NATUNA – Akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Natuna, H. Umar Natuna, S.Ag, M.Pd.I, memastikan sudah ada banyak kemajuan di sektor infrastruktur, pada usia 22 tahun Kabupaten Natuna (12 Oktober 1999 – 12 Oktober 2021).
Menurutnya, jalan-jalan sudah terlihat lumayan bagus, gedung-gedung pemerintah juga sudah mulai lengkap, begitu juga dengan fasilitas umum, sudah berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
“Menjadi “PR” bagi pemerintah ialah bagaimana mengatasi ketergantungan Natuna pada sektor pangan. Kemudian Natuna juga masih kekurangan tenanga ahli dan dokter spesialis, serta belum adanya produk unggulan yang bisa dibanggakan,” ungkap Umar Natuna menjawab koranperbatasan.com di ruang kerjanya, Selasa, 12 Oktober 2021.
Contoh kecil kata Umar Natuna, distribusi telur ayam, dan pangan masih ketergantungan dengan pihak luar. Jika cuaca angin kencang, Natuna sering kehabisan stok. Sementara Natuna sendiri diketahui memiliki potensi.
“Nah! ini tantangan pemerintah, bagaimana ketergantungan pangan secara bertahap bisa diatasi,” imbuhnya.
Ia, menilai dari segi Sumber Daya Manusia (SDM), Natuna juga masih kekurangan tenaga ahli pada sektor pendidikan, perikanan, budaya dan pariwisata.
“Ahli perikanan dan pariwisata kita tidak punya, budaya tidak ada yang ahli betul. Kemudian di bidang pendidikan, yang ahli tentang kurikulum dan manajemen pendiidikan itu siapa,” pungkasnya.
Begitu juga dengan bidang kesehatan, Natuna juga terpantau masih belum memiliki dokter spesialis asli anak daerah, semuanya masih ketergantungan dari luar. Mestinya pemerintah daerah punya program, bagaimana menyiapkan tenaga-tenaga kesehatan di bidang spesialis tersebut, agar ketergantungan perlahan teratasi.
“Paling mendesak spesialis anak, kandungan dan penyakit dalam, karena itu berhubungan langsung dengan masyarakat banyak,” cetusnya.
Ia menjelaskan salah satu solusi untuk mengatasi ketergantungan yang dimaksudnya, pemerintah daerah harus memiliki program yang mengarah terhadap pesrsoalan tersebut. Seperti memberikan beasasiswa kepada dokter-dokter umum, kemudian guru-guru untuk melanjutkan pendidikan, sehingga mempunyai keahlian.
“Tetapi tentu setelah mereka menempuh pendidikan, diberikan fasilitas untuk mengembangkan itu. Misalnya ada lembaga, karena daerah kita terbatas, sumber penggerak ekonomi hanya APBD,” jelasnya.
Kabupaten Natuna, lanjut Umar Natuna juga masih belum memiliki produk unggulan yang bisa dibanggakan. Baik itu sektor perikanan, maupun pertanian, belum terlihat, padahal Natuna memiliki potensi tersebut.
“Sektor pertanian perkebunan kita punya kebun kelapa, tapi ini belum menghasilkan produk yang unggul, hanya jual kelapa bulat, paling maksimalnya kopra,” tuturnya.
Seharusnya, Natuna bisa memproduksi minyak kelapa yang masih asli, diikarenakan permintaan pasar cukup tinggi. Hanya saja memang modal awal cukup besar dan butuh keahlian. Namun, jika itu di dorong oleh pemrintah daerah melalui kelompok usaha masyarakat dan betul-betul dikontrol, pasti bisa berkembang.
“Mungkin kedepan kita kembangan produksi minyak kelapa asli, pokoknya Natuna punya namalah. Atau produk sektor perikanan, apa yang kita unggulkan, ikan asap kah, ikan asin kah, itu harus ada,” ujarnya.
Umar Natuna mencontohkan, Gorontalo terkenal unggul dibidang pertanian yaitu memproduksi jagung yang bisa memenuhi kebutuhan dalam provinsinya, sekaligus untuk diekspor. Sayangnya Natuna belum terlihat seperti itu, meskipun kaya dengan potensi.
“Minimal provinsi, sekarang ditanya apa produk unggulannya, susah mau jawab. Pemerintah bisa sebenarnya mengkondisikan itu, karena punya power, finansial keuangan, sumber daya, tinggal fokus atau tidaknya,” bebernya.
Program pemerintah daerah menurut Umar Natuna belum terlihat mengarah pada keunggulan apa yang harus dodorong. Sejauh ini masyarakat masih bertergantungan pada APBD. Oleh karena itu ia berharap bisa digunakan dengan sebaik-baiknya, agar menghasilkan.
Ia berharap pemerintah daerah bisa lebih fokus mempersiapkan sumber daya yang memiliki keahlian dibidang tertentu. Mempunyai program jitu agar secara bertahap bisa melepas ketergantungan dari pihak luar pada sektor pangan.
“Kita punya potensi lahan, mestinya hanya beli beras dan gula, yang lainkan bisa disiapkan disini. Pemerintah harus bersenergi dengan masyarakat, artinya ruang-ruang publik itu diperluas. Supaya masyarakat punya ruang untuk berpartisipasi, kalau tidak begitu masyarakat nantinya pasif terhadap rencana-rencana atau kegiatan-kegiatan pemerintah,” tutupnya. (KP).
Laporan : Johan