Terbentur Anggaran, Objek Budaya Tak Benda Milik Natuna Banyak Belum Terdaftar

Terbit: oleh -31 Dilihat
Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Natuna, Hadisun, S.Ag

NATUNA – Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Hadisun, S.Ag, menyebut delapan dari sepuluh objek budaya tak benda belum didaftarkan ke tim nasional sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Natuna.

“Sampai saat ini, yang  diakui dan sudah terdaftar sebagai WBTB Natuna baru dua objek. Pertama permainan rakyat yaitu Gasing, kedua kesenian yang terdiri dari Lang-lang Buana dan Mendu,” sebutnya menjawab koranperbatasan.com di ruang kerjanya, Rabu, 22 September 2021.

Hadisun menjelaskan, yang mendaftarkan dua objek budaya tak benda tersebut bukan dari pihaknya, melainkan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Tanjungpinang. Hal itu dikarenakan pihak BPNB Tanjungpinang yang melakukan riset, membuat Focus Group Discussio (FGD), film dokumenter dan naskah akademik.

“Makanya untuk mengajukan warisan budaya tak benda itu kami merencanakan menjalin kerjasama dengan pihak STAI Natuna untuk membuat naskah akademik,” terangnya.

Hanya saja kondisi atau kemampuan keuangan yang ada saat ini masih belum memungkinkan. Anggaran yang diberikan kepada pihaknya diakuinya belum maksimal untuk dapat melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan tersebut.

“Kami sudah membicarakan ini dengan Pak Umar Natuna, tetapi belum bisa realisasi, karena kondisi anggaran belum memungkinkan, kami tidak berani melaksanakannya, jika dipaksakan akan menjadi beban hutang,” ujarnya.

Terkait kesiapan anggaran ia sendiri tidak bisa memastikan apakah pada angaran perubahan tahun ini kegiatan yang telah diusulkan bisa dilaksanakan.

“Kita berharap terlaksana, mungkin tidak sebanyak rencana awal. Misal kita targetkan 15, setiap item harus ada naskah akademikya, film dokumenter, dan tahapan lainnya. Contoh objek kesenian seperti Tupeng Bunguran, atau objek pengetahuan tradisional seperti Tabel Mando. Semuanya per item harus ada,” pungkasnya.

Namun demikian, ia memastikan pihaknya akan tetap mengusulkan disetiap tahun anggaran. Meskipun sistem penganggaran bukan berdasarkan usulan, melainkan berapa anggaran yang tersedia harus memilih mana terlebih dahulu diprioritaskan.

“Misal diberi Rp 300 juta, untuk melaksanakan objek kesenian saja tidak cukup, makanya tidak bisa dikatakan gampang. Dari sepuluh budaya tak benda, yang mana mau di pilih dulu. Andai kata, misalnya diberi anggaran Rp5 miliar dalam setahun, dapat lah kita urus sedikit-sedikit,” tutupnya. (KP).


Laporan : Johan


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *