NATUNA – Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Raja Darmika, S.T, M.A.P mengakui pemanfaatan teknologi digital untuk penyebarluaskan informasi sangat penting. Terutama dalam menyebarluaskan informasi terkait kesiapsigaan bencana alam.
Menurut Raja Darmika, dalam hal ini pihaknya telah merekrut beberapa orang tenaga ahli untuk pemanfaatan penggunaan teknologi digital. Selain sebagai penyampai informasi terkait kebencanaan, juga bisa menjadi sara edukasi pengetahuan dan pendidikan.
“Masalah informasi itu penting menurut saya, dan kami sudah berupaya bagaimana memanfaatkan teknologi digital dengan internet untuk penyebarluasan informasi dengan membuat website www.bbbd.natunakap.go.id, dan media sosial BPBD,” terang Raja Darmika kepada koranperbatasan.com diruang kerjanya, Rabu, 11 Desember 2024.
Raja Darmika membenarkan saat ini komunikasi menggunakan teknologi menjadi semacam kebutuhan bagi setiap instansi. Terutama bagi BPBD sebagai salah satu badan yang menangani tentang bencana alam. Mengingat Natuna memiliki cuaca ekstrim, dan potensi terjadinya bencana.
“Kita paham bahwa komunikasi itu penting karena di Natuna ada beberapa potensi bencana seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan serta cuaca ekstrim. Kita sudah memiliki radio untuk komunikasi darurat. Seperti bencana di Serasan, handphone tidak bisa digunakan, harus menggunakan komunikasi radio. Dengan memanfaatkan teknologi deteksi dini akan lebih cepat diketahui, sehingga dapat mengantisipasi adanya korban, bahkan mengurangi resiko bencana,” ujarnya.
Kedepan pihaknya akan coba menerapkan teknologi peringatan dini kebencanaan. Penerapan tersebut disejalankan dengan program penanggulangan bencana yang berperan menumbuhkan kecamatan, kelurahan, dan desa tangguh bencana.
“Program kegiatan salah satunya menumbuhkan desa tangguh bencana, kelurahan tangguh bencana, dan kecamatan tangguh bencana, bahkan kabupaten tangguh bencana. Jadi peran masyarakat yang paling utama, tetapi keterlibatan masyarakat memang belum optimal. Karena BPBD baru berdiri tiga tahun, jadi kita butuh waktu, penganggaran dan hal-hal yang berkait dengan bagaimana menumbuhkan kesadaran ataupun budaya sadar bencana. Agar masyarakat dengan sendirinya terlibat aktif dalam penanggulan bencana. Bukan hanya sebagai sub-objek, tapi lebih kepada subjek,” terang Raja Darmika.
Raja Darmika memastikan sejak tahun 2023 BPBD Natuna telah menyusun kajian resiko bencana bekerjsama Universitas Padjadjaran (UNPAD) sebagai upaya mitigasi resiko, memetakan daerah-daerah rawan bencana.
“Terkait dengan masalah itu kami berupaya pada tahun 2023 menyusun kajian resiko bencana bekerjasama dengan UNPAD. Dengan adanya keajian resiko bencana itu minimal kita bisa memetakan seluruh kecamatan yang punya potensi bencana. Kemudian dengan peta rawan bencana itu kita bisa memberitahu masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana tersebut. Itulah yang nanti kedepan menjadi subjek, meningkatkan keterlibatan masyarakat yang tinggal di daerah bencana. Jadi mereka harus kita tingkatkan kapasitasnya supaya punya pengetahuan dan keterampilan mengantisipasi bencana disekitarnya,” ungkap Raja Darmika.
Raja Darmika menegaskan hal tersebut menjadi sangat penting dilakukan berdasarkan pengalaman di Kecamatan Serasan, fakta yang terjadi adalah ketika longsor masyarakat sedang gotong royong yang menjadi korban lantaran kurangnya pengetahuan, hingga menelan korban jiwa sebanyak 54 orang meninggal dunia.
“Kalau misalnya mereka tidak punya pengetahuan mohon maaf, pengalaman di Serasan kita baru paham bahwa yang namanya longsor itu ada tanda-tandanya. Sungai-sungai keruh, air sungai bercampur dengan lumpur itu sudah tanda-tanda longsor. Fakta yang terjadi di Serasan saat longsor orang sedang gotong royong menjadi korban. Seharusnya melakukan evakuasi, bukan membersihkan, setelah aman baru kita melakukan pembersihan.
Karena masyarakat tidak memiliki pengetahuan dan kapasitas yang cukup akhirnya terjadilah korban sampai 54 orang meninggal dunia. Itu harus menjadi pelajaran bagi kita agar tidak melakukan kesalahan lagi. Kami merasakan sekali bahwa kejadian di Serasan merupakan kesalahan dari pemerintah daerah dalam hal penanggulan bencana. Upaya pencegahan dan mitigasi harus menjadi prioritas, sosialisasi pelatihan pendidikan, dan edukasi itu penting. Kita semua tahu bahwa pencegahan lebih baik daripada mengobati,” tegas Raja Darmika.
Raja Darmika menerangkan sejauh ini BPBD sudah mengimplementasikan program edukasi kebencanaan, bahkan menjadi program wajib yang siap memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait penanggulangan bencana. Sedangkan pelatihan bagi masyarakat belum bisa terlaksanakan, lantaran kurangnya anggaran.
“Kami merencanakannya setiap tahun program wajib itu, karena standar pelayanan minimal. Berupa sub-kegiatan sosialisasi, komunikasi, informasi, dan edukasi rawan bencana. Kegiatan ini memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa di daerah kita memiliki potensi bencana. Kalau pelatihan memang dari tahun pertama hingga tahun ketiga belum bisa dilaksanakan karena keterbatasan anggaran. Mudahan tahun 2025 kegiatan khusus pelatihan untuk masyarakat dapat kita laksanakan, melibatkan peserta dari tim reaksi cepat,” terangnya.
Sebagai Kalaksa BPBD Natuna, Raja Darmika mengaku sudah banyak upaya-upaya positif yang dilakukannya. Mulai dari kegiatan penguatan internal, pemberian pengetahuan, kompetensi, hingga ketrampilan penanggulangan bencana.
“Bicara mengenai apa yang dilakukan BPBD dari awal berdiri dengan amanah yang diberikan kepada saya sebagai kepala pelaksana adalah berupaya lebih kepada kegiatan-kegiatan penguatan internal berupa kegiatan yang memberikan pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan berupa pelatihan kepada BPBD itu sendiri, karena baru berdiri. Kemudian bagaimana menyelaraskan program penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan jangka menengah.
Karena penanggulangan bencana pasti ada kaitannya dengan pembangunan yang dilakukan di Natuna. Pembangunan tanpa ada pemikiran penanggulan bencana bisa lihat kalau terjadi bencana yang rusak dan rugi itu hasil dari pembangunan. Contoh yang terjadi di Serasan ada longsor korbannya manusia, kemudian yang rusak fasilitas-fasilitas seperti jalan, sarana air, listrik, dan segala macam. Orientasi kita dengan memadukan perencanaan program jangka menengah pembangunan, dan penanggulangan bencana,” pungkas Raja Darmika.
Upaya ketiga, lanjut Raja Darmika adalah bagaimana melakukan penguatan pada sarana, dan perasaran penanggulangan bencana. Karena saat terjadi bencana kebanyakan orang tidak bisa berbuat apa-apa jika tidak memiliki peralatan.
“Tidak harus kita siapkan saat ada bencana, minimal sebelum terjadi. Adanya potensi bencana kita sudah tahu Pemerintah Kabupaten Natuna dengan segala keterbatasan itu memiliki sumber daya peralatan logistik, dan peralatan apa saja untuk mengantisipasi terjadinya bencana. Sehingga ketika terjadi bencana kita bisa menggerakkan peralatan, bahkan personil untuk penanggulangan bencana,” tutur Raja Darmika.
Raja Darmika menceritakan dalam evaluasi laporan akuntabilitas yang menilai seberapa jauh efektivitas dan pencapaian telah diraih, BPBD Natuna diakuinya hanya mendapatkan nilai cukup.
“Setiap tahun ada yang namanya Lakib, kita punya target program, kegiatan, dan target dari sub-kegiatan. Diakhir tahun kita evaluasi seberapa jauh capaiannya. Dari tahun 2022-2023 nilai Lakib BPBD Natuna itu baru cukup. Saya mengakui bahwa kami belumlah optimal karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), dan peralatannya,” beber Raja Darmika.
Oleh karena itu, Raja Darmika berharap adanya kolaborasi stakeholder, serta masyarakat dalam mitigasi, dan penanggulangan bencana di Kabupaten Natuna. Terutama kesiapan bagi pegawai BPBD Natuna sendiri.
“Pertama saya sangat berharap sekali personil-personil ataupun pegawai-pegawai yang ditempatkan di BBBD haruslah yang punya kompetensi terkait dengan penanggulan bencana. BPBD juga perlu orang-orang tangguh dalam pengelolaan penanggulan bencana. Kedua adalah kolaborasi dengan melibatkan stakeholder, karena tanpa dukungan dari stakeholder sulit menyelesaikan penanggulangan bencana atau tanggap darurat secara optimal.
Ketiga adalah bagaimana masyarakat itu sadar akan budaya bencana. Jadi kami berharap budaya sadar bencana itu perlu ditumbuhkan dari lingkup pribadi, keluarga, kemudian lingkungan, setelah itu desa atau kelurahan, dilanjutkan kecamatan, bahkan sampai kabupaten. Sehingga budaya sadar bencana itu menguat. Mulai dari masyarakat sampai ke daerah itu sendiri,” tutup Raja Darmika. (KP).
Laporan : Dhitto