya hadir memberikan wadah buat anak-anak berkreasi, mengembangkan bakat, dan belajar menjadi pemimpin.
“Ada forum anak Natuna dan forum generasi berencana. Satu dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (KemenPPPA), yang satu dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga atau BKKBN. Jadi di SMP, SMA kita bentuk Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R). Anak-anak bisa bergabung di PIK-R untuk mengetahui apa saja sih yang harus dihindari oleh remaja,” ungkap Sri.
Menurut Sri, ada tiga hal yang harus dihindari oleh remaja. Pertama pernikahan usia dini, kedua pergaulan bebas dan seks bebas. Ketiaga hindari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif (Napza).
“Nah, tiga itu harus dihindari, sehingga tidak ada pernikahan usia dini. Pernikahan usia dini itu tinggi loh di Natuna. Tahun 2023 kita nomor 2 tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau. Kalau tahun 2024 kita belum dapat, nanti akan kita minta data tersebut baik di Pengadilan Agama maupun di Kantor Urusan Agama atau di Kemenang,” sebut Sri.
Upaya lain dalam memberi perlindukan kepada perempuan dan anak-anak menurut Sri Riawati adalah melakukan koordinasi lintas sektor seperti Polres, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, OPD-OPD terkait, dan pihak kecamatan, hingga pemerintah desa. Tak hanya itu, pihaknya juga melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisasi, seminar, dan pelatihan buat perempuan, wali murid, guru-guru, serta para murid di sekolah.
“Sekarang sosialisasi atau edukasi tidak hanya sampai batas anak SMP, dan SMA saja, karena beberapa kasus terakhir terjadi pada anak SD. Kemarin ada kasus anak SD melarikan diri. Sekarang sasaran kami sampai ke SD. Apa menyebabkan anak-anak kita masih bawah umur berani melarikan diri ikut laki-laki, semua itu penyebabnya adalah HP. Makanya sekarang anak usia 4-7 tahun sudah tahu melecehkan anak-anak usia 3 tahun, mereka tahu dari mana? dari HP,” beber Sri.
Oleh sebab itu, Sri meminta kepada setiap orang tua bijak mendidik ana-anak terutama dalam memenuhi keinginan anak memiliki HP. Jika perlu anak-anak yang masih dibawah umur tidak izinkan menggunakan HP.
“Jangan anak nangis sedikit dikasih HP, itu tidak menyelesaikan masalah. Usahakan orang-orang tua sekarang yang punya anak-anak balita kalau bisa batasi menggunakan HP. Jika perlu menggunakan HP didampingi orang tua, supaya jangan sampai ada situs-situs tidak layak ditonton oleh anak menyebabkan anak nikah usia dini. Termasuk kasus ITE juga dikarenakan HP. Mulai sekarang yang punya balita, batasilah anak-anak kita menggunakan HP,” pungkas Sri.
Sebelum mengakhiri, Sri Riawati menyampaikan kepada orang tua jika merasa kesulitan mengasuh anak-anak dan ingin tahu bagaimana cara menyikapinya agar pelan-pelan berubah, bisa kunsultasi ke Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) sebagai Unit Layanan Terpadu Satu Pintu (UPTD) salah satu ruang informasi yang mereka siapkan secara khusus.
“Pola asuh orang tua itu penting. Pola asuh orang tua terhadap anak sampai usia 7 tahun beda dengan anak dari 7 sampai 14 tahun. Begitu juga dari 14 tahun sampai 21 tahun hingga remaja itu beda pola asuhnya. Kalau ingin konsultasi tentang anak, tentang keluarga, silakan datang ke Puspaga samping rumah Pak Sekda Boy Wijanarko, di Jalan Pramuka,” tutup Sri. (KP).
Laporan : Dhitto