NATUNA – Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Natuna, H. Ismail Sitam, mengatakan untuk pertanian padi kondisi alam Natuna tidak sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Kondisi tersebut membuat Natuna sampai saat ini masih bergantungan beras dari daerah lain.
Kata Ismail Sitam Natuna memiliki kandungan asam yang cukup tinggi, sehingga kurang cocok untuk tanaman padi. Contohnya sudah banyak petani mencoba membudidayakan tanaman padi, namun hasil produksi didapat cukup minim, bahkan jauh dari kata maksimal.
“Memang untuk pengairan, sudah banyak air yang bisa dialirkan ke sawah-sawah. Tapi kadar asamnya masih cukup tinggi, sehingga padi di tempat kita tumbuhnya kurang subur. Lalu air itu bisa masuk menggenangi padi. Tapi tidak bisa keluar lagi. Padahal teknisnya tanaman padi itu, ada masa dimana dia membutuhkan air, dan ada masa dimana lahannya harus dikeringkan, ini yang menjadi kendala kita,” terang Ismail Sitam, Jum’at 17 November 2023.
Menurut Ismail Sitam, masalah lain penyediaan bantuan benih padi dan pupuk dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, sering terlambat. Ia mencontohkan, terkadang saat memasuki musim penghujan, dimana sawah-sawah petani siap untuk ditanami, namun bantuan benih padi dan pupuk lambat tersalurkan, sehingga masa tanam padi pun terlewatkan.
Namun demikian, Ismail Sitam tidak menyalahkan pemerintah pusat maupun provinsi. Sebab dalam penyalurannya, bantuan benih padi dan pupuk harus melalui banyak proses adminsitrasi. Mulai dari lelang, pengadaan, hingga pendistribusian. Kesemuanya itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
“Memang ada sebagian petani kita berinovasi dengan membuat benih padi secara mandiri. Namun hasilnya kurang maksimal. Kalau mau mendapatkan hasil maksimal, memang harus menggunakan benih dari produsen benih profesional, yang telah teruji kualitasnya. Tapi ya itu, sering terlambat datangnya. Kalau pun mau kita tanam di musim berikutnya, kualitas benihnya juga sudah menurun. Jadi seperti simalakama,” tutur Ismail.
Kemudian, lanjut Ismail Sitam, di Natuna, khususnya di Pulau Bunguran Besar, terdapat berbagai macam jenis hama perusak yang menjadi musuh besar bagi para petani. Seperti babi hutan, monyet, tikus, burung, ulat dan wereng, yang dapat mengganggu tanaman seperti padi.
“Makanya untuk di Natuna yang terbilang berhasil dalam penanaman padi itu di Desa Payak, yang ada di Pulau Serasan. Disana hama kurang, karena babi tidak ada, tikus dan burung kurang. Paling musuhnya hanya monyet, itu pun bisa diantisipasi. Tapi ya itu, produksinya masih sangat terbatas,” ungkapnya.
Lebih jauh Ismail Sitam menjelaskan, dari data yang ada di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Natuna, luas sawah siap ditanami padi tercatat sekitar 365 hektar. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 30 persen telah digarap dan berproduksi. Kemudian dari 30 persen luas sawah yang digarap, hanya mengasilkan gabah tidak lebih dari 30 persen dari produksi maksimal.
“Jadi kalau untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakat kita, memang masih sangat jauh. Bahkan bisa dikatakan, beras dari hasil padi yang ditanam itu, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan beras selama setahun bagi orang yang menanamnya. Makanya sampai sekarang pasokan beras kita masih bergantung dari luar daerah,” jelas Ismail Sitam.
Menurut Ismail Sitam, dalam hal ini Bupati Natuna, Wan Siswandi, memiliki rencana untuk mencetak sawah baru, dengan memanfaatkan aliran air dari Bendungan Tapau di Kecamatan Bunguran Tengah, dan Bendungan Kelarik di Kecamatan Bunguran Utara.
“Beliau sudah menyampaikan itu, agar bendungan yang ada itu bisa dimanfaatkan. Karena sayang. Pemerintah Pusat sudah bangun bendungan dan menghabiskan biaya ratusan milyar, namun belum difungsikan. Kedepan ini akan kita pikirkan, bagaimana bendungan yang telah ada bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian, khususnya padi, sebagai upaya mewujudkan Natuna sebagai lumbung pangan,” papar Ismail.
Kedepan, Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna, melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, akan membuat perjanjian kerjasama atau MoU dengan para pemilik lahan persawahan, agar lahan mereka kedepan tidak dialihfungsikan untuk hal lain, selain tanaman padi.
“Ini salah satu rencana dan langkah kita kedepan, supaya luas lahan pertanian kita tidak berkurang. Bahkan kalau bisa justru bertambah, agar kita bisa swasembada pangan, terutama beras,” tutup Ismail Sitam. (KP).
Laporan : Cherman