Hebat! Sidak Komisi II, PT Indoprima Karisma Jaya Akui Belum Punya Izin, Reklamasi Pantai Sudah Terbangun 270 Meter

Terbit: oleh -59 Dilihat
Rombongan Komisi II DPRD Natuna saat meninjau lokasi reklamasi pembangunan pelabuhan rencana bongkar muat material dan pasir kuarsa di Desa Pengadah, Selasa, 19 Juli 2022.

NATUNA – Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Marzuki, SH membenarkan bahwa perusahaan “hantu” yang membangun pelabuhan “cukong” di Desa Pengadah, Kecamatan Bunguran Timur Laut, belum mengantongi izin.

“Pekerjaan akan dilanjutkan ketika izin-izin sudah mereka kantongi. Baik Amdal, maupun izin mendirikan pelabuhan. Sepertinya, tidak ada satu pun izin yang mereka kantongi,” ungkap Marzuki, usai meninjau kegiatan tersebut, bersama anggotanya, Selasa, 19 Juli 2022.

Marzuki menerangkan, aksi turun langsung mengecek kelapangan yang dilakukan oleh Komisi II DPRD Natuna, merupakan salah satu upaya untuk dapat menjawab keluh kesah masyarakat terkait pembangunan pelabuhan yang selama ini dianggap nakal.

“Kenapa Komisi II berkunjung ke pelabuhan itu?, karena pemerintah terkesan diam, tak menjawab pertanyaan masyarakat. Kita kan, berharap pemerintah, katakanlah sebagai eksekutor, apakah bupati atau pembantu-pembantunya, paling tidak bisa memberikan keterangan kepada publik,” terang Marzuki, kepada koranperbatasan.com, melalui panggilan telepon, Selasa, 19 Juli 2022 malam.

Ketua Komisi II DPRD Natuna, Marzuki, SH (baju putih tengah) menjawab pertanyaan wartawan saat meninjau lokasi reklamasi pembangunan pelabuhan rencana bongkar muat material untuk keperluan proyek APBN dan penambangan pasir kuarsa di Desa Pengadah, Natuna, Kepulauan Riau.

Selain berhasil mengetahui nama perusahaan yang telah berani melakukan reklamasi/penimbunan pantai, pada kawasan konservasi taman laut perairan Natuna, tanpa mengantongi izin terlebih dahulu, yang dalam penulisan media ini sebelumnya disebut perusahan hantu. Komisi II DPRD Natuna, juga berhasil mengetahui tujuan dan kegunaan dibangunnya pelabuhan tersebut.

“Ketika tak ada yang menjawab, maka kita Komisi II DPRD Natuna, berinisiatif berkunjung kesana. Kalau dikatakan sidak, mungkin tidak, karena sudah bocor duluan. Tadi di lokasi ada dari pihak perusahaan kita temui. Mereka juga didampingi penasehat hukum mereka, cuma saya tak tahu namanya. Kalau nama perusahaanya, PT Indoprima Karisma Jaya (IKJ),” ujar Marzuki.

Sedangkan tujuan dibangunnya pelabuhan tersebut ada dua, pertama untuk persiapan pengangkutan material proyek APBN. Kedua untuk persiapan bongkar muat tambang pasir kuarsa/silika.

“Mereka menjelaskan, pelabuhan di bangun untuk dua fungsi. Pertama untuk persiapan pasir silika. Jika jadi, maka di pelabuhan itu, tempat pengangkutannya. Kedua digunakan untuk material mereka, katanya yang menang kegiatan proyek pembangunan jalan Telok Butun-Kelarik. Akan tetapi, ketika kita tanya perizinannya, kata mereka dalam proses,” jelas Marzuki.

Rombongan Komisi II DPRD Natuna saat meninjau lokasi reklamasi pembangunan pelabuhan rencana bongkar muat material untuk keperluan proyek APBN dan penambangan pasir kuarsa di Desa Pengadah, Natuna, Kepulauan Riau.

Aksi nekat pemilik perusahaan tersebut menurut Marzuki, punya alasan tersendiri. Kepada Komisi II DPRD Natuna, mereka beralasan antisifasi banturan cuaca ekstrem, persiapan pengangkutan material, pekerjaan proyek APBN yang kabarnya belum dilelang, namun sudah sempat viral di Natuna, karena angkanya terbilang fantastis.

“Bahwasanya ini mengingat pekerjaan yang Rp100 miliar lebih itu. Katanya di Natuna kalau sudah bulan 9 cuacanya ekstrem. Sehingga mereka membuat pelabuhan itu, menargetkan material mereka untuk pembangunan jalan yang Rp100 miliar lebih itu. Supaya pekerjaan mereka nanti bisa diselesaikan tepat waktu. Jadi itu alasannya,” tutur Marzuki.

Marzuki menegaskan, Komisi II DPRD Natuna, akhirnya meminta agar reklamasi/penimbunan pembangunan pelabuhan di pantai Desa Pengadah, sepanjang 300 meter dan telah selesai dikerjakan sepanjang 270 meter, tersisa sekitar 30 meter tersebut segera dihentikan, sampai semua izin dikeluarkan.

“Menurut mereka dari 300 meter rencana yang akan di bangun, sudah terbangun sekitar 270 meter, hanya tinggal 30 meter saja. Tapi kita sudah sampaikan, sebaiknya mereka stop dulu pekerjaan itu, sambil menunggu selesainya segala izin yang menyangkut tentang pembangunan pelabuhan itu,” tegas Marzuki.

Sungguh hebat! kehadiran Komisi II DPRD Natuna saat itu bagaikan gayung bersambut. Segala pertanyaan yang dilontarkan para wakil rakyat, terjawab secara arif dan bijaksana oleh pihak perusahaan.

“Menurut mereka, mulai hari ini sudah diminta menghentikan pekerjaannya lewat DLHK Provinsi Kepri. Katanya DLHK Provinsi Kepri sudah satu minggu disini. Saat kunjungan, DLHK Provinsi Kepri didampingi DLH Kabupaten Natuna. Saya bersyukur sekali ketika DLHK Provinsi mau mempending pekerjaan itu, walaupun sedikit terlambat, dan pekerjaan mereka sudah hampir selesai. Hanya tinggal 30 meter saja lagi,” pungkas Marzuki.

Rombongan Komisi II DPRD Natuna saat meninjau lokasi reklamasi pembangunan pelabuhan rencana bongkar muat material untuk keperluan proyek APBN dan penambangan pasir kuarsa di Desa Pengadah, Natuna, Kepulauan Riau.

Lebih jauh, Marzuki menjelaskan, dari hasil kunjungan yang mereka lakukan berhasil menjawab keingintahuan masyarakat terkait pembangunan apa, dan kegiatan apa-apa saja, serta siapa yang membangun.

“Jadi sudah kita temukan, sebetulnya ini menyangkut kewenangan. Artinya kewenangan tentang seluruh izin itu, ada di provinsi. Kalau belum dihentikan, kita berencana mengirim surat ke DLHK provinsi. Tapi kalau memang sudah dihentikan, artinya mereka sudah bergerak untuk itu. Kalau kita, yang jelas tidak ada kewenangan. Tapi kita tetap berharap, paling tidak diberi tahu lah,” cetus Marzuki.

Dalam hal ini, Komisi II DPRD Natuna meminta agar Pemda Natuna bersikap arif dan bijak dalam memasukkan poin-poin penting, terkait persyaratan pembuatan izin yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Kepri.

“Kami harap DLH Kabupaten Natuna mampu menyampaikan poin-poin yang dianggap perlu, untuk menjaga daerah kita. Supaya kajian Amdal tidak merugikan pihak-pihak lain. Artinya harus saling menguntungkan. Sebetulnya saya berharap pemerintah daerah lebih komunikatif.

Jangan apa yang terjadi seolah-seolah di Natuna tidak ada orang, tidak ada pemerintahan. Sepahit apapun itu, katakanlah, biar masyarakat merasa ada pemerintahan. Jangan ketika muncul persoalan, satu pun tak bisa dikonfirmasi,” imbuh Marzuki. (KP).


Laporan : Amran


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *