BINTAN – Warga Kepri bernama Musa mengeluh tanah bersertifikat miliknya yang dikelurkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2016 seluas 800 meter persegi tidak boleh dijual.
Padahal Musa mengaku sangat memerlukan uang dari hasil menjual tanah miliknya itu untuk kebutuhan mendesak. Sayangnya tanah tersebut tidak boleh diperjualbelikan kepada siapapun, karena statusnya telah berubah dari putih menjadi hijau.
“Tanah ini saya punya dan sudah bersertifikat dikeluarkan oleh BPN tahun 2016. Sekarang tanah ini ingin saya jual karena saya perlu duit. Ketika hendak dijual kata Notaris, Kepala BPN tidak mau tanda tangan,” terang Musa kepada koranperbatasan.com di Kedai Kopi Batmen Batu 5 Bawah Tanjungpinang, Rabu, 23 Maret 2022.
Menurut Musa, dari cerita pihak Notaris tempat dirinya mengurus akta jual beli, Kepala BPN tidak mau menandatangani surat tersebut, karena tanah miliknya telah berubah status menjadi hutan lindung.
“Kenapa bisa begitu saya juga tidak tahu. Memang saya belum pernah ketemu sama BPN, cuma kata Notaris begitu, yang bilang ke saya begitu adalah Notaris. Katanya Kepala BPN tidak mau tanda tangan, alasannya status tanah saya itu sudah jadi hutan lindung,” ungkap Musa.
Selain bingung akan status tanahnya yang telah berubah tanpa sepengetahuannya, Musa juga mengaku tidak enak dengan seseorang yang ingin membeli tanah tersebut. Karena orang yang ingin membeli tanah tersebut telah memberikan uang tanda jadi.
“Seharusnya kalau awal saya beli statusnya putih iya putih! Jangan dihijaukanlah! Waktu saya beli dulu tidak ada masalah dan suratnya ada semua sama saya. Jadi saya berharap BPN mau tanda tangan, karena tanah itu mau saya jual, bahkan yang mau beli sudah memberikan DP,” pungkas Musa.
Musa menjelaskan, tanah yang telah menjadi miliknya tersebut diperoleh dari membelinya dengan warga Bintan bernama Jakfar. Saat itu status tanah yang dibelinya putih bukan hijau.
“Saya belinya dengan Pak Jakfar tinggalnya di Lintas Barat. Posisi tanah itu berada di depan rumah Pak Jakfar menghadap Jalan Lintas Barat. Saya berharap Kepala BPN mau tanda tangan, karena saya mau jual, saya perlu uang,” cetus Musa.
Terpisah, Kepala BPN Kabupaten Bintan, Asnen Novijar membenarkan bahwa posisi tanah milik Musa masuk dalam kawasan hijau, dan belum boleh dijual.
“Contoh status tanah kantor kami ini saja hijau, baru tahun kemarin putih, ini Kantor BPN loh pak! Termasuk kantor-kantor lain yang ada di deretan ini. Sampai sekarang tempat parkir kami itu masih hijau,” kata Asnen menjawab koranperbatasan.com diruang dinasnya, Kamis, 24 Maret 2022.
Asnen menjelaskan, tanah Musa adalah bagian dari satu sertifikat besar yang diterbitkan pada tanggal 08 Juli tahun 1991 silam oleh Pemerintah Provinsi Riau. Seharusnya sebelum membuat akte jual beli yang bersangkutan terlebih dahulu mengecek posisi tanah tersebut.
“Sertifikat induknya terbit 8 Juli 1991, dari Provinsi Riau atas nama Anasden, beralih kepada Pak Jakfar tahun 2015. Kemudian tahun 2016 dipisahkan sebanyak 800 meter persegi dan dijualnya kepada Pak Wardiman maka terbitlah sertifikat ini. Setelah terbit dijual lagi kepada Pak Musa, inilah riwayatnya,” terang Asnen.
Menurut Asnen mungkin disaat surat tanah yang dipecahkan dari sertifikat induknya pada tahun 2016 masih bersetatus putih. Status tanah tersebut berubah menjadi hijau setelah diterbitkan Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
“Kami mengeluarkan sertifikat karena adanya permohonan dan surat ukur serta sudah ada tanda batas serta saksi. Mereka datang membawa itu semua minta dikelurkan sertifikat. Kalau mereka salah memberikan data suatu saat pasti akan terbukti. Jika buktinya tidak kuat sertifikat yang kami keluarkan bisa gugur di pengadilan,” cetus Asnen.
Namun demikian Asnen mengaku sertifikat tersebut sah secara kepemilikan, hanya saja tidak boleh dijual kepada siapapun karena statusnya masuk kawasan hijau. Secara prosedur sertifikat yang mereka keluarkan berdasarkan apa yang dibunyikan.
“Kami bukan APH, apa yang mau kami selidiki? Misalnya bapak datang kesini bawa surat dan semua bukti kepemilikan ada, tentu kami keluarkan sertifikatnya. Tapi kalau ada yang ingin menggugat silakan! Nanti juga akan terbukti siapa yang salah, karena kami hanya memberikan jalan,” tegas Asnen.
Terkait status tanah milik Musa yang dulunya putih berubah menjadi hijau, Asnen menyarankan koranperbatasan.com menanyakan langsung kepada dinas terkait yang menetapkan kawasan tersebut menjadi hijau. Sebab penetapan status dari putih menjadi hijau bukan kewenangan BPN.
“Pada saat terbit sertifikat tanah ini, keluarlah Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Sehingga statusnya berubah menjadi hutan. Bapak tanya saja ke kehutanan, bilang saja tanah orang ini kena, tanya sama mereka kenapa sekarang status tanahnya bisa jadi hutan. Nah, dari sinilah, karena sudah ada aturannya siapa yang berani nabrak aturan ini,” tutur Asnen.
Mungkin nanti lanjut Asnen, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bisa bantu menjelaskan kenapa pembuatan hukumnya belum bisa, karena yang akan membuat akta jual belinya nanti berasal dari PPAT.
“Sertifikatnya sah, hanya untuk pembuatan hukum belum bisa. Jika dulu daerahnya putih, berubah jadi hijau bahkan menjadi biru, kalau sertifikatnya masuk wilayah ini kami tidak bisa melakukan perbuatan hukum. Bukan berarti sertifikat ini tidak sah milik beliau. Sertifikat ini sah miliknya, cuma untuk melakukan perbuatan hukum belum boleh,” papar Asnen. (KP).
Laporan : Deny Jebat