Babat Terumbu Karang – Hutan Mangrove, PT BAI Kangkangi UU Nomor 27 Tahun 2007 ?

Terbit: oleh -37 Dilihat
Potret-suasana-saat-berlangsungnya-aktivitas-pengerokan-dan-penimbunan-perairan-laut-Kalang-Batang-Kabupaten-Bintan-Provinsi-Kepri-oleh-PT.-Bintan-Alumina-Indonesia

Bintan, (KP), – Sebuah perusahaan bernama PT. Bintan Alumina Indonesia (PT. BAI), diduga kuat kangkangi UU Nomor 27 Tahun 2007, tentang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang telah diperbaharui dengan UU Nomor 1 Tahun 2014. Pemilik perusahaan yang berdomisili di Republik Rakyat Cina (RRC) itu, diketahui telah merusak ekosistem laut jenis terumbu karang. “ Sangat di sayangkan kalau, misal dan seandainya karang tempat ikan beraktivitas yang indah di rusak alat berat, sangat miris masa depan anak-anak nelayan “ sebut pemilik akun facebook (fb) bernama Rasyid.

Potret-aktivitas-pengerokan-dan-penimbunan-perairan-laut-Kalang-Batang-Kabupaten-Bintan-Provinsi-Kepri-oleh-PT.-Bintan-Alumina-Indonesia-yang-merusak-terumbu-karang

Melalui akun (fb) miliknya, Rasyid mengirimkan beberapa buah poto, bersama sebuah rekaman video durasi lebih kurang 24:08 menit, menceritakan tentang suasana berlangsungnya aktifitas pengerukan, dan penimbunan karang di sekitar perairan laut Kalang Batang, Desa Gunung Kijang, Kabupaten Bintan Provinsi Kepri. Sejumlah poto dan rekaman tersebut di kirim langsung oleh Rasyid ke facebook Redaksi Koran Perbatasan pada tanggal 24 dan 27 April 2018.  “ Video ini, dari anak-anak nelayan Kalang Batang, Desa Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, tentang lahan pencarianya dirusak, dan ditimbun oleh PT. Bintan Alumina Indonesia. Hasil verifikasi ke BLH Provinsi Kepri, pemilik PT. BAI berdomisili di RRC, “ sebut Rasyid dalam tulisannya.

Potret-aktivitas-pengerokan-dan-penimbunan-perairan-laut-Kalang-Batang-Kabupaten-Bintan-Provinsi-Kepri

Selain ekosistem laut, Rasyid menyebutkan pihak terkait juga telah merusak sejumlah hutan bakau. “ Mangrove-pun ditebang dan dirusak, dalam UU RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pasal 73 ayat 1 huruf (b), menjelaskan, menebang dan merusak ekosistem mangrove, di ancam pidana penjara 2 sampai dengan 10 tahun penjara, dan denda sebesar Rp. 2 Milyar sampai dengan Rp. 10 Milyar Rupiah. Jadi yang dirusak bukan hanya karang, termasuk juga wilayah ekosistem mangrove. Sesuai karakteristik, tentunya dilindungi oleh UU, dari dua UU tersebut tidak ada satu kalimatpun yang menyatakan bisa di alih fungsikan atau di konversi, “ cetus Rasyid.

Potret-sejumlah-hutan-mangrove-berserakan-akibat-aktivitas-PT.-Bintan-Alumina-Indonesia

Lebih jauh lagi, melalui pesan WhatsApp, Rasyid menjelaskan verifikasi pengaduan atas PT. Bintan Alumina Indonesia, melalui Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kepulauan Riau, Bidang Pengaduan melakukan verifikasi. Berdasarkan verifikasi lapangan dan pemeriksaan dokumen yang berkaitan dengan izin lingkungan di temukan sejumlah fakta. ” Perusahaan berdiri sejak tahun 2012, dan beroperasi pada bulan September tahun 2013, dengan luas lahan +2.137 (Permohonan Pinjam Pakai Kawasan Hutan), dari yang dimohonkan seluas +2.775. Jenis usaha pengolahan dan pemurnian bijih bauksid. Pemilik perusahaan berdomisili di RRC, Direktur Utama di pimpin oleh Bapak Santony, dan Managernya bernama Zukarni Alfikri. Bahan baku pengolahan dan pemurnian bijih bauksid di datangkan dari sekitar Tanjungpinang, dan Kabupaten Bintan, termasuk pulau-pulau kecil di sekitarnya, ” jelas Rasyid.

Gambar-salah-satu-jenis-terumbu-karang-yang-ada-di-sekitar-perairan-tempat-berlangsungnya-penimbunan-dan-pengerukan

Sebagaimana di ketahui, analisis tentang perubahan UU Nomor 27 Tahun 2007 yang membahas tentang pengelolaan pesisir, dan pulau-pulau kecil di Indonesia tidak terlepas dari keanekaragaman hayati Indonesia. Karena Indonesia memiliki garis pantai lebih dari 99.000 kilometer panjangnya, dan ribuan pulau-pulau kecil di dalamnya. Hal ini menjadi tanggung jawab kita sebagai bangsa Indonesia, untuk tetap melestarikan dan menjaga sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 27 tahun 2007, yang baru-baru ini oleh pemerintah diubah, diperbaharui sesuai perkembangan zaman, dan keperluan demi kepentingan masyarakat, ke dalam UU Nomor 1 Tahun 2014.

Potret-alat-berat-di-sekitar-perairan-laut-Kalang-Batang-Kabupaten-Bintan-Provinsi-Kepri-oleh-PT.-Bintan-Alumina-Indonesia

Hal mendasari di lakukanya perubahan tersebut, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal-pasal terkait HP3 (Hak Pengusahaan Perairan Peisisir). Menurut UU ini,  hak atas bagian-bagian tertentu dalam perairan pesisir, untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain terkait dengan usaha pemanfaatan sumber daya pesisir, dan pualau kecil mencakup atas permukaan laut kolom air sampai dengan dasar laut pada batas keluasan tertentu. UU ini juga menjelaskan bahwa HP3 dapat beralih, dialihkan dan dijadikan jaminan utang dengan di bebankan hak tanggungan.

Gambar-screenshots-rekaman-video-yang-di-kirim-oleh-Rasyid-kepada-Redaksi-Koran-Perbatasan

Aufa Samake, Kabag Humas Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, ketika di minta keterangan terkait yang terjadi meminta agar Redaksi Koran Perbatasan mempelajari lebih lanjut ke dinas terkait. “ Ini harus kita telaah dinas terkait, “ sebut Aufa Samake melalui pesan WhatsApp telepon genggam milik pribadinya, Minggu (28/04).

Sampai berita ini di naikan, Redaksi Koran Perbatasan belum berhasil memperoleh keterangan lebih lanjut, dan sedang meminta kepada Kepala Perwakilan yang bertugas di Provinsi Kepri dan Kabupaten Bintan untuk segera menindaklanjuti kebenaran akan informasi yang disampaikan oleh saudara Rasyid melalui akun facebook, dan pesan WhatsApp kepada Redaksi Koran Perbatasan. (Amran).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *