NATUNA – Kepala Satpol-PP Kabupaten Natuna, Irlizar membenarkan bahwa pihaknya telah mencabut spanduk yang terpasang disekitar Pantai Piwang, Ranai, pada Kamis, 26 Mei 2022 malam.
Kata Irlizar, spanduk yang mereka copot tidak sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Surat Edaran Bupati Natuna, dan terkesan memuat konten tidak jelas.
“Betul kami yang cabut, pertama untuk pemasangan spanduk di Pantai Piwang harus ada izin sesuai surat edaran bupati. Kalau lain-lain yang terpasang itu, sudah jelas, hanya sebatas ucapan selamat,” kata Irlizar, menjawab koranperbatasan.com melalui telepon, Kamis, 26 Mei 2022 malam.
Selain tidak memiliki izin, spanduk yang terpasang juga memuat konten-konten yang mereka anggap belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Inikan sesuatu yang masih hangat dibicarakan, karena dari pihak aliansi nuntut, pemerintah juga nuntut, lebih baik didudukan dulu. Makanya kami berinisiatif mengamankan spanduk yang berbunyi seperti itu,” sebutnya.
Menurut Irlizar, sampai saat ini belum ada satu pun pertambangan pasir kuarsa yang beroprasi di Natuna.
“Tambang saja belum jalan, siapa yang nambang? Kalau sudah ada kegiatan tambang, kemudian mereka pasang baru jelas. Ini belum ada kegiatan tambang, masih dalam proses,” tegasnya.
Intinya lanjut Irlizar, pemasangan spanduk di Pantai Piwang harus sudah mengantongi izin dan tidak berisikan konten menimbulkan multi tafsir atau hal-hal propokatif.
“Kepada kawan-kawan yang memasang spanduk pertama koordinasikan dengan pihak yang memberi izin, pasanglah spanduk yang kontennya tidak menimbulkan multi tapsir atau hal-hal propokatif. Silakan saja menyampaikan pendapat di ruang publik, tidak ada masaalah jika sudah ada izin,” terangnya.
Terkait izin, Irlizar meminta agar setiap yang ingin memasang spanduk dikawasan terbuka terlebih dahulu berkoordinasi dengan dinas perizinan, dan terkait konten bisa berkoordinasi dengan Bakesbang,
“Yang mengeluarkan izin PTSP terkait reklame dan spanduk. Kalau masaalah kontennya Kesbang. Kalau Kesbang dan PTSP merekomendasi boleh pasang, silakan pasang. Kita tidak melarang orang pasang spanduk. Kalau ada hal-hal yang belum jelas di masyarakat lebih baik tidak usah pasang,” pungkasnya.
Dalam hal ini, Irlizar mengaku sudah berkoordinasi dengan pimpinanya dan para penegak hukum sebelum melakukan pencabutan spanduk yang salah satunya bertuliskan “Jangan Menambang Pasir Berkedok PAD, Kerusakan Lingkungan Kami Anda Tak Peduli”.
“Kita sudah kasih tau pimpinan, koordinasi sama Pak Sekda dan Polres. Pak Sekda minta inisiatif dari saya di lapangan seperti apa. Jadi dasar saya mencabut adalah surat edaran bupati,” jelasnya.
Irlizar juga mengaku tidak tahu siapa pemilik spanduk yang mereka cabut. Hanya saja pada spanduk tersebut terdapt tulisan Aliansi Natuna Menggugat.
“Dan saya tidak tahu siapa yang punya spanduk itu, hanya tertulis aliansi. Sampai hari ini siapa aliansi itu, saya tidak tahu. Apakah sudah terdaftar di Kesbang atau sudah dibentuk ada badan hukumnya atau berdasarkan musyawarah disahkan oleh pemerintah,” cetusnya.
Lebih jauh Irlizar menceritakan pencabutan spanduk dilakukan bersama-sama dengan pihak kepolisian dan menyerahkan spanduk tersebut kepada yang datang meminta dan mengaku dari aliansi.
“Ada juga anggota polres dan kita sudah koordinasi, jadi ada kasat intel, kita sama-sama di lapangan, saya juga ada di lapangan. Kalau di lapangan atas perintah saya, karena berdasarkan surat edaran bupati. Kami tidak tahu orang aliansi itu yang mana. Spanduk yang kami amankan meraka bawa, posisinya di Pantai Piwang, tepatnya di pos ojek simpang tiga pramuka dan sukarno hatta,” ungkap Irlizar.
Menanggapi yang terjadi, Koordinator Aliansi Natuna Menggugat, Wan Sofian menyayangkan kebijakan Bupati Natuna, Wan Siswandi, tidak transparan menyikapi spanduk yang mereka pasang, sehingga dicabut oleh Satuan Polisi Pamong Paraja (Satpol-PP), Kamis, 26 Mei 2022 malam.
Wan Sofian menganggap kebijakan orang nomor satu di bumi laut sakti rantau bertuah melalui Satpol-PP yang mencabut spanduk berisikan penolakan masuknya pertambangan pasir kuarsa di Natuna berlebihan.
“Kebijakannya tidak transparan. Seharusnya bupati tidak boleh bersikap berlebihan, karena kebijakan penuh dengan kepentingan dan tidak pro rakyat,” beber Wan Sofian.
Sementera, Anizar Sulaiman, anggota Aliansi Natuna Menggugat menganggap yang terjadi merupakan suatu bentuk sikap arogansi tindakan represif dan merupakan suatu serangan yang bersifat intimidatif serta pembungkaman kepada aspirasi rakyat di tengah negara yang sedang berjuang menegakkan demokrasi dan kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum.
“Pertanyaan kepada aparat atas peristiwa itu adalah apakah aspirasi rakyat (alliansi) itu telah terang dan nyata menjadi ancaman bagi integritas negara dalam hal ini Pemkab Natuna???,” sebut Anizar.
Kata Anizar, terkait penurunan, lebih tepatnya “pembersihan” spanduk pernyataan sikap “minderheit nota” terbuka disemua titik terpasang (ruang publik) atas penolakan pertambangan pasir silika dan kwarsa yang ditaja/dipasang/bentangkan “Alliansi Natuna Menggugat” oleh aparatur negara dalam hal ini c/q Satpol-PP Pemkab dan Sat Intel Polres Natuna menurut hemat kami adalah merupakan suatu bentuk sikap arogansi tindakan represif.
“Dan itu merupakan suatu serangan yang bersifat intimidatif dan pembungkaman kepada aspirasi rakyat (Alliansi) di tengah negara yang sedang berjuang menegakkan demokrasi dan kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum,” tegasnya.
Sekda Kabupaten Natuna, Boy Wijanarko dan Kasat Intel Polres Natuna yang dihubungi koranperbatasan.com untuk diminta keterangan terkait yang terjadi sampai berita ini diterbitkan belum menjawab. (KP).
Laporan : Amran