NATUNA – Wan Sopian, tokoh masyarakat Natuna, menilai upaya yang dilakukan pemerintah baik daerah, maupun pusat terhadap dunia pendidikan di masa pandemi Covid-19 sudah sangat baik.
Pernyataan tersebut disampaikannya menanggapi adanya keluhan beberapa orang tua wali murid yang mengaku tidak memiliki cukup kemampuan dalam mengatasi pendidikan anak-anaknya di masa pandemi.
“Paket internat itu langsung di kirim, bukan diberikan berbentuk uang tunai, dan memang benar ada wali murid yang tidak paham, bahkan ada yang tidak punya HP Android. Memang itu problem saat ini, jangankan bantuan seperti itu, bantuan untuk masyarakat yang kemarin-kemarin itu masih ada yang tidak dapat,” ungkap Wan Sopian menjawab koranperbatasan.com, Selasa 13 Juli 2021 di Kedai Kopi Mangga Dua, Ranai.
Kata Wan Sopian, pemerintah saat ini terpantau sudah berusaha untuk berbuat seadil-adilnya, hanya saja pelaksanaan di bawah tidak semudah yang dibayangkan, masih terbentur dengan banyak persoalan dan terjadi hampir di seluruh daerah.
“Seluruh daerah itu sulit, seperti masaalah internet, bantuan untuk anak-anak sekolah semuanya bermasaalah, ada yang ganda, datanya doble. Jadi sekarang ini apa-apa yang bisa kita kerjakan kita kerjakan saja lah, karena pemerintah juga pusing dengan pendemi ini,” pungkasnya.
Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) yang pernah dipercaya menjadi wakil rakyat duduk di bangku parlemen beberapa tahun lalu, Wan Sopian mengaku tidak begitu tergoda untuk menanggapi suara sumbang dari arus bawah yang menghantam kinerja pemerintah saat ini.
“Saya (PDI-Perjungan-red) orang pemerintah, saya mendengar keluhan-keluhan, keritikan-keritikan nyinyir betul adanya. Namun saya anggap angin lalu, karena jika mereka di tunjuk pemerintah mungkin bisa jadi lebih parah dari saat ini. Jadi kita ambil positif tinkingnya aja, apa lagi soal agama, masjid di tutup kita berbesar hati saja lah,” tegasnya.
Wan Sopian menegaskan, bahwa pemerintah tidak mungkin semena-mena setiap membuat keputusan atas kebijakan yang dikeluarkannya. Semua aturan tentunya sudah melalui kajian yang diambil dari profesor dan para ilmuwan.
“Jangan sombong, kita ini baru seketek, paling tinggi S1, ilmu kita belum seberapa lah. Merekan itu, profesor jangan kita lawan, MUI misalkan itu tamatan S3, S2 minimal tamatan Kairo Mesir, mereka itu mempunyai kajian hafiz 30 juz di luar kepala semua, karena di MUI itu bukan sembarangan orang,” cetusnya.
Sebagai politisi senior yang juga tokoh masyarakat tempatan, Wan Sopian mengajak bersama-sama berbenah diri dan berbesar hati dalam menghadapi musbih yang terjadi saat ini.
“Nah itu, saya garis bawahi, intinya di tengah-tengah masyarakat dengan musibah Covid-19 ini, kita mau mencari keadilan tak akan ketemu. Karena keadilan yang hakiki itu, hanya milik Allah SWT. Jadi itu pendapat saya, dan saudara sebagai penulis harus berani memberikan edukasi positif supaya masyarakat mengerti,” ujarnya.
Wan Sopian mengakui memang ada banyak kelemahan yang harus segera dipecahkan secara bersama-sama khususnya untuk menyelamatkan anak-anak melalui dunia pendidikan di masa pandemi.
“Iya, banyak sekali kejadian, tidak semua orang tua berpendidikan, dan solusinya belum ketemu. Memang saat ini kita selaku orang tuanya harus bijak mencari tentangga atau saudara yang berpendidikan walaupun hanya tamat SMP, minta tolong tetangga, paling cuma itu caranya, karena belajarnya kebanyakan dari rumah menggunkan HP Android, memang pusing,” tuturnya.
Namun semua itu, lanjut Wan Sopian bukan keinginan, bahkan tidak ada yang menduga akan terjadi musibah dan membuat semua aktifitas tidak dapat berjalan normal seperti biasa.
“Benar, kalau berlarut-larut generasi bangsa ini bisa bodoh, tetapi apa boleh buat memang cuma itu yang bisa dilakukan pemerintah, siapa juga yang mau? tentunya tidak ada yang mau. Banyak orang pintar-pintar mengatakan kalau ini terus-terusan akan jadi begini begitu, justru dari itu makanya pemerintah mengeluarkan aturan dan kita ikuti lah aturannya, gunanya untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19,” jelasnya.
Lebih jauh Wan Sopian menerangkan, alasan untama kenapa tidak dibanarkan sekolah tatap muka adalah untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 dan aturan tersebut tidak dibuat sembarangan.
“Ingin normal, hilangkan dulu pandemi, sekarang anak naik kelas covid, lulus covid. Kasiannya yang baru masuk kelas satu SD, mereka lagi semangatnya sekolah, orang tuanya pengen melihat anaknya sekolah, tetapi hari ini tidak bisa. Jakarta itu penduduknya padat, kalau pemerintah mau menutup sekolah atau sekolah online itu bikin survey dulu ke wali murid. Jawaban wali murid tetap maunya di rumah, takut anaknya kenapa-kenapa, ini hasil survey bukan sembarangan tutup,” terangnya.
Berdasarkan hasil survey, lanjut Wan Sopian kebanyakan orang tuanya tidak membenarkan anak-anaknya masuk sekolah, karena masih kecil, mereka belum siap menjaga diri, bahkan belum bisa menjaga jarak sukanya kerumunan-kerumunan di sekolah.
“Nah, itu celah virus ini bisa menyerang, ini hasil survey bukan pemerintah semena-mena,” tutupnya. (KP).
Laporan : Hairil