Carut Marut Tambang Kuarsa, Pernyataan Bupati Terbantah Kades, Statement Kades Dibantah Warganya

Terbit: oleh -78 Dilihat

NATUNA – Kepala Desa Teluk Buton, Kecamatan Bunguran Utara, Doni Boy mengaku belum mengetahui seperti apa indikator dokumen studi kelayakan (FS) dan dokumen lingkungan (Amdal/UKL/UPL) pasca tambang kuarsa atau silika yang akan beroperaasi di daerahnya.

Ia hanya tahu jika perusahan beroperasi memberikan warna baru bagi perekonomian masyarakatnya, seperti terserapnya tenaga kerja lokal dan perolehen uang dari jual beli lahan, yang katanya sudah mencapai 300 hektar.

“Luas lokasi area tambang sekarang ini kalau dari yang telah di bayar dibebaskan kurang lebih 300 hektar. Semuanya sudah di bayar, urusannya langsung antara yang punya lahan dengan perusahaan. Harganya kalau tempat rawa sekitar 1.200, kalau datar dan kering 2.200 permeter,” tutur Doni.

Para pekerja saat ditemui di lokasi area bongkar muat pasir kuarsa, lengkap dengan beberapa buah alat berat, Rabu 11 Mei 2022.

Selain memastikan area pertambangan adalah kawasan hutan yang boleh digarap. Doni juga mengaku tidak mengerti seperti apa aturan yang harus dipatuhi dan dimiliki serta disosialisasikan perusahan kepada masyarakat sebelum penambangan dilakukan, sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dimana perusahaan harus melaksanakan ketentuan kegiatan sesuai SOP.

“Untuk saat ini kita belum diberikan bukti pasca tambangnya seperti apa, karena mereka belum bekerja. Dalam sosialisasi kemarin katanya AMDAL nyusul. Mereka juga cerita bahwa pertambangan ini jika berjalan menghasilkan 3 juta ton pertahun, masyarakat disini diutamakan untuk bekerja,” sebut Doni menjawab koranperbatasan.com, melalui telepon, Kamis, 26 Mei 2022.

Kata Doni, tidak ada satupun dokumen yang dipegangnya selaku kades, meskipun salah satu perusahan bernama PT. Bina Karya Alam diketahui telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan akan mengeruk pasir kuarsa atau silika di daerahnya.

“Kami tidak pegang dokumen-dokumen itu, karena waktu sosialisasi kemarin dari pihak kabupaten juga ada hadir. Walaupun kami tidak pegang, kami anggap surat-surat itu, semuanya sudah diketahui oleh pihak kecamatan dan kabupaten,” ujar Doni.

Menurut Doni, Pemda Natuna jauh-jauh hari sudah mengetahui bakal ada pertambangan pasir kuarsa masuk Natuna.

“Kalau kabupaten mengatakan tidak mengetahui, tentu waktu rapat kemarin mereka tidak akan turun pak. Ada juga yang tanya dampak lingkungan seperti apa, dan mereka sudah jawab, cuma saya lupa, karena sudah terlalu lama, sekitar 5-6 bulan lalu,” ungkapnya.

Tumpukan alat berat dari pengakuan pekerja didatangkan dari Dabo terdiri dari 15 unit dump truck, beko, greder, dan alat berat lainnya yang dibutuhkan sudah berada di lokasi tambang.

Setelah mengetahui dampak pasca tambang, sebagai Kades Teluk Buton, Doni berinisiaatif akan meminta dokumen-dokumen izin pertambangan tersebut dengan pihak perusahaan jika pekerjaan sudah dilakukan.

“Kalau nanti sudah bekerja, dan izin dampak lingkungan belum ada saya memang tidak berani pak. Cuma hari ini prosesnya belum sampai disitu, karena baru ditanya masyarakat setuju atau tidak, dan kami setuju karena ada kepentingan juga untuk masyarakat,” terangnya.

Lebih jauh, Doni menjelaskan, terkait izin, pihak perusahan dipastikannya telah berkoordinasi dengan pemerintah kabupatan.

“Kalau masaalah izin orang itu melewati kabupaten dan alat-alat berat itu masuknya di Penarik. Menurut saya orang di kabupaten sudah tahu, kecuali masuknya secara gelap-gelap. Jelas masaalah izin bukan ranah saya, tapi kalau nanti mereka mau kerja pasti akan saya tanya, mana izin bapak mau kerja disini,” jelasnya.

Terkait keberadaan alat berat, Doni menceritakan saat ini hanya sebatas digunakan untuk membuka jalan menuju area pertambangan.

“Sekarang mereka baru bikin jalan tembus menuju lokasi tambang. Saya pun belum pernah masuk dalam itu, jadi tidak tahu sudah sampai dimana. Memang belum sempat, kemarin mau masuk, tiba-tiba hujan,” tutur Doni.

Pernyataan Doni Boy selaku Kades Telok Buton sepertinya bertantangan dengan apa yang pernah disampaikan Bupati Natuna, Wan Siswandi dan Ketua DPRD Natuna, Daeng Amhar yang mengaku tidak tahu keberadaan perusahan tambang pasir kuarsa dengan alasan belum adanya sosialisasi dokumen tambang dan perizinan dari pihak perusahaan.

Sebagaimana dikutif dari dinamikakepri.com terbit Rabu, 11 Mei 2022 dengan judul “Terkait Tambang Pasir Kuarsa, Bupati Natuna: Belum Ada yang Melapor”. Dalam berita ini Bupati Natuna, Wan Siswandi menyebut tidak ada satu pun pihak perusahaan tambang pasir kuarsa yang datang menemui pemerintah daerah menunjukan kelengkapan legelitas perusahaan seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan dokumentasi kelengkapan lainnya.

Tampak lori berderet disekitar lokasi tambang, menurut keterangan pekerja didatangkan dari Dabo, Kabupaten Lingga adalah untuk mengangkut pasir kuarsa.

Bupati Natuna, Wan Siswandi bahkan dengan tegas memastikan sampai saat ini Pemda Natuna juga belum pernah mengeluarkan selembar kertas untuk perusahaan tambang pasir kuarsa tersebut, sebagaimana diberikan kwarta5.com terbit Rabu, 11 Mei 2022 dengan judul “Ini Pesan Keras Bupati Natuna Terhadap Perusahaan Tambang Pasir Kuarsa”.

“Untuk proses administari terkait izin usaha pertambangan bukan wewenang pemerintah daerah, tetapi wewenang kementerian atau Pemerintah Provinsi Kepri. Namun sampai hari ini pemerintah daerah juga tidak pernah mengeluarkan selembar kertas untuk perusahaan tambang pasir kuarsa,” ungkap Wan Siswandi.

Begitu juga Ketua DPRD Natuna, Daeng Amhar dikutip dari TribunBatam.id terbit Senin, 16 Mei 2022 dengan judul “Dinilai Bikin Resah, Ketua DPRD Natuna Angkat Bicara Soal Tambang Pasir Kuarsa”. Dalam berita ini Ketua DPRD Natuna, Daeng Amhar memastikan hingga saat ini DPRD Natuna belum menerima sosialisasi, dokumen tambang dan perizinan dari pihak perusahaan.

“Sejauh ini perusahaan tambang ini belum ada sosialisasi kepada DPRD secara kelembagaan, dokumen tambang, perizinan yang tembusannya ke DPRD Natuna juga belum ada,” ucapnya.

Wajar saja pernyataan Bupati Natuna, Wan Siswandi dan Ketua DPRD Natuna, Daeng Amhar dibeberapa media massa tersebut dibantah keras oleh Ketua HMKN Tanjungpinang-Bintan, Dendi Ardiansyah. Menurutnya pernyataan tersebut bagian dari kebohongan.

“Bukti nyata di lapangan alat berat sudah masuk dan sudah ada aktifitas. Tidak mungkin pemerintah daerah tidak mengetahuinya. Kami beranggapan itu semua kebohongan belaka. Tidak mungkin pemerintah tidak diberi tahu oleh perusahan-perusahaan tersebut. Tidak mungkin perusahan bisa sebebas itu masuk tanpa memberitahu ke pemerintah setempat,” tegas Dendi Ardiansyah di Kantor koranperbatasan.com Perwakilan Tanjungpinang-Bintan, Selasa 17 Mei 2022.

Ketua HMKN Tanjungpinang-Bintan, Dendi Ardiansyah dan para pengurusnnya saat bersilaturahmi di Kantor koranperbatasan.com Perwakilan Tanjungpinang-Bintan, Kamis, 26 Mei 2022 malam.

Sebagai Ketua HMKN, Dendi meminta Pemerintah Kabupaten Natuna bersikap tegas dan segera menghentikan aktifitas pertambangan tersebut.

“Kami berharap Pemkab Natuna tegas dalam mengambil kebijakan untuk menyelamatkan alam Kabupaten Natuna dari kerusakan pasca pertambangan. Kami sebagai mahasiswa yang berkuliah di Tanjungpinang-Bintan dengan tegas menolak masuknya perusahan-perusahan tersebut,” pungkas Dendi.

Saat mendatangai Kantor koranperbatasan.com Perwakilan Tanjungpinang-Bintan, Dendi sempat menjelaskan sedikit alasan penolakan yang mereka lakukan, selain dari pulau tempat yang dijadikan lokasi pertambangan sangat kecil dan sudah ada penduduk juga berdampak pada lingkungan.

“Kemudian berdampak buruk bagi ekosistem yang ada dan tentunya akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat kedepannya, karena lokasi pertambangan itu berada dikawasan pulau kecil yang sudah berpenduduk,” terangnya.

Tak hanya itu, Dendi juga mengaku penolakan mereka selaku mahasiswa murni bagian dari upaya menyelamatkan sektor pariwisata yang ada di Kabupaten Natuna.

“Kami juga menolek keras, untuk menjaga wisata alam Natuna, terutama keberadaan goepark yang sudah nasioal dan akan diusulkan internasional. Oleh karena itu, kami anak Natuna yang berkuliah di Tanjungpinang-Bintan dengan tegas menolak masuknya perusahan tambang tersebut,” ujar Dendi.

Dalam hal ini, Dendi memastikan pihaknya akan melakukan aksi turun ke jalan jika perusahaan-perusahaan tambang pasir kuarsa tersebut diberikan izin beroperasi di Kabupaten Natuna.

“Kami menegaskan jika kegiatan ini tetap dilakukan maka secara tegas kami nyatakan akan turun ke jalan melakukan aksi penolakan, karena yang kami bahas bukan hari ini, tapi untuk 5-20 tahun akan datang,” cetus Dendi.

Salah satu kawasan strategis lahan yang telah di beli oleh perusahaan untuk dijadikan kawasan pertambangan pasir kuarsa berada di Desa Teluk Buton, Kecamatan Bunguran Utara, Kabupaten Natuna.

Menurutnya, jika perusahaan-perusahan tambang pasir kuarsa dibiarkan masuk dipastikan alam Natuna akan rusak, meskipun saat ini pemerintah beralasan untuk menambah PAD bagi daerah.

“Alasan-alasan itu tidak bisa kami terima, demi menyelamatkan alam Natuna kedepan aksi penolakan ini harus kami lakukan,” beber Dendi.

Pada kesempatan yang sama, Reza Saputra, anggota HMKN yang ikut mendampingi Dendi saat mendatangi Kantor koranperbatasan.com Perwakilan Tanjungpinang-Bintan juga ikut menyampaikan pendapatnya.

Kata Reza, jika mengamati dari beberapa daerah yang sudah pernah dimasuki perusahan-perusahan tambang tentunya dapat menjadi pelajaran bagi Kabupaten Natuna, karena yang terjadi dibeberapa daerah pasca tambang adalah bukti nyata kerusakan alam.

“Kami menolak tegas perusahan-perusahan tersebut beroperasi di Kabupaten Natuna, karena tidak mungkin perusahaan sudah masuk pemertintah daerah tidak mengetahui. Kami menganggap itu pembohongan belaka, dan kami melihat ada banyak dampak negatifnya ketimbang positif,” tegas Reza.

Sebagai mahasiswa, Reza mengaku merasa terpanggil untuk lebih peduli akan keselamatan kampung halamannya. Ia pun dengan tegas menyatakan akan menolak masuknya perusahan tambang tersebut.

“Meskipun perusahan-perusahan dan pemerintah setempat punya argumen serta analisa tersendiri. Kami dari mahasiswa juga punya alasan tersendiri, sehingga dengan tegas kami nyatakan menolak masuknya perusahan-perusahaan tambang, karena kami cinta daerah kami, karena kami yakin akan berdampak buruk bagi daerah kami,” papar Reza.

Ketua HMKN Tanjungpinang-Bintan, Dendi Ardiansyah dan para pengurusnnya saat bersilaturahmi di Kantor koranperbatasan.com Perwakilan Tanjungpinang-Bintan, Kamis, 26 Mei 2022 malam.

Beberapa hari kemudia, tepatnya pada Rabu, 25 Mei 2022, Dendi dan para pengurus HMKN Tanjungpinang-Bintan kembali bersilaturahmi ke Kantor koranperbatasan.com Perwakilan Tanjungpinang-Bintan.

Dalam silaturahmi tersebut, Arfi Zukri yang mengaku berdomisili di Desa Teluk Buton menyayangkan pernyataan Doni Boy selaku Kades Teluk Buton. Menurutnya tidak semua warga mendukung kegiatan tambang pasir kuarsa di daerahnya.

“Saya sempat telepon pak kades, dan saya lihat beberapa pernyataan beliau di media, mendukung masuknya pertambangan pasir kuarsa. Alasan mendukung yaitu faktor ekonomi masyarakat terbantu dari jual tanah. Namun menurut saya pribadi, masyarakat sepertinya terjebak oleh perusahaan tersebut,” cetus Arfi.

Arfi menilai tidak meratanya dan tidak terbukanya sosialisasi pasca tambang oleh pihak perusahaan juga maksud dan tujuan dibelinya tanah adalah jebakan bagi masyarakat setempat.

“Pertama tidak adanya sosialisasi secara terbuka, mereka kaki tangan perusahaan hanya mendatangi rumah-rumah pemilik tanah saja dan mereka hanya sampaikan ingin membeli tanah, tetapi tidak menjelaskan tanah dibeli untuk apa,” pungkas Arfi.

Mereka lanjut Arfi hanya mengatakan tanah yang dibeli untuk membangun, hal tersebut tentu saja menjadi tanda tanya bagi dirinya.

“Kalau mereka mengatakan membeli tanah untuk mengambil pasir kuarsa, mungkin ada pertimbangan dari masyarakat. Kemudian jadi pertanyaan juga bagi saya kalau kata pak kades membuka lapangan kerja misalnya sopir, mungkin kita bisa hitung hanya beberapa anak muda saja yang bisa bawa lori. Pasti nanti yang banyak kerja sebagai sopir lori itu, orang dari luar,” bebernya.

Arfi Zukri, HMKN Tanjungpinang-Bintan asal Desa Teluk Buton, Kecamatan Bunguran Utara, memberikan keterangan terkait masuknya tambang pasir kuarsa di Desa Telok Buton.

Diceritakan Arfi, dari hasil pembicaraan melalui telepon seluler antara dirinya dengan Doni Boy, lokasi pertambangan hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari permukiman warga desa. Selain itu, perusahaan juga berjanji tidak akan menggali lebih dari 6 meter saat mengambil pasir tersebut.

“Jelas ekosistem daerah itu akan rusak. Dampak bagi Desa Teluk Buton, karena dekat sama laut jika di kerok maka volume daratan menjadi rendah, bisa saja air laut naik, karena lokasi pertambangannya dekat sama laut. Nah, bagi yang mendukung masuknya pertambangan kuarsa tolong dipikirkan kembali dampak beberapa tahun kedepan,” pinta Arfi.

Atas dasar pemikiran itu, sebagai generasi muda asli Desa Telok Buton yang saat ini sedang mengenyam ilmu di bangku kuliah. Arfi berharap kepala desa rembuk kembali dengan seluruh masyarakat Desa Teluk Buton. Apakah sudah benar perusahaan tersebut diizinkan beroperasi.

Tak hanya Arfi, gadis manis berkerudung yang mengaku dari Sedanau Kecamatan Bunguran Barat, bernama Sulis Setiawati juga menyayangkan daratan Pulau Bunguran Besar dijadikan ladang pertambangan kuarsa.

“Menurut saya memang itu harus dirembuk kembali, karena tidak semua masyarakat tahu dan setuju. Barangkali hanya beberapa oknum saja yang mengetahuinya kemudian menyetujuinya sepihak. Makanya harus didukkan kembali dampaknya apakah lebih banyak manfaat atau sebelaiknya,” tambah Sulis.

Sebagai mahasiswa juga genarasi penerus Natuna kedepan, Sulis mengingatkan kepada pemerintah setempat untuk dapat mempertimbangkan kembali dampak pasca tambang pasir kuarsa tersebut.

Sulis Setiawati, anggota HMKN Tanjungpinang-Bintan asal Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat, menyampaikan pendapatnya kepada koranperbatasan.com terkait masuknya tambang pasir kuarsa di Natuna.

“Tolong dipertimbangkan lagi, jangan sampai kedepan masyarakat dirugikan hanya karena untung sesaat. Mungkin ekonomi di wilayah tersebut terbantu, tapi bagaimana kedepannya, kita tidak tahu. Seperti di daerah Kalawal Kabupaten Bintan, kalau tidak salah saya ekosistem disitu menjadi rusak,” ujar Sulis, Kamis, 26 Mei 2022 di Kedai Kopi Bahagia Tanjungpinang.

Sulis tak membantah jika pertambangan pasir kuarsa memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat setempat. Namun masyarakat juga harus memikirkan dampak kedepan seperti apa.

“Memang ada masyarakat yang terbantu masuknya perusahaan tambang itu. Tapi masyarakat juga harus lihat dampak selanjutnya terhadap genersai kedepan. Contohnya pernah saya lihat dan kebetulan pernah ditugaskan terkait dampak pertambangan. Ada air sungainya bau sekali, dan tidak layak lagi dikonsumsi oleh masyaralat setempat, begitu juga ekosistem bisa terjadi abrasi pantai,” terangnya.

Intinya lanjut Sulis, walaupun tanah tersebut tandus, tetapi termasuk kawasan tanah hutan. Intinya untuk Natuna dijadikan kawasan tambang pasir kuarsa saya rasa kurang tepat. Apalagi Natuna itu dikelilingi geopark, ada banyak ekosistem yang bagus di Natuna. (KP).


Laporan : Amran


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *