BPN Sebut Hasil Survey Tanah Wakaf di Natuna Banyak Timbulkan Masalah

Terbit: oleh -33 Dilihat
Purwoto, A.Ptnh., MM, Kepala BPN Kabupaten Natuna

NATUNA – Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Purwoto, A.Ptnh., MM menyebutkan hasil survey menunjukan masih terdapat banyak kejadian-kejadian yang bersifat tanah wakaf menimbulkan suatu permasalahan, di mana terjadi gugatan oleh ahli waris.

Pernyataan tersebut disampaikan Purwoto saat mengisi kegiatan pembinaan terhadap nadzir serta penyerahan bantuan modal usaha menuju pengelolaan wakaf produktif, oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) Kabupaten Natuna, di Aula I Gedung STAI Natuna, Kamis, 21 Oktober 2021.

Menurut Purwoto, hal tersebut dikarenakan setelah terjadinya ikrar wakaf antara wakif dan nadzir tidak ditindaklanjuti dengan pembuktian sertifikat kepemilikan tanah.

“Padahal dahulu orang tua kita sudah berikrar dan niatnya baik, punya harta berupa tanah agar dikelola serta dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Tetapi masih di bawah tangan, artinya hanya lisan maupun tulisan saja. Jika bicara tentang aturan harus ada bukti autentik,” ungkapnya.

Kata Purwoto, pihaknya belum mengetahui berapa jumlah tanah wakaf secara keseluruhan dan tanah wakaf yang belum bersetifikat di Kabupaten Natuna. Namun atas kejadian-kejadian yang umum terjadi membuat pihaknya merasa prihatin.

“Kepada teman-teman staaf saya bilang, tolonglah di daerah tempat tinggalnya jika ada tanah wakaf untuk masjid, mushala, yayasan, organisasi, dan lainnya jika belum bersertifikat, segera saja dihubungi dan siapkan data-data administratifnya. Urusan pertanahan nol biaya (tanpa di pungut biaya-red) saya jamin,” tegasnya.

Ia menjelaskan, sertifikat adalah satu-satunya bukti buku kepemilikan hak atas tanah. Dalam UUD Pasal 33 Ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Suasana saat berlangsungnya kegiatan pembinaan terhadap nadzir dan penyerahan bantuan modal usaha menuju pengelolaan wakaf produktif

“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 4 hak menguasi adalah negara. Pemerintah hanya mengatur hubungan hukum antara masyarakat dan hak-hak atas tanah tersebut,” jelasnya.

Purwanto menerangkan, memberikan sebagian atau seluruh tanahnya dari wakif kepada nadzir yang telah ditetapkan penggunaannya, dalam Islam termasuk amal jariyah.

“Jika sudah bersertifikat di jamin selamanya tidak akan di tarik kembali oleh ahli waris. Namun apabila belum bersertifikat, tidak ada jaminan 100% dari pemerintah khususnya BPN,” imbuhnya.

Lanjut Purwoto, meskipun dahulu sudah terjadi ikrar antara wakif dan para nadzir, jika belum bersertifikat hak keperdataan tetap melekat. Jika terjadi peristiwa seperti seseorang meninggal dunia, maka secara hukum keperdataan tanah yang dimiliki orang tua adalah jatuh kepada ahli warisnya.

“Biasanya adalah anak-anaknya,” pungkas Purwoto.

Ia menuturkan, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 7 dan 8, wakif harus sudah dewasa, cakap hukum dan mampu melakukan tindakan-tindakan hukum.

“Dewasa itu apabila laki-laki sudah berusia 21 tahun, dan perempuan berusia 19 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah,” ujarnya.

Di akhir penyampaiannya, Purwoto mengajak para calon wakif kedepannya untuk memastikan betul-betul memiliki tanah yang bersifat tunggal dan bersertifikat sebelum diwakafkan.

“Tidak diikut campuri oleh kepemilikan-pemilikan keluarga. Tanah wakaf yang belum bersertifikat, diharapkan segara memenuhi persyaratan administratifnya,” pungkas Purwoto. (KP).


Laporan : Johan


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *