Pembuatan Minyak Kelapa Salah Satu Budaya Lokal di Natuna yang Mulai Dilupakan

Terbit: oleh -47 Dilihat
Gambar ilustrasi hasil olahan minyak kelapa salah satu kebudayaan lokal di Natuna yang mulai punah.

NATUNA – Desa Serantas, Kecamatan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna, rencananya akan mengadakan festival budaya desa pada tanggal 17 sampai dengan 19 November 2021 mendatang. Melalui program Pemajuan Kebudayaan Desa tahun 2021 dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) Republik Indonesia.

Daya Desa Serantas, Hasbulllah mengatakan terdapat beberapa perlombaan yang akan dilaksanakan dalam festival tersebut. Perlombaan yang utama ialah pembuatan minyak kelapa. Kemudian diikuti dengan perlombaan kayuh jungkong (sampan) dan kolek, menyelam manual tanpa alat bantu, kukur kelapa manual berpasangan.

“Peserta yang mengikuti lomba ialah warga Desa Serantas. Kita juga akan menampilkan beberapa budaya seperti zapin, silat dan lainnya,” sebutnya kepada koranperbatasan.com melalui telepon saluler, Jum’at, 29 Oktober 2021.

Kata Hasbullah, diutamakan lomba pembuatan minyak kelapa dikarenakan termasuk salah budaya lokal Natuna yang sudah mulai hilang. Seiring perkembangan zaman, perubahan terlihat jelas dimana masyarakat Natuna tidak banyak lagi mengkonsumsi minyak kelapa asli yang diolah sendiri.

“Padahal kelapa banyak di desa kita, kenapa tidak dimanfaatkan malah memilih minyak-minyak yang menggunakan bahan pengawet,” ujarnya.

Potret salah satu jenis jungkong (sampan) alat transportasi lokal Natuna yang juga mulai dilupakan.

Menurut Hasbullah, minyak kelapa asli dari segi kesehatan jauh lebih sehat dan karena tanpa bahan pengawet. Ketika masyarakat Natuna, khususnya Desa Serantas betul-betul menekuni bidang itu, maka akan mendapatkan income.

“Memang disamping itu, terdapat juga pengenalan terhadap cara pemanfaatan minyak kelapa yang baik. Ada workshop sedikitlah untuk kegiatan ini, yang jelas ini sesuatu yang ada di daerah kita, tetapi jarang dimanfaatkan,” cetusnya.

Kemudian lanjut Hasbullah, diadakan lomba kayuh jungkong (sampan) karena kemajuan teknologi masyarakat khususnya nelayan, sudah mulai menggunakan pompong dan sebagainya. Untuk yang masih menggunakan jungkong (sampan) mulai jarang, apa lagi kolek.

“Budaya itu sebisa mungkin jangan terlupakan,” tuturnya.

Ia berharap, dengan adanya kegiatan tersebut secara perlahan budaya-budaya lokal Natuna kembali dihidupkan. Terkhususnya pembuatan minyak kelapa, karena bisa mengangkat ekonomi masyarakat.

“Termasuk daerah wisata dan cagar budaya di Desa Serantas akan kita kenalkan juga. Mudah-mudahan semakin dikenali oleh masyarakat Natuna maupun dari luar,” tutupnya. (KP).


Laporan : Johan


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *