Natuna, (KP) – Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2017, selisih antara surplus defisit anggaran dengan pembiayaan netto, dalam penyusunan APBD tahun 2018 terkesan asal sebut. Karena, Bupati melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah memasukan asumsi anggaran SILPA kedalam RAPBD tahun 2018 sebasar Rp 80 milyar, sementara jumlah yang ada hanya sebesar Rp 2 milyar. Sebelumnya, DPRD telah mengesahkan RAPBD menjadi Perda APBD tahun 2018 sebesar Rp 1,015 triliun, yang didalamnya termasuk SILPA sebesar Rp 80 milyar. Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua I DPRD Natuna Hadi Candra, S.Sos kepada Koran Perbatasan, Rabu (7/3) kemarin, usai mengikuti rapat paripurna penetapan tujuh Perda.
Menurut Candra, SILPA berbeda dengan asumsi anggaran lainnya, karena tidak bisa dinegosiasi. Angka yang diasumsikan tidak bisa ditambah dan dikurangi, apalagi ditutupi. “ Tadinya diperediksi Rp 80 milyar, kenyataanya hanya tersisa Rp 2 milyar. Kalau SILPA sudah jelas tidak bisa dinegosiasi. Kalau mereka sudah memasukan anggaran asumsi SILPA di APBD, itu sudah harga mati. Artinya, Rp 80 milyar itu, seharusnya ada, tetapi yang ada cuma Rp 2 milyar, dan ini sudah tidak bisa diotak atik lagi. Karena ini bukan asumsi PAD, tetapi asumsi SILPA. Bagaimana pula ceritanya, mereka bisa menghitung SILPA sampai Rp 80 milyar, sementara yang ada hanya Rp 2 milyar, “ ujar Candra.
Selain SILPA, Candra menyebutkan, pihaknya sempat kecewa atas isu defisit anggaran yang diperoleh bukan dari eksekutif. Defisit terjadi karena beberapa faktor, seperti pelunasan hutang pembuatan kapal MV. Indra Perkasa, termasuk hutang ADD, dan tunda salur DBH triwulan keempat tahun 2017 yang belum dibayar oleh Pemerintah Pusat, total seluruhnya mencapai Rp 211 milyar. ” Rapat dengan Tim TAPD kemarin adalah inisiatif kami di DPRD. Begitu dengar ada isu defisit anggaran, mereka langsung kami panggil. Ternyata memang benar, APBD kita tahun ini defisit hingga Rp 211 milyar. Menurut keterangan dari Sekretaris Bappeda pengurangan ini, diketahui dari hasil rapat antara TAPD dan Sekda, pada tanggal 28 Februari lalu, “ beber Candra.
Asumsi anggaran selain SILPA menurut Candra masih bisa diperjuangkan, karena bergantungan pada turun naiknya harga minyak dunia. “ Kalau asumsi yang lainnya secara pribadi saya pasimis, karena dalam asumsi perhitungan belanja murni APBN tahun 2018 berdasarkan belanja harga minyak mentah, perbarelnya 45 dollar, hari ini harga jual minyak mentah dunia diketahui naik menjadi 65 dollar. Artinya ada kenaikan lebih kurang sekitar 20 dollar. Berdasarkan pengalaman, biasanya yang seperti ini, bisa tertutupi. Kecuali harga minyak mentah tidak naik, dia malah turun, jadi kita berdoa saja, dan saya masih sangat pasimis, “ imbuh Candra.
Politisi Partai Golkar itu, menyebutkan RAPBD yang telah disahkan menjadi Perda APBD tahun 2018 sebesar Rp 1,015 triliun masih diragukan. Karena tanda-tanda pengurangan sudah semakin jelas terlihat. “ Memang belum bisa kita pastikan, karena hari ini riak-riak APBD bakal tidak terpenuhi sudah mulai nampak. Contoh, dana Kesra tidak dibayar penuh, ini merupakan salah satu sinyal kalau APBD itu, bakal turun, karena Kesra merupakan tunjangan daerah terhadap kinerja pegawai. Termasuk honor guru yang belum dibayar, dan perencanaan kegiatan sampai hari ini juga belum jalan. Padahal kita sudah masuk bulan ketiga, “ tegas Candra.
Jika defisit anggaran benar-benar terjadi, Candra memastikan pihaknya akan bertindak cepat melalui politik anggaran. “ Kalau ini benar-benar terjadi, kita akan merekomendasi Bupati, untuk melakukan beberapa formula. Pertama proyek-proyek yang besar boleh dilelang tetapi menggunakan sistem tahun jamak. Artinya akan ada formula dari sisi yang kita sebut politik anggaran, untuk direkomendasikan. Kedua kita akan menselektif mana prioritas strategis daerah seperti, ekonomi kerakyatan, pendidikan, dan kesehatan. Sudah tentu tiga ini dulu kita sisihkan. Karena menjadi prioritas dasar masyarakat. Tidak ada lagi proyek-proyek besar, mungkin hotmix kita pangkas dulu. Karena dibidang kesehatan ada namanya natuna sehat, dan berobat geratis, sedangkan prioritas pendidikan ada beasiswa, dan honor guru non PNS. Politik anggaran ini, sangat mungkin untuk kita lakukan, karena DPRD berhak merekomendasi, jika APBD tidak terpenuhi, “ pungkas Candra.
Terkait yang terjadi, Candra memastikan pihaknya secara resmi akan memanggil Sekretaris Daerah, dan Kepala BPKPAD meminta pertanggunjawaban atas kesiapan anggaran yang dulu mereka ajukan kepada DPRD. “ Jadi kita masih menunggu Suryanto pulang, karena sedang mengikuti rapat liffting, begitu juga dengan Sekda, beliau masih diluar. Setelah mereka kembali, kita akan panggil dan meminta klarifikasi menjelaskan kembali kondisi keuangan. Kita ingin dengar langsung penjelasan dari Sekda, selaku pemegang otoritas pembelanjaan, juga sebagai Ketua TAPD. Apakah benar Rp 211 milyar yang dirapatkan pada tanggal 28 Februari itu adanya. Ataukah, dengan kenaikan harga minyak mentah dunia bisa menutupi kekurangan. Apakah dana tunda salur kita bisa dibayar, finalnya kita menunggu mereka pulang, “ tutup Candra. (Amran).