NATUNA (KP),- Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau akan mengusulkan kembali bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) dari SKK Migas untuk pengembangan Geopark Natuna menuju Geopark Dunia.
Usulan bantuan kerjasama jalur kontribusi Industri Hulu Migas yang beroperasi di wilayah Natuna tersebut untuk pengembangan geosite-geosite yang sudah masuk dalam Geopark Natuna.
Menurut Kadisparbud Natuna, H. Hardinansyah, SE, M.Si tahun sebelumnya Badan Pengelola Geopark Natuna telah menerima beberapa bantuan dari Industri Hulu Migas wilayah Sumatra Bagian Barat (Sumbagut). Bantuan tersebut dimanfaatkan untuk pembuatan penunjuk arah dan pelang nama di sejumlah geosite.
“Tahun 2019 kemarin ada penunjuk arah dan pelang di Geosite Tanjung Datuk, Batu Kasah, Pulau Akar bahkan Pulau Senoa dan juga Setanau, total semuanya ada lima,” sebut Hardinansyah kepada koranperbatasan.com di ruang dinasnya, Senin 03 Agustus 2020.
Katanya, bantuan tanggungjawab sosial dari Industri Hulu Migas ini sangat membantu dalam menggenjot perkembangan Geopark Natuna. “Jadi bisa membantu memenuhi amunitas akses masuk di suatu geosite. Dari CSR tahun 2020 ini kita dapat beberapa milyar dan nanti tahun 2021 kita usulkan lagi. Karena maunya mereka ini berkelanjutan dan bisa tuntas dari SKK Migas,” ujarnya.
Amunitas ini lanjut Hardinansyah, adalah akses ketika pengunjung hendak masuk ke suatu kawasan geosite seperti gazebo, MCK, musola, home stay dan lainnya. “Karena di suatu geosite memang harus dipenuhi sarana prasarana seperti di Batu Kasah itu ada pondok informasi, MCK dan lampu penerangannya. Hanya saja masih kekurangan air bersih, jadi perlu kita usulkan kembali,” jelasnya.
Sebagai Wakil Ketua I Badan Pengelola Perbatasan, Hardinansyah menyebutkan bahwa geopark tidak hanya sebagai objek wisata. Geopark juga bisa berfungsi sebagai bahan edukasi di dalam dunia pendidikan.
“Tujuan pertama ditetapkannya geopark itu sebagai konservasi atau perlindungan batu-batuan, flora dan fauna. Kemudian sebagai ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat dan bahan edukasi pendidikan seperti karya ilmiah dan tesis,” terangnya.
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan geosite-geosite hingga saat ini adalah status lahan yang belum dimiliki oleh pemerintah daerah. “Jadi kita mau minta izin tidak di kasih. Seperti kamarin kita inginkan yang di Geosite Pulau Senoa dan Senubing, akhirnya hanya dapat yang di Batu Kasah,” pungkasnya.
Bermitranya Badan Pengelola Geopark Natuna dengan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dalam pengembangan Geopark Natuna kata Hardinansyah dikarenakan kesiapan APBD Natuna terbatas.
“Ya kita memang minta support dari SKK Migas. Kami dari BP Geopark Natuna diminta untuk bermitra sama BUMN dan BUMS, jadi tidak hanya mengandalkan APBD. Karena APBD terbatas, makanya ada peran serta mereka dalam mensupport geopark ini. Terutama untuk kesiapan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat,” tutupnya. (KP).
Laporan : Sandi Kurniawan