NATUNA – Masa Pandemi Covid-19, pemerintah menganjurkan Belajar Dari Rumah (BDR) atau sering disebut metode daring (online) menggunakan telepon genggam jenis android, hal ini dilakukan untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19.
Sayangnya sistem belajar yang menggunakan metode daring tersebut tidak semua dapat diikuti oleh para pelajar di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Beberapa orang tua wali murid diketahui masih ada yang mengaku kesulitan, terutama bagi murid Sekolah Dasar (SD).
Kepada wartawan koranperbatasan.com salah satu dari beberapa orang tua wali murid salah satu SD di Natuna mengatakan bukan hanya dari fasilitas yang kurang mendukung namun juga hasil dari pembelajaran dinilainya kurang efektif.
“Paket internet yang pastinya, terkadang tidak ada duit mau beli. Sekarang HP rusak, susah belajar online,” ungkap salah satu orang tua murid kepada koranperbatasan.com di kediamannya, Senin, 12 Juli 2021.
Melalui koranperbatasan.com, salah satu orang tua wali murid yang anaknya sedang duduk menuntut ilmu di bangku kelas 3 SD itu, menceritakan proses pembelajaran dilakukan melalui Grup WhatsApp (WA). Di dalam grup itu, orang tua menerima arahan dari tenaga pengajar, tentang apa saja yang harus dikerjakan oleh muridnya di rumah.
“Misalnya, ada pelajaran itu kita di kasih tahu dalam Grup WA. Dikirim poto buku, kerjakan halaman sekian. Buku-buku itu di foto copy oleh guru dan kita bayar. Demi anak mau belajar, jika tidak foto copy susah pula. Tidak mungkin kita setiap hari numpang rumah kawan,” terangnya.
Dari halaman sekian itu, lanjutnya, kita juga harus mengajarkan anak-anak, tanpa ada penjelasan terlebih dahulu, terkadang tugas dikerjakan hari ini, besoknya diantar.
“Pernah pelajaran matematika dikerjakan salah, kemudian di bawa pulang lagi. Namanya anak kecil, masuk di akal sebentar, pulang ke rumah tidak tahu lagi. Sementara maaf cakap, orang tua tidak sekolah, tidak tahu apa-apa. Seharusnya vidio call begini caranya, dijelaskan terlebih dahulu,” ungkapnya.
Sedangkan untuk tugas jika dikirimkan poto melalui WhatsApp tidak di terima. Tugas yang dikerjakan harus diantar langsung ke sekolah.
“Caranya kita WA gurunya dulu, kalau ada di sekolah kita antar. Antarnya boleh kita, boleh juga anak,” sebutnya.
Selama masa pandemi, Ia mengakui untuk meringankan beben biaya anaknya baru satu kali menerima bantuan berupa koata internet.
“Ada terima bantuan paket internet 1 kali, kita kurang mengerti juga bantuan itu dari mana. Kadang ada juga orang tua yang tidak punya HP minta bantu. Karena bingung nasib anaknya. Tidak ada HP kan tidak dapat informasi. Kita mau bantu belikan paket menimbang juga, sama-sama lemah ekonomi,” pungkasnya.
Para orang tua wali murid itu, berharap kepada pemerintah setempat melalui dinas terkait maupun pihak sekolah agar memberikan bantuan kepada mereka yang tidak memiliki HP Android.
“Kalau tidak ada HP apa yang mau kita buat, bantu lah sediakan HP meskipun harus bayar pakai cicil, dan sediakan pula paket bagi yang sudah ada HP,” harapnya.
Keluhan tersebut berbeda dengan orang tua wali murid yang memiliki anak di bangku kelas 1 SD. Menurutnya, dari pada belajar daring lebih baik kembali menggunakan shift.
“Yang penting anak-anak masuk sekolah, tidak apa-apa meski jaga jarak, dan pakai masker. Kalau pakai HP saya tidak mengerti,” tuturnya.
Ungkapan itu disampaikannya dikarenakan anaknya yang baru mengenal dunia pendidikan belum memilki cukup pengetahuan begitu juga dengan dirinya.
“Anak saya baru kelas 1, kalau paham di rumah untuk apa lagi sekolah, kalau corona tidak habis-habis apakah harus seperti ini terus. Jika masuk sekolah, dengan guru-guru setidaknya anak-anak segan. Berbeda dengan di rumah, kadang kita suruh belajar anak-anak tidak mahu, malah sibuk nonton tv,” cetusnya.
Sebagai orang tua wali murid, Ia ikut merasakan prihatin atas kesulitan dan penderiataan teman-temannya yang memiliki anak dan masih sekolah dengan segela keterbatasan.
“Terkadang, kasian juga bagi orang tua yang tidak punya HP, numpang sana sini. Bagi yang sudah ada, cari duit lagi untuk beli paket. Musim corona ini orang susah cari duit. Sebaiknya sekolah tatap muka meski pakai shift,” tutupnya. (KP).
Laporan : Johan