Tajuk Editorial Redaksi
PERNYATAAN Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Natuna Provinsi Kepri yang akan menolak menganggarkan pelunasan hutang pengadaan Kapal Ferri Dinas Bupati Natuna, dalam pembahasan APBD-Perubahan tahun 2018 menuai polemik. Pernyataan yang disampaikan oleh Wakil Ketua I DPRD Natuna, Hadi Candra, S.Sos, pada Kamis, (06/09/2018) ini menjadi perdebatan.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Daerah masih belum melunasi sisa kontrak pengadaan Kapal Ferri Dinas Bupati Natuna tahun 2017 sekitar Rp10 miliar, atau 40 persen dari total pengadaan sebesar Rp26,88 miliar. Disamping itu, ditemukan kelebihan bayar sebesar Rp1,6 miliar. Karena ada beberapa rincian yang tidak dikerjakan. Temuan tersebut diperoleh dari hasil join audit Inspektorat bersama BPKP.
Berbagai argumen muncul ketengah masyarakat setelah mendengar padangan akhir dari sejumlah fraksi, ternyata menyetujui penganggaran tersebut dalam Rapat Paripurna Penetapan APBD-Perubahan tahun 2018 sebesar Rp983.504.776.674 miliar. Lebih-lebih lagi ketika mengetahui bahwa jumlah anggaran mengalami penurunan sebesar Rp31,6 miliar dari Rp1,015 triliun.
Padahal, jauh-jauh hari sebelum pengesahan APBD-Perbuhan dilakukan, Tim Banggar DPRD sepakat akan menolak pelunasan hutang kapal tersebut dianggarkan. Jika ingin dianggarkan, tentunya setelah melalui audit investigatif dari BPK RI, yang diminta oleh DPRD. Saat itu, Banggar DPRD memastikan bahwa pihaknya tidak akan berani menganggarkan. Karena DPRD punya hak untuk meminta kepada BPK, jika kegiatan di Pemerintah Daerah, yang menjadi prodak Perda, meragukan.
Keraguan itu muncul karena Inspektorat dan BPKP tidak melakukan audit pada proses perencanaan, pelelangan, dan penganggaran. Inspektorat dan BPKP hanya melakukan audit setelah termin terakhir, yang mereka lihat di lapangan. Malah ditemukan konsultan perencanaan dengan pelaksana satu perusahaa. Atas dasar itu, Banggar DPRD memastikan akan menolak pelunasan hutang kapal tersebut dianggarkan pada APBD-Perubahan. Karena tidak transparan, terkesan melanggar ketentuan UU tentang proses pelelangan.
Atas penganggaran itu, sejumlah masyarakat menganggap Banggar DPRD tidak serius menjalankan tugasnya selaku wakil rakyat. Suara-suara lantang yang mereka persembahkan kepeda rakyat seakan berubah menjadi sumbang. Keseriusan para wakil rakyat khususnya yang tergabung dalam Tim Banggar saat ini dipertanyakan. Beberapa orang tokoh masyarakat yang mengikuti serius perkembangan informasi tentang pengadaan kapal cepat milik Pemerintah Daerah mengaku heran.
Benturan yang melahirkan berbagai argumen ini seharusnya tidak terjadi. Sejumlah fraksi yang tergabung dalam Tim Banggar DPRD seharusnya menyampaikan penolakan tersebut kedalam pandangan akhir fraksinya, pada sidang Rapat Paripurna Pengesahan APBD-Perubahan berlangsung. Agar bisa diketahui oleh publik, bukan melalui sejumlah media masa yang terkesan menghakimi, pada akhirnya menimbulkan polemik berlebihan.
Terlebih lagi sampai tidak menghadiri sidang Rapat Paripurna Pengesahan APBD-Perubahan. Bahkan tidak menyampaikan pandangan akhir fraksinya. Karena hal tersebut bisa membuat masyarakat larut dalam persoalan hutang pengadaan kapal cepat bernama MV Indra Perkasa 159, yang dibuat pada tahun 2017, menggunakan APBD Natuna, sebesar Rp26,88 miliar. Sebab jika APBD-Perubahan tidak segera disahkan, tentunya akan berdampak buruk pada persoalan lain, seperti pelunasan tunda salur Dana Desa, pembayaran honorer gaji guru, dan bantuan sosial lainnya. (Koran Perbatasan, Kamis, 06 September 2018).