Sambut Bulan Suci Ramadhan, Lintas Organisasi Menyatu Dalam Budaya Melayu

Terbit: oleh -41 Dilihat
Sabran, saat memperkenalkan ragam tanjak warisan dan pakaian Melayu serta cara menggunakan kain samping

KEPRI – Lintas organisasi di Provinsi Kepulauan Riau meletakan batu pertama pernyataan sikap secara lisan sepakat menyatu dalam ragam budaya Melayu, mengontrol dan menggenjot pembangunan di daerah.

Ungkapan bersatu tersebut disampaikan sedikitnya oleh 14 organisasi pada acara kenduri budaya Melayu menyambut bulan suci Ramadhan 1443 Hijriyah 2022 Masehi, di Batu Tulis, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, Sabtu, 26 Maret 2022.

“Kegiatan ini terlaksana dari hasil bersambang, dimana ada keinginan menyatukan budaya Melayu,” kata Aryandi, Ketua DPP Generasi Anak Melayu (Geram) Kepri Bersatu saat membuka acara.

Aryandi, Ketua DPP Generasi Anak Melayu (Geram) Kepri Bersatu (sebelah kiri) dan tamu undangan rombongan dari Kabupaten Natuna.

Pada kesempatan itu, Raja Ariza selaku tuan rumah ketika diminta menyampaikan sambutan menyebut ide-ide posistif dari beberapa komunitas dan lintas organisasi yang ingin menghidupkan budaya Melayu di Provinsi Kepri harus diapresiasi.

“Dengan cara seperti ini kemelayuan kita bisa bersatu. Saya mengapresiasi panitia yang mebuat acara ini, semoga bisa berlanjut. Meskipun acaranya hanya seperti ini, tetapi kita semua bisa merasakan kebersamaan,” ungkap Raja.

Wan Saharudin utusan dari Laskar Merah Putih (LMP) Kota Tanjungpinang juga mengaku sependapat dengan apa yang telah disampaikan Raja Ariza selaku tuan rumah.

“Walaupun saya dari Bengkalis tetapi saya cinta Melayu, jadi kita tidak boleh terkicuh apa lagi berpecah belah, dan saya sangat mengapresiasi kepada yang membuat acara ini,” ujarnya.

Raja Ariza selaku tuan rumah tampak sedang bersendagurau dengan tamu undangan.

Menurut purnawirawan polisi yang mengaku sudah pernah bertugas diberbagai daerah tersebut, acara yang diadakan dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan ini dapat mempererat hubungan silaturahmi.

“Semoga memperoleh hikmah, karena melalui acara seperti ini kita bisa saling mengenal. Harapan saya semoga silaturahmi ini terus berlanjut, dan nanti kalau ketemu di jalan mohon tegur dan sapa, karena kita sesama orang Melayu,” pungkasnya.

Ungkapan seirama juga disampaikan oleh Amran, Pemimpin Redaksi (Pemred) koranperbatasan.com. Kata Amran sesama orang Melayu kita harus saling memaafkan, karena bulan ramadhan adalah bulan penuh ampunan.

“Tradisi menyambut bulan suci ramadhan seperti ini salah satu kegiatan positif yang harus dibudayakan dan menyambung tali silaturahmi sebuah keharusan bagi orang Melayu,” sebut Amran.

Amran, Pemimpin Redaksi koranperbatasan.com saat diminta menyampaikan pandangan terkait ragam budaya Melayu.

Amran menegaskan, pemerintah setempat harus peka melirik semangat generasi muda yang memiliki ide-ide cemerlang dan berbakat serta berkeinginan melestarikan budaya Melayu di tanah Melayu, agar mereka bisa berkembang dan mampu mewariskan pengetahuannya kepada generasi berikutnya.

“Harus ada pengayom diantara lintas organisasi ini, supaya mereka bebas bekarya dan bisa berkembang. Siapa pengayom itu? tentu saja pemerintah! baik daerah maupun provinsi melalui lembaga adatnya seperti LAM,” tegas Amran.

Lebih jauh Pemred Media Siber yang berdomisili di Kabupaten Natuna itu, meminta kepada pemerintah setempat untuk tidak merasa bosan membuat acara pergelaran kebudayaan terutama budaya Melayu.

“Harus bangga dengan budaya kita. Kalau bisa berikan hak paten setiap kebudayaan yang kita milik di daerah ini seperti tanjak, silat, lagu-lagu daerah, dan tarian, termasuk alat musiknya. Seperti acara hari ini membuat pameran-pameran produk Melayu, pemerintah dan LAM harus bangga, menurut saya acara ini keren,” cetus Amran.

Komunitas reptil sedang memperlihatkan aksinya bermain ular berbisa jenis king kobra, tamu undangan sempat tegang.

Kegiatan yang berlangsung juga dijadikan momentum dari salah satu pendiri Forum Tanjak Warisan (FTW), Fakhru Reda. Ia mengajak secara bersama untuk memanfaatkan tempat yang ada sebagai rumah bagi lintas organisasi Melayu.

“Mungkin kita bisa jadikan tempat ini sebagai tempat kita ngumpul sambil belajar dan membahas tentang budaya seperti cara membuat tanjak, dan mengenakan kain samping serta masih banyak lagi,” tutur lelaki yang sempat memperlihatkan keterampilan silatnya kepada tamu undangan saat itu.

Penguatan ajakan bersatu juga disampaikan oleh Izam, Ketua Geram Kabupaten Bintan yang mengibaratkan pertemuan dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan tahun ini seperti menikahnya sepasang muda mudi.

“Sudah menikah jangan bercerai lagi, karena perbedaan itu adalah rahmat. Baju boleh berbeda, lambang juga boleh berbeda, melalui momen ini mari kite bersatu,” ajak Izam.

Penampilan silat oleh Pasukan Adat dan Marwah Gagak Hitam Sambang Bintan.

Selain menikmati aneka makanan Melayu yang dihidangkan panitia, tamu undangan yang hadir saat itu juga diperkenalkan dengan berbagai ragam budaya Melayu seperti persembahan silat yang ditampilkan oleh Pasukan Adat dan Marwah Gagak Hitam Sambang Bintan.

Tak hanya itu, Sabran yang mewakili organisasi Forum Tanjak Warisan dan Saudagar Tanjak juga sempat mengkampanyekan filosofi dan adab menggunakan tanjak beserta makna dari beragam tanjak itu sendiri, seperti makna simpul, termasuk tengkolok perempuan dan kain samping.

“Tanjak mempunyai syarat, pertama harus terbuat dari bahan kain. Kedua berasal dari kain segi empat, dilipat menjadi kain segi tiga. Tanjak juga memiliki tapak pada lipatan pertama, lipatan kedua dan seterusnya bernama bengkong. Bagian yang paling penting dalam tanjak adalah harus memiliki simpul. Simpul bermakna ikatan pernikahan terbagi menjadi dua bagian kiri dan kanan, menandakan ikatan pernikahan antara ayah dengan ibu. Dari ikatan pernikahan itu terjalinnya simpul pernikahan yang menandakan asal usul dari mana dia berasal,” terang Sabran.

Penggunaan tanjak lanjut Sabran, terbagi menjadi tiga. Pertama berdasarkan adat, yakni kebiasaan sehari-hari kehidupan masyarakat setempat. Kedua adat istiadat, yakni memiliki protokoler yang lebih mengarah pada ketetapan yang disepakati secara bersama-sama dalam suatu majelis. Ketiga adab, yakni menjunjung tinggi nilai-nilai penggunaan tanjak.

Salah satu jenis makanan khas Melayu yang ditampilkan untuk dinikmati bersama-sama dengan cara di hidang.

“Mohon maaf bukan menyalahkan, saya hanya meluruskan seperti yang saudara pakai itu bukan tanjak yang dimaksud, itu tanjak variasi tidak ada simpul dan lain sebagainya,” papar Sabran, seraya menujukan ibu jarinya dengan ramah ke salah satu tamu undangan yang menggunakan tanjak variasi.

Lintas organisasi yang menyatu dalam budaya Melayu saat itu juga sempat dibuat tegang oleh aksi berbahaya yang dipersembahkan oleh sekelompok komunitas reptil melalui permainan ular berbisa jenis king cobra. Suasana akrab penuh rasa kebersamaan itu akhirnya menyatu dalam alunan irama parade musik lagu Melayu. (KP).


Laporan : Deny Jebat


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *