Pedagang Ikan Salai Minta Pemda Perhatikan Usaha Kecil Menengah

Terbit: oleh -957 Dilihat
Ariyanto, penjual ikan asap atau ikan salai tradisional bersama istri tercinta tampak sedang melakukan pengasapan atau penyalaian ikan, di Batu Kapal, Rabu, 28 Agustus 2024 (Foto:Dhitto).

NATUNA – Ariyanto, penjual ikan asap atau ikan salai tradisional di Batu Kapal, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau mengaku bahan mentah untuk ikan asap diperolehnya dengan cara membeli ikan milik para pedagang borongan jenis dabat.

Kata Ari, usaha tradisional pengolahan ikan asap ini telah dijalaninya bersama istri tercinta kurang lebih selama lima tahun. Selain menetap kerjanya juga tidak perlu berpergian kemanan-mana.

“Kalau saya semenjak sama ibu sudah sekitar lima tahun. Jadi usaha jenis ini kita menetap, istilahnya kita kerja itu tidak kesana-kesini lagi, tetap di rumah. Kalau saya sekarang ini menggunakan tongkol jenis dabat, diperoleh dari pedagang borongan,” ungkap Ari kepada koranperbatasan.com Rabu, 28 Agustus 2024.

Menurut Ari, untuk menjual habis ikan asap tradisional buatannya membutuhkan waktu kurang lebih selama satu minggu. Ikan tongkol jenis dabat yang dipilihnya sebagai olahan ikan asap dikarenakan paling banyak diminati para pembeli. Olahan ikan asap ini dijualnya dengan harga Rp30-35 ribu.

“Lama sekitar satu mingguan lah. Tongkol dabat ini, tongkol seperti ikan tuna kata orang. Kalau kami mengasap atau menyalai ini dijual perkeping, atau separuh, atau sebelah gitu, harga perkepingnya 30-35 ribu, paling tinggi 35 ribu,” terang Ari.

Ari menjelaskan, ikan asap tradisional ini harganya masih terjangkau walaupun ada perbedaan harga dengan para pedagang lain. Harga ikan salai ini bergantung pada pasokan, jika sedikit bisa melambung.

“Masih terjangkau lah harganya. Nggak sama beda harga. Tergantung pasokan ikan,  kalau pasokanya kurang harganya naik melambung,” tutur Ari.

Ari menceritakan kendala yang dihadapinya selama ini adalah lokasi tempat usahanya masih menyewa, selain itu, modal usaha pengembangan ikan asap juga sangat minim. Oleh karena itu, Ari berharap pemerintah mau mendukung usaha-usaha kecil seperti yang dilakukanya agar tetap bisa berlanjut dan berkembang.

“Masih sewa, yang menjadi kendala itu masalah pendanaan kami agak sulit di modal pokok. Pernah dapat bantuan oven tahun 2011 dan kondisinya sekarang sudah rusak sudak tak layak pakai,” pungkas Ari.

Sebagai masyarakat Natuna yang sudah lama menekuni usaha tersebut, Ari pun menyampaikan keinginannya kepada pemerintah daerah agar dapat membantu apa yang menjadi pendukung pengembangan usahanya.

“Kami sangat perlu freezer, dan oven untuk pengering, serta fiber ikan. Jadi kalau pemerintah ingin mendukung kami, bantulah usaha-usaha masyarakat kecil seperti yang kami lakukan ini, supaya bisa terus berlanjut,” tutup Ari. (KP).


Laporan : Dhitto


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *