TANJUNGPINANG – Pandemi yang berkepanjangan berdampak buruk pada pendapatan masyarakat kecil. Sebagaimana dialami Muhammad Nasir, nelayan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri.
Sejak pandemi melanda, Nasir tidak lagi memiliki penghasilan tetap, begitulah awal cerita Nasir kepada koranperbatsan.com akan perihal keresahannya, dengan wajah sendu ia mengungkapkan bagaimana dirinya mesti harus pandai-pandai untuk dapat bertahan hidup di masa pandemi yang tak kunjung usai.
Saat ini Nasir hanya mengandalkan jala yang selalu dibawanya menyusuri pelabuhan dan pelantar, berharap akan ada ikan yang dapat di tangkap.
“Jaring ada, jala ada tapi kemarin, bot udah rusak, hari-hari saya di pelabuhan pak, menjala ikan di pelabuhan dan pelantar-pelantar, karena sampan dan bot sudah enggak ada,” sebut Nasir sambil menundukkan kepalanya ke bawah.
Memenuhi kebutuhan hariannya, Nasir mengaku di bantu istri tercinta, itu pun jika memiliki modal istrinya akan membuat kue untuk di jual.
“Pandai-pandai kita lah pak, ada petik sayur saya kerjakan, gimana caranya bisa hidup pak, istri saya juga membantu, jika sedang ada modal buat kue untuk di jual pak,” cetus Nasir.
Sejauh ini, Nasir sempat mengaku bahwa dirinya pernah berusaha bergabung ke kelompok nelayan setempat, namun tidak berhasil dikarenakan kelompok nelayan telah penuh.
“Di Kampung Bugis kan pernah ada koperasi nelayan, kita mau masuk daftar, apa syaratnya kita ikut, kita ada kartu nelayan, namun katanya udah penuh, kamu bentuk ajalah yang baru, ya kalau bentuk baru saya sendiri aja pak, yang lain belum tentu mau,” imbuhnya.
Nasir berharap pemerintah bisa membantu kebutuhan orang-orang seperti dirinya, agar dapat melaut, meskipun hanya sekedar mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari, tidak hanya berkeliling di pelabuhan dan pelantar, seperti yang dilakukannya saat ini.
“Kalau di bantu sukur pak, kalau tak di bantu apa boleh buat, maaf cakap pak ya, semua manusia kan mengharapkan bantuan, kalau bisa dapat bot, bisa saya pergi agak jauh, bisa ke belakang Penyengat, jika tak menjaring bisa mincing,“ harapnya.
Setali tiga uang, kesulitan bertahan di masa pandemi juga dirasakan oleh Samsudin. Pria yang sejak tahun 1987 telah menjadi penambang bot di Pelantar 2 rute Tanjungpinang Kampung Bugis ini, mengaku semenjak masa pandemi penambang bot seperti dirinya tidak ada menerima bantuan pemerintah menurutnya malah lebih memperhatikan keadaan nelayan ketimbang para penambang seperti dirinya.
“Nelayan itu sama kami orang yang diperhatikan hanya nelayan pak, mana pernah dibantu, kalau nelayan dapat,” ujar Samsudin.
Ketika diminta keterangan bagaimana cara sehingga dirinya dapat memenuhi kebutuhan di masa pandemi ini Samsudin mengatakan berpapun pada berapa jumlah penghasilan yang didapatkan dari menambang digunakan secukupnya.
“Mau tak mau itu lah cukup-cukupkan aja pak, kalau di billang kurang mau macam mana lagi, penghasilan tetap ada, yang penting kita turun menambang, dapat berapa pun Alhamdulillah pak, sebelum pandemi bisa sampai dua ratus,” ungkapnya.
Ketika di tanya mengapa tidak menjadi nelayan, karena potensi penghasilan lebih baik, Samsudin menyampaikan tidak punya alat tangkap, juga diusia dirinya yang sekarang sudah lagi tak mampu menerjang ganasnya ombak lautan.
“Kalau untuk jadi nelayan tidak lah pak, factor usia dan dah tak tahan lagi kena gelombang, peralatan pun sudah tak ada, saya sudah menambang dari tahun 87 kala itu masih pakai sampan dayung hingga saat ini,” cetusnya.
Menurut Samsudin pernah mendapat bantuan dari pemerintah baru-baru ini berupa cat untuk mewarnai pompongnya, tetapi sayang kainnya tidak ada, sehingga tidak bisa digunakan.
“Dari pemerintah tak ada dapat, kalau bantuan dari swasta adalah, macam sembako sesekali ada di kasih,“ bebernya. (KP).
Laporan : Pendi