NATUNA – Ketua LSM Formis Natuna, Ronny Kambey menyebut wakil rakyat Natuna macan tak bertaring alias macan ompong tidak mampu memperjuangkan hak-hak masyarakat. Sebab sampai hari ini, Rabu, 22 Januari 2025 jeritan masyarakat meminta agar haknya segera direalisasikan belum terjawab.
Kata Ronny, 20 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Natuna seharusnya tidak tinggal diam mendengar jeritan masyarakat meminta agar apa yang telah menjadi haknya segera di bayar. Sebab 20 Anggota DPRD tersebut bisa duduk di kursi empuk ruangan ber-AC berkat adanya suara rakyat.
“Mungkin mereka belum sadar amanah diberikan masyarakat setiap pemilu. Atau bisa jadi mereka memang tidak memikirkan masyarakat?. Cuma mikir koceknya sendiri, wajarlah sampai sekarang TPP ASN belum bayar, gaji harlep belum bayar, kontraktor juga belum di bayar, termasuk kawan-kawan media kan?,” beber Ronny kepada koranperbatasan.com di kedai kopi miliknya Jalan Pramuka, Ranai, Rabu, 22 Januari 2025.
Menurut Ronny, jika 20 Anggota DPRD Natuna memahami fungsinya dengan benar pasti akan muncul dorongan kesadaran tinggi atas amanah diberikan masyarakat. Rasa bertanggungjawab terhadap amanah tersebut akan menguras pikiran mreka lalu mengelurkan suara lantang atas nama dan untuk kepentingan masyarakat.
“Kalau mereka faham dan amanah bukan sulit nyelesaikan masalah sekarang ini. Melalui komisi membidanginya panggil bupati, sekda, dan dinas terkait, bilang bagaimanapun caranya kami tak mau tau pokoknya hak masyarakat harus di bayar,” pungkas Ronny.
Lelaki berusia 73 tahun ini mengaku sudah khatam dengan sandiwara cinta palsu dipersembahkan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam mencari pembenaran. Alasan-alasan tersebar hingga sampai ketelinganya bukanlah hal baru. Penantian transfer dana dari pusat ke kas daerah ibarat syair para pujangga.

“Saya bukan baru lahir hari ini. Saya dulunya juga pelaku aktif menyuarakan suara masyarakat. Saya tau betul permainan di dalam sana mulai dari bupati pertama sampai sekarang ini. Kalau menunggu dana transfer pusat masuk itu bukan solusi, makanya wakil rakyat harus bersuara jangan diam. Kalau diam macan ompong namanya,” cetus Ronny.
Ronny menceritkan keterlambatan transfer pusat bukan baru hanya terjadi saat ini. Peristiwa serupa terjadi hampir setiap tahun, bedanya dengan tahun ini kebijkan pimpinan eksekutif dan legislatif Natuna terhadap kepentingan masyarakat kurang menggigit.
“Katakanlah transfer pusat belum masuk, kalau ketua dewan dan bupati mau berunding pasti ada solusi. Masalah ini dampaknya ke ekonomi masyarakat, makanya saya telepon minta dinaikan berita?. Contoh TPP ASN belum bayar, gaji harlep, kontraktor, termasuk media belum di bayar, kedai kopi saya jadi sepi,” terang Ronny.
Ronny menegaskan jika DPRD dan Pemda Natuna benar-benar serius memikirkan kepentingan masyarakat ada banyak solusi bisa diambil. Salah satu solusinya menurut Ronny menggunakan dana peryataan modal di bank.
“Zaman bupati sebelumnya pernah dilakukan ternyata bisa. Mana mungkin KPK mau tangkap kalau penggunaanya benar, kan untuk bayar gaji dan tunjangan. KPK tangkap kalau digunakan sembarangan. Dulu pembahasan ngambil kebijakan seperti ini saya pernah ikut, makanya saya tau,” tegas Ronny.
Ronny berharap benang kusut ini segera teruraikan oleh 20 wakil rakyat sebagai pembawa mandat rakyat. Jangan menjadi singa terlihat garang tetapi tak berkutik saat berhadapan dengan kepentingan rakyat.
“Bicara aturan coba buka kembali apa fungsi DPRD? Justru tidak bayar upah orang bekerja jelas melanggar aturan. Macam kontraktor kasian mereka entah darimana dapat duit nyiapkan proyek. Sudah siap tak cair pula, bisa jadi mereka dikejar hutang, terusterang ini PR buat wakil rakyat,” tutup Ronny.
Ketua DPRD Pastikan Sudah Berjuang
Menjawab teguran keras Ronny Kambey. Ketua DPRD Natuna, Rusdi memastikan DPRD sudah beberapa kali menanyakan hal tersebut kepada Pemda. Jawaban diterima masih tetap sama yaitu menunggu realisasi anggaran dari pemerintah pusat.
“Sudah kita suarakan, DPRD tidak diam, selalu komunikasi dengan pemerintah daerah, dan pemerintah daerah sudah meninggalkan bukti kepada kita apa yang mereka tindaklanjuti. Buktinya pemerintah daerah menyurati pusat dua kali,” kata Rusdi menjawab koranperbatasan.com melalui panggilan telepon, Rabu, 22 Januari 2025.
Menurut Rusdi tidak ada kata lain selain dari menunggu dana transfer dari pemerintah pusat masuk ke kas daerah. Sebab penggunaan anggaran di daerah harus mengacu realisasi pemerintah pusat.
“Tak ada kata lain, acuan kita pusat. Selagi pusat belum merealisasikan kepada daerah, kita harus nunggu. Sebab pemda sudah menyurati pusat dua kali, hasilnya tetap menunggu kabar dari pusat, ya tunggu saja,” ujar Rusdi.
Rusdi mengaku tidak tahu kapan dana kurang bayar sekitar Rp103 milyar akan disalurkan pemerintah pusat kepada Pemda Natuna. Namun ia berani memastikan dana tersebut tetap ditransfer. Oleh karena itu, sampai saat ini DPRD belum mengambil sikap kebijakan apa harus dilakukan.

“Oh tidak! pusat pasti mengirim karena belum ada bahasanya tidak mengirim. Saya tak punya hak jawab perkiraan. Kita buat gerakan lebih dari itu tidak bisa juga, kecuali uangnya sudah ada di daerah baru ada kapasitas kita koar-koar. Saat ini kapasitas kita nanya ke pemda, mereka bilang berdasarkan surat dari pusat jawabannya menunggu,” terang Rusdi.
Rusdi membantah keras peryataan Ketua LSM Formis Natuna, Ronny Kambey. Sebagai Ketua DPRD Natuna, ia meminta masyarakat tidak berprasangka buruk terhadap kinerja wakil rakyat.
“Cari solusi lain macam mana?, Pemda kan punya pedoman, dan acuan, dasarnya surat edaran dari pusat. Kecuali transfer pusat sudah masuk kas daerah terjadi kekurangan, boleh kita berpraduga. Saya belum bisa jawab itu, sebelum didiskusikan bersama pemda. Kecuali pemda bilang sudah diputus pusat dana tidak di transfer. Sekarang sifatnya menunggu, bukan hanya Natuna saja,” papar Rusdi.
Rusdi pun membuka sedikit keran pelomik, sebenarnya TPP Natuna dibayarkan sebanyak 14 bulan berbeda dengan daerah-daerah lain hanya 12 bulan.
“Setahu saya yang belum bayar itu TPP 13-14, artinya sudah bayar 12 bulan hanya tinggal dua bulan lagi. Kalau tidak dibayar boleh-boleh saja karena kebijakan daerah menyesuaikan kemampuan anggaran daerah,” beber Rusdi.
Lebih jauh Rusdi mengungkapkan sebenarnya TPP sifatnya tidak wajib. Jika daerah merasa mampu silakan diadakan. Namun sebaliknya jika daerah tidak mampu boleh tidak diadakan atau dikurangi.
“Misalnya kita melihat anggaran kedepan kecil tidak memungkinkan untuk mengadakan TPP maka bisa dikurangi, kemudian anggaran yang ada difokuskan untuk kebutuhan lain,” pungkas Rusdi.
Rusdi berharap masyarakat khususnya kontraktor, harlep, dan media, serta ASN yang selama ini menunggu pencairan TPP bisa memaklumi kondisi keuangan daerah. Kondisi tersebut menjadi resiko bersama karena bekerja dibawah naungan pemerintah daerah.
“Mengenai hak-hak kami anggota dewan tahun 2024 seperti gaji sama dengan PNS semuanya sudah di bayar. Tunjangan juga sudah kami terima pada tahun berjalan. Artinya sudah di bayar semua tidak ada masalah lagi. Memang ada beberapa SPPD kami saat melakukan perjalan dinas belum di bayar, anggaran tidak cukup,” tutup Rusdi. (KP).
Laporan : (Ran)