Hal yang Kita Sadari Namun Masih Kita Lakukan Pada Laut

Terbit: oleh -43 Dilihat

Penulis : Rahma Sarita


Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang


Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Program Studi Ilmu Kelautan (180254241005)


SIAPA yang tidak kenal laut? Semua orang mengetahui apa itu laut, tapi dibandingkan dengan laut orang-orang lebih menyukai pantai. Apa kalian tahu kalau perairan pantai sangat istimewa? Karna daerah pesisir pantai terdiri dari pertemuan hebat yaitu, air daratan dan lautan. Perairan daerah pantai juga disebut ekosistem yang dinamik dan unik. Karena uniknya ekosistem ini sehingga ekosistem ini memiliki keragaman yang sangat banyak dan unik.

Ekosistem ini memiliki potensi yang bisa dikembangkan seperti terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Karna dengan potensi itu bisa menjadi tempat berlindungnya hewan-hewan laut. Bukankah jika semakin banyak keberagamannya semakin banyak potensi? Dengan banyaknya keragaman ini banyak pula potensi.

Contohnya akar mangrove, khususnya Rhizop horaapicullata dan R. mucronata berperan sebagai perangkap sedimenter hadap komunitas padang lamun dan terumbu. Demikian juga peranan terumbu karang sebagai penghalang hempasan gelombang terhadap komunitas. Padang lamun. Kriteri umbai kata uburuknya parameter lingkungan perairan pantai bergantung pada hubungan interaksi ketiga komunitas tersebut.

Namun hal itu terkadang tidak disadari oleh masyarakat. Bahkan kita masih melakukan hal yang bisa merusak ekosistem ini meskipun kita mengetahui akibatnya. Beberapa hal yang terkadang menjadi kebiasaan beberapa masyrakat yang bisa atau bahkan menghilangkan populasi. Hal yang paling sederhana kita lakukan adalah membuang sampah sembarangan yang tanpa kita sadari bisa merusak suatu okosistem.

Kerusakan di wilayah pesisir atau ekosistem pantai paling berdampak kepada manusia karena nelayan akan banyak kehilangan mata pecaharian karena sebagian besar ekositem yang rusak adalah sumber hayati yang menjadi sumber hayati. Salah satu kerusakan yang sudah sering terjadi adalah pembukaan hutan mangrove.

Sering terjadi teki/cerucuk, masalah teki/cerucuk muncul karena pemanfaatan kayu berdiameter kurang dari 10 cm yang digunakan untuk pondasi rumah. Selain bermasalah terhadap regenerasi hutan, juga dapat menyebabkan terhambatnya proses suksesi hutan mangrove. Hal ini menyebabkan terjadi abrasi, dan hilangnya beberapa ekosistem pulau. Dan sangat disayangkan teki juga dilakukan di daerah-daerah jalur hijau hutan mangrove.

Secara singkat bahwa sumber utama pencemaran pesisir terdiri dari tiga jenis kegiatan, yaitu kegiatan industri (pertambangan timah dan minyak, angkutan laut dan pariwisata bahari), kegiatan rumah tangga, dan kegiatan pertanian. Sementara itu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketiga sumber tersebut berupa sedimen, unsure hara, pestisida, organisme pathogen dan sampah. Jika dianalisis secara mendalam, dapat disimpulkan bahwa kawasan-kawasan yang termasuk kategori tingkat pencemaran yang tinggi merupakan kawasan-kawasan pesisir yang padat penduduk, kawasan industry dan juga pertanian.

Dalam menguraikan limbah-limbah tersebut dalam air laut memerlukan waktu yang cukup lama. Misalnya untuk menguraikan limbah botol plastik di air laut diperlukan waktu sekitar 450 tahun dan kertas bekas karcis diperlukan waktu sekitar 2-4 minggu. Dengan demikian maka seandainya setiap hari laut suplai berbagai sampah kelestarian laut akan semakin terancam. Karena sampah-sampah tersebut memerlukan waktu lama untuk dapat diuraikan kembali dalam air laut.

Untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan yang berlimpah, banyak nelayan yang menggunakan bahan peledak dan alat tangkap yang merusak sehingga menyebabkan kelangkaan/kerusakan habitat yang ada. Pada umumnya, kerusakan terumbu karang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak bahan beracun (cyanida), dan juga aktivitas penambangan karang untuk bahan bangunan, reklamasi pantai, kegiatan pariwisata yang kurang bertanggungjawab, dan sedimentasi akibat meningkatnya erosi dan lahan atas.

Berdasarkan persen tutupan karang hidup dilaporkan bahwa kondisi terumbu karang di wilayah perairan Indonesia adalah 39% rusak, 34% agak rusak, 22% baik dan hanya 5% yang sangat bagus. Konsekuensi yang akan ditimbulkan akibat terjadinya aktivitas manusia untuk mengeksploitasi dan mengonversi habis daerah pesisirnya. Yaitu hilangnya dan terkikisnya pulau-pulau kecil di Indonesia. Abrasi merupakan salah satu dampak yang terjadi.

Pantauan media masa nasional sepanjang tahun 2005 menunjukkan bahwa sedikitnya telah terjadi 7 kasus abrasi pantai di seluruh wilayah Indonesia. Dari sekian banyak penyebab kerusakan lingkungan laut dan pesisir, pencemaran merupakan faktor yang paling penting. Hal ini disebabkan karena pencemaran tidak saja dapat merusak atau mematikan komponen biotik (hayati) perairan, tetapi dapat pula membahayakan kesehatan atau bahkan mematikan manusia yang memanfaatkan biota atau perairan yang tercemar.

Selain itu pencemaran juga dapat menurunkan nilai estetika perairan laut dan pesisir yang terkena pencemaran. Tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan lautan di Indonesia pada saat ini telah berada pada kondisi yang sangat memperhatikan. Sepanjang tahun 2008 terlihat bahwa kasus pencemaran di wilayah pesisir sedikitnya terjadi di 8 lokasi.

Berdasarkan hasil bahasan di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa menurunnya lingkungan di wilayah pesisir adalah diakibatkan oleh aktivitas manusia yang tidak bertanggungjawab, lemahnya penegakan hokum dan tidak adanya keterpaduan pembangunan di wilayah pesisir.

Oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir tersebut perlu dilakukan kebijakan yang lebih komprehensif, demokratis, berkeadilan dan bertanggungjawab. Selain itu juga kebijakan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut dalam era otonomi daerah ini harus mencerminkan adanya keterpaduan antar sector dan memperhatikan keadilan masyarakat.

Pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang berkelanjutan dan bertanggungjawab saat ini telah menjadi kebutuhan utama. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya laju degradasi sumber daya di wilayah pesisir dan lautan. Oleh sebab itu saat ini diperlukan suatu kerjasama yang sinergis antar stakeholders yang terkait dalam menyelamatkan sumber daya pesisir dan laut sebagai warisan bagi generasi mendatang. (KP).


Kiriman Pembaca Koran Perbatasan, Kamis, 30 Mei 2019


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *