NATUNA – Ketua Komisi II DPRD Natuna, Marzuki, SH memastikan kegiatan mengeluarkan barang jenis tambang kuarsa atau silika dari daerah pabean Indonesia ke daerah pabean negara lain yang dilakukan oleh PT. Indoprima Karisma Jaya (IKJ) di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau sudah legal.
Keyakinan tersebut disampaikan Marzuki, melihat tidak adanya pemanggilan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) setempat terhadap perusahaan yang melakukan penambangan pasir kuarsa atau silika di Natuna.
“Pertama kalau tak berizin terlalu berani mereka ekspor. Kedua kalau tak berizin bagaimana cara mereka membayar pajak ke daerah. Ketiga kalau tidak ada izin mengapa Polres Natuna tidak hentikan kegiatan itu,” tegas Marzuki, menjawab koranperbatasan.com, Minggu, 18 Juni 2023 siang melalui telepon.
Politisi Partai Gerindra ini mengaku sangat yakin meskipun pihaknya tidak diberikan dan atau memegang bukti fisik kelengkapan dokumen perizinan ekspor yang dimiliki perusahaan tersebut.
“Memang tidak ada kewenangan kita mengecek hal itu. Namun kemarin kami ke distamben sempat menanyakan hal itu. Katanya izin mereka sudah lengkap, sehingga bisa ekspor. Seluruh izin terkait tambang kuarsa yang dilakukan PT IKJ sudah lengkap, itu Darwin Kadistamben sendiri yang ngomong,” terang Marzuki.
Marzuki mengakui memang sampai saat ini pihaknya belum diberikan selembar kertas pun terkait izin kegiatan tambang yang beroperasi di Natuna. Apa lagi saat pertemuan pihaknya dengan distamben bukan atas nama komisi, tetapi atas nama pansus dan bukan membahas hal tersebut.
“Pansus saat itu membahas tentang pendapatan daerah, karena kita sudah menerima PAD dari kegiatan tersebut, dan sambil-sambil juga kawan-kawan menanyakan tentang izin ekpor tersebut, katanya sudah ada,” ujar Marzuki.
Marzuki pun mensupport niat baik Ketua Umum (Ketum) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Tuntas Korupsi (Getuk) Provinsi Kepulauan Riau, Jusri Sabri yang ingin membawa kecurigaannya tentang perizinan ekspor pasir kuarsa di Natuna ke ranah hukum.
“Sebenarnya saya sepakat kalau LSM Getuk punya keinginan melaporkan hal tersebut. Biar semuanya terang berderang, agar tidak ada lagi kecurigaan masyarakat terkait kegiatan pertambangan di Natuna. Jangan cuma hanya cerita ingin melaporkan,” cetus Marzuki.
Kata Marzuki bukan tidak ada inisiatif untuk meminta dokumen perizinan yang menaruh kecurigaan publik. Tetapi secara logikanya, karena izin tersebut dikeluarkan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, sehingga pihaknya beranggapan bahwa semunaya sudah lengkap.
“Ketika mereka sudah menyetorkan pajak ke kas daerah berarti mereka sudah mengantongi izin. Kemudian jika tidak berizin tentu tidak akan tinggal diam Polres, Lanal, dan APH lainnya ketika mereka melakukan ekspor,” pungkas Marzuki.
Mengenai volume muatan pasir kuarsa yang dibawa keluar Natuna menggunakan mother vessel (kapal besar) juga tidak perlu diragukan lagi. Karena menurut Marzuki sudah ada Sucofindo dan Bea Cukai yang menagani hal tersebut.
“Disana ada mereka sebagai lembaga yang menganalisis, menginspeksi, dan mengaudit kegiatan ekspor itu. Jadi data yang mereka setor menjadi PAD masuk ke kas daerah yang kita terima berdasarkan data diperoleh dari Sucofindo dan Bea Cukai. Kita memang tidak menghitungnya, yang menghitung itu Sucofindo dengan Bea Cukai, karena mereka memiliki sertifikasi untuk menghitung itu,” beber Marzuki.
Lebih jauh Marzuki menyebut Pemda Natuna bisa saja membentuk tim khusus yang bekerja untuk menghitung volume saat kegiatan bongkar muat dilakukan. Namun harus memiliki tenaga ahli yang bersertifikasi.
“Menurut Distamben Kepri kalau Pemda Natuna ingin membentuk tim untuk menghitung itu boleh. Tetapi kita harus punya orang yang memiliki keahlian bersertifikasi di bidang itu. Walaupun kita buka google ketemu cara menghitungnya, namun tidak berlaku, karena yang dibutuhkan sertifikasinya,” tutup Marzuki. (KP).
Laporan : Amran