REMBANG – Gugatan PT. Semen Indonesia kepada BPN Rembang tentang 9 titik akses jalan milik Desa Tegaldowo Gunem Rembang tak kunjung ada klarifikasi dari PT Semen Indonesia. Warga Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang kembali menjadi sorotan setelah warga melakukan aksi protes dengan memblokir akses jalan menuju pabrik semen, Selasa, 08 Oktober 2024.
Aksi ini terjadi setelah PT. Semen Indonesia menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Rembang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang terkait sembilan Sertifikat Hak Pakai (SHP) yang selama ini digunakan sebagai jalan pertanian dan desa. Sertifikat tersebut dipegang oleh Pemerintah Desa Tegaldowo dan mencakup lahan sekitar lima hektar.
Kepala Desa Tegaldowo, Kundari, menyatakan gugatan tersebut meminta BPN untuk membatalkan sertifikat yang menjadi aset desa. “Kami sudah memeriksa hasil gugatan itu. Mereka ingin membatalkan sembilan sertifikat milik desa, padahal ini adalah hak kami. Tidak bisa sembarangan membatalkan sertifikat tanpa dasar yang jelas,” tegas Kundari.
Menurut Kundari, semenjak dia menjabat melalui pemerintah desa sebenarnya sudah berusaha menyelesaikan permasalahan jalan, sampai muncul kesepakatan yang saat itu difasilitasi oleh Sekda, namun pihak PT. Semen Indonesia tidak menjalankan kesepakatan tersebut.
“Selama ini mereka bisa lewat, tapi anehnya tidak ada etika baik untuk datang dan berdialog dengan kami. Padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan pabrik semen, tapi mereka tidak menepati janji,” beber Kundari.
Salah satu poin kesepakatan yang dilanggar oleh pabrik, menurut Kundari, adalah minimnya penyerapan tenaga kerja lokal. Selain itu, proyek pembuatan jalan yang menghubungkan Tegaldowo ke Kembang dan Tegaldowo ke Wuni juga tidak direalisasikan dengan tuntas. Proyek ini baru sampai pada tahap pembukaan lahan, namun tidak dilanjutkan hingga selesai.
“Kami hanya ingin agar jalan yang mereka gunakan tetap menjadi aset desa, dan mereka mau berkomitmen sesuai dengan kesepakatan yang sudah ada. Jika tidak ada niat baik, aksi blokade ini akan terus berlanjut,” pungkas Kundari.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak PT Semen Indonesia belum memberikan tanggapan resmi terkait aksi warga maupun gugatan yang sedang berjalan di PTUN. Konflik antara warga dan pabrik ini pun semakin menegaskan pentingnya dialog yang lebih intensif dan transparan antara pihak desa dan perusahaan agar konflik serupa bisa diselesaikan tanpa harus berujung pada aksi protes dan blokade.
Kisah ini mencerminkan betapa rumitnya relasi antara warga lokal dengan industri besar yang beroperasi di wilayah mereka, terutama terkait dengan kepentingan ekonomi, hak atas lahan, dan perjanjian kerja yang melibatkan masyarakat sekitar. (KP).
Laporan : Suparjan