Selasa, Komisi II DPRD Natuna Akan Tinjau Pelabuhan ‘Cukong’ Milik Perusahaan “Hantu”

Terbit: oleh -68 Dilihat
Marzuki, SH Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau dengan latar belakang pelabuhan tak bertuan

NATUNA – Dalam minggu ini, Komisi II DPRD Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, akan turun kelapangan, mengecek pembangunan pelabuhan “cukong” yang dikerjakan oleh perusahaan “hantu” di Desa Pengadah, Kecamatan Bunguran Timur Laut.

Ketua Komisi II DPRD Natuna, Marzuki, SH, memastikan pihaknya akan turun melihat secara langsung, seperti apa aktivitas pengerjaan pelabuhan misterius tersebut, bersama anggotanya, pada Selasa, 19 Juli 2022 besok.

“Kita baru mengetahuinya, dan memang tidak ada pemasangan papan plang. Jadi kita tidak tahu untuk apa dan siapa yang mengerjakan kegiatan ini. Hari Selasa, kita akan cross check kelapangan. Nanti saya akan bawa Komisi II meninjaunya,” kata Marzuki menjawab pertanyaan koranperbatasan.com, Sabtu, 16 Juli 2022.

Marzuki, menegaskan Pamda dan DPRD serta masyarakat Natuna mesti tahu siapa yang melakukan pembangunan penimbunan/reklamasi pantai yang terus berlanjut di Desa Pengadah tersebut.

“Kita minta pemerintah daerah, paling tidak mengetahui siapa yang bangun dan keperluannya untuk apa. Katakanlah pelabuhan sementara untuk proyek, kan kita harus tahu siapa yang bangun. Tidak bisa juga dibiarkan, paling tidak, ada pemberitahuan. Misalnya pelabuhan ini digunakan untuk material bangun jalan, yang 100 lebih miliar itu,” ujar Marzuki.

Potret gambar reklamasi/penimbunan pantai yang dilakukan oleh perusahan “hantu” untuk pembangunan pelabuhan “cukong” di Desa Pengadah Kecamatan Bunguran Timur Laut Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri.

Sebagai Ketua Komisi II DPRD Natuna, Marzuki berharap pihak yang bertanggungjawab terhadap pekerjaan tersebut, berada di lokasi pada saat mereka melakukan peninjauan nanti. Jika yang ditemuai hanya sebatas pekerjanya, akan mempersulit mereka mengkonfirmasi.

“Yang jelas kita akan minta klarifikasi dari pemerintah. Artinya kita berharap pemerintah daerah, kalau tidak ada pemberitahuan dari provinsi, harus bisa jemput bola. Tanya ke pemeritah provinsi, siapa yang bangun, keperluannya untuk apa, kemudian izinnya sejauh mana. Walaupun izinnya di provinsi, paling tidak kita tahu, bahwa mereka sudah dapat izin atau belum,” cetus Marzuki.

Menurut Marzuki, ketika tidak diberi tahu sama sekali, tentunya akan sulit bagi daerah untuk dapat menjelaskannya, jika masyarakat bertanya. Oleh karena itu, ia pun berharap kepada pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat, yang memiliki kegiatan di daerah, senantiasa mengingatkan perusahaan, untuk menyampaikan kegiatan mereka ke pemerintah kabupaten.

“Entah keteledoran pemerintah kita atau apa. Memang rata-rata kegiatan APBN, APBD Provinsi, khususnya kami di DPRD tidak pernah diberi tahu. Untuk yang ini, saya juga tidak tahu, apakah pemerintah daerah di kasih tahu atau tidak? Kalau sudah di kasih tahu, menurut saya tidak ada salahnya, menembuskan surat itu ke DPRD,” beber Marzuki.

Koordinasi yang diharapkan oleh wakil rakyat asal Daerah Pemilihan (Dapil) III, dari Partai Gerindra ini, mengingat bahwa pemerintah daerah adalah bagian dari perpanjangan tangan pemerintah pusat.

“Jangan nanti terjadi suatu hal dengan masyarakat, terhadap sebuah pekerjaan, ngadunya ke DPRD kabupaten. Karena kamilah yang menjadi wakil mereka. Niat kita murni, ingin membantu kegiatan pemerintah provinsi maupun pusat di daerah. Paling tidak, kita bisa membantu mengawasinya, supaya pekerjaan berjalan sesuai dengan spesifikasi. Tapi kalau tidak di kasih tahu, macam mana kita mau bantu mengawasinya,” pungkas Marzuki.

Marzuki mengaku sejauh ini, informasi terkait reklamasi/penimbunan pantai di Desa Pengadah yang diperolehnya masih simpang siur. Mulai dari siapa yang melakukan pekerjaan, dan untuk apa pantai tersebut direklamasi, hingga sampai kesiapan perizinannya.

“Macam-macam, ada kawan menyampaikan untuk pelabuhan pengerjaan proyek Telok Buton-Kelarik. Ada juga nyampaikan untuk rencana bongkar muat pasir kuarsa. Tapi belum beroperasi. Memang saya heran juga, seharusnya ada yang dipanggil oleh dinas terkait. Paling tidak diklarifikasi, kegunaannya untuk apa. Sebetulnya reklamasi seperti ini, izinnya memang di provinsi,” tutur Marzuki.

Kadis DLH Kabupaten Natuna, Ferizaldi, SH, M.Si, latar belakang gambar reklamasi/penimbunan pantai yang dilakukan oleh perusahan “hantu” untuk pembangunan pelabuhan “cukong” di Desa Pengadah Kecamatan Bunguran Timur Laut Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri.

 

Terkait Izin Amdal, Kadis DLH Kabupaten Natuna, Ferizaldi, SH, M.Si menyebut, pihaknya berada diposisi menunggu instruksi dari DLHK Provinsi Kepri. Sebab kewenangan penuh berada di pemerintah provinsi.

“Kita mengikuti kewenangan induk. Kalau pertambangan minyak lepas pantai Amdal dari kementerian. Kalau tambang pasir, mungkin sudah jadi kewenangan provinsi. Terasa aneh, kalau mereka yang mengeluarkan izin, kemudian persetujuan lingkungannya oleh kabupaten,” ungkap Ferizaldi, menjawab koranperbatasan.com, saat ditanya seputar reklamasi pantai, melalui panggilan telepon, Senin, 27 Juni 2022 malam.

Kata Ferizaldi, dikarenakan pembangunan penimbunan/reklamasi pantai yang dimaksud bukan proyek pemerintah, maka penyusunan dokumen Amdal-nya harus dilakukan/diusulkan oleh perusahaan pelaksana kegiatan, sesuai Standart Operating Procedure (SOP).

“Tapi tidak masaalah, yang jelas Amdal disusun oleh orang yang memiliki kepentingan terhadap rencana pembangunan itu. Kalau memang ada pengusaha ingin menambang, ikuti saja prosedur. Dalam hal ini, kalau dia tambang, maka pengusaha tambang itu mempunyai kewajiban menyusun Amdal-nya. Tapi kalau pemerintah yang bangun, baru pemerintah,” terang Ferizaldi.

Ferizaldi, memastikan pembangunan penimbunan/reklamasi pelabuhan jetty di Desa Pengadah, Kecamatan Bunguran Timur Laut, bukan proyek pemerintah.

“Kalau swasta yang bangun, ya swasta juga harus menyusun Amdal-nya. Nanti baru dinilai atau diperiksa oleh Tim Amdal. Untuk Tim Amdal kita punya, cuma kita menunggu dari perusahaan mengajukan. Sampai sekarang belum ada. Saya sudah lihat lokasinya, memang mereka sudah bangun. Kalau lihat panjang lebar, semestinya itu ada rencananya,” tutur Ferizaldi.

Ferizaldi menegaskan, jika memang menjadi kewenangan kabupaten, pihaknya akan membentuk tim, melakukan penilaian terkait Izin Lingkungan penimbunan/rekalamasi pantai untuk pembangunan pelabuhan jetty kebutuhan bongkar muat pasir tersebut.

“Kita siap membentuk tim, tenaga kita untuk penilai ada dan cukup. Cuma kita belum tahu, karena yang akan memberikan izin itu, provinsi. Apakah kita kabupaten sebagai penilai Amdal-nya?. Kami menduga yang berwenang mengeluarkan perizinan tambang itu provinsi, logikanya mesti pihak provinsi yang menilai Amdal-nya,” tegas Ferizaldi.

Dalam hal ini, Ferizaldi menjelaskan Amdal bagian dari rencana pengendalian dampak lingkungan yang harus diselesaikan oleh perusahaan. Sesuai prosedur dikaji berbagai kelayakan dengan indikator dokumen Studi Kelayakan (FS) dan dokumen lingkungan (Amdal/UKL/UPL).

“Penambang menyusun rencananya, kita menilainya. Jadi mereka yang menyusun, nanti kita yang memeriksa, baru kita buat persetujuannya. Kalau mereka ada rencana kesana, sebaiknya mereka memperoleh persetujuan lingkungan dulu,” pungkas Ferizaldi.

Salah satu pekerja usai memberikan keterangan kepada tim investigasi media ini menujukan aktivitas reklamasi/penimbunan pembangunan pelabuhan “cukong” untuk kebutuhan bongkar muat pasir di Desa Pengadah, Kecamatan Bunguran Timur Lau, Natuna.

Terpisah, Camat Bunguran Timur Laut, Efendi, ketika diminta keterangan terkait pembangunan/reklamasi/penimbunan pantai yang berada di wilayah kerjanya, belum dapat menceritakan lebih jauh.

“Saya kan baru dilantik jadi Camat Bunguran Timur Laut. Selama ini memang dari pihak itu, tidak melapor sama saya. Berarti saya pun tidak tahu, untuk apa pembangunan itu pak. Artinya pihak PT itu, belum melapor ke saya, tetapi dengan camat sebelumnya saya kurang tahu,” terang Efendi, Kamis, 14 Juli 2022 melalui panggilan telepon.

Sejak dilantik pada tanggal 27 Mei 2022 lalu, Efendi mengaku belum sempat membicarakan hal tersebut. Dikarenakan kondisi kesehatannya yang belum mambaik. Namun demikian ia berencana akan meninjau langsung lokasi rekalamsi/penimbunan pembangunan pelabuhan tersebut.

“Saya pun memang belum pernah menanyakan masaalah ini. Kemarin habis pelantikan saya cuti ngantar orang tua pergi berobat ke Pekan Baru. Saat ini saya juga kurang sehat. Sudah satu minggu belum bisa masuk kantor. Rencana sudah ada, cuma nunggu saya sehat dulu,” imbuhnya.

Benar-benar ajaib, sampai saat ini, perusahaan ‘hantu’ terkesan kebal hukum tersebut, diketahui belum mengajukan permohonan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal/UKL-UPL), baik kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Natuna, maupun ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepri.

DLH Kabupaten Natuna dan DLHK Provinsi Kepri mengaku tidak tahu perusahaan apa dan untuk apa penimbunan pantai dilakukan. Padahal reklamasi pantai untuk pembangunan pelabuhan ‘cukong’ tersebut berada dikawasan konservasi taman laut perairan Natuna.

Hebatnya, aktivitas pembangunan/penimbunan/reklamasi pantai pelabuhan ‘cukong’ sepanjang 200 meter dengan lebar 12 meter lebih yang terus berlanjut tersebut, tidak dihentikan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) setempat. Meskipun DLH Natuna dan DLHK Provinsi Kepri secara terang-terangan, telah mengaku belum mengeluarkan Izin Lingkungan.

“Apa nama perusahaannya? Di kami kayaknya gak ada, mengeluarkan Izin Lingkungan terhadap pembangunan pelabuhan itu,” tegas Kadis DLHK Provinsi Kepri, Hendri, ST, kepada koranperbatasan.com, melalui panggilan telepon, Jum’at, 10 Juni 2022 lalu.

Kadis DLHK Provinsi Kepri, Hendri, ST, latar belakang gambar reklamasi/penimbunan pantai yang dilakukan oleh perusahan “hantu” untuk pembangunan pelabuhan “cukong” di Desa Pengadah, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri.

Hendri memastikan sampai saat ini, pihak perusahaan belum mengajukan permohonan Izin Amdal/UKL-UPL, terkait pembangunan/penimbunan/reklamasi pantai di Desa Pengadah, yang kabarnya untuk kebutuhan bongkar muat, hasil tambang pasir kuarsa keperluan ekspor.

Padahal kata Hendri, pihak perusahaan wajib mengajukan permohonan Izin Lingkungan untuk pembangunan pelabuhan jetty/dermaga tersebut, agar suatu kegiatan yang dijalankan tidak menimbulkan/menyebabkan pencemaran, kerusakan, maupun gangguan terhadap lingkungan atau dampak sosial lainnya.

“Kalau dia sudah megang WIUP, kalau dia mau bangun pelabuhan itu, dia harus urus izin lingkungannya. Itu tadi, dia bermohon ke DLHK, setelah dia bermohon ke PTSP. Kalau dia sudah bangun, Amdal belum ada, maka harus dikenakan sanksi,” beber Hendri.

Hendri menjelaskan, Amdal/UKL-UPL adalah dokumen lingkungan hidup yang harus disusun oleh pelaku usaha. Baik untuk kegiatan penambangan pasir kuarsa atau silika, maupun pembangunan/penimbunan/reklamasi pantai untuk bongkar muat tambang pasir tersebut.

“Kewenangan Pemda setempat, tapi dokumen lingkungan tetap harus ada,” sebut Hendri.

Terpisah Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, Dr. Lagat Parroha Patar Siadari, SE, MH menerangkan, kalau ijin usaha tambang provinsi (pendelegasian kewenangan pusat), kalau bangunannya, semua ijin ada di Kabupaten Natuna.

“Dikawasan apapun boleh di bangun fasilitas pemerintah. Tapi harus didahului dengan pelepasan atau pemanfaatan. Kalau dearah konservasi boleh. Nanti perubahan-perubahannya adalah Kementerian LHK. Ada nanti direktorat konservasi. Kemudian masaalah Amdal, nanti itu ada di Pemkab Natuna.

Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, Dr. Lagat Parroha Patar Siadari, SE, MH.

Termasuk bangunan di atas tanah, maupun laut harus ada Amdal-nya. Apa lagi menyangkut dipergunakan untuk umum. Termasuk kesempadanannya, maka wajib ada Amdal. Saya yakin Pemkab Natuna sudah melakukan itu, minimal melakukan proses, barangkali belum selesai,” terang Lagat Parroha.

Dalam hal ini, Lagat Parroha meminta koranperbatasan.com memastikan dari mana sumber anggaran pembangunan penimbunan/reklamasi pantai pelabuhan jetty yang sedang berlangsung di Natuna.

“Jangan-jangan ini anggaran dari pusat, kita tidak tahu. Daerah menyiapkan lahannya, pusat menyiapkan fisiknya, termasuk nanti Amdal itu kabupaten/kota. Jadi kebijakannya disana, kan pemerintah regulatornya, dia buat hukumnya. Barang kali, dengan pertimbangan-pertimbangan itu, kemanfaatan segala macam bisa dilakukan. Tetapi tetap harus diadakan sebelum selesai. Itu milik siapa jetty-nya, sumber dananya APBD atau APBN. Media harus lacak, sumber anggaran dari mana,” pungkas Lagat Parroha.

Kata Lagat Parroha, jika sumber anggaran untuk pembangunan pelabuhan jetty tersebut berasal dari APBD Kabupaten/Kota/Provinsi atau APBN harus di lelang.

“Tetap di lelang, karena gak mungkin tidak di lelang, sesuai dengan Undang Undang Unit Pengadaan Barang dan Jasa, itu harus dilelang,” papar  Lagat Parroha, melalui telepon, Senin 27 Juni 2022 malam.

Kadis ESDM Kepri, Drs. M. Darwin, MT, latar belakang gambar reklamasi/penimbunan pantai yang dilakukan oleh perusahan ‘hantu’ untuk pembangunan pelabuhan ‘cukong’ di Desa Pengadah, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri.

Sebelumnya, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau, Drs. M. Darwin, MT, menyebut pasir kuarsa masuk katagori mineral bukan logam. Pengelolaan tambang jenis ini menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Hanya saja izin dikeluarkan saat kewenangan masih di pemerintah pusat.

“Dengan Perpres 55 tahun 2022 menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Izin yang ada di Natuna terbit ketika kewenangan di kementerian,” tulis Darwin, dalam pesan WhatsApp, Sabtu, 11 Juni 2022 lalu.

Sampai berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan Provinsi Kepri, Ir. Abu Bakar, MT, dan Kepala Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Kepri, Dr. H. TS. Arif Fadillah, S.Sos, M.Si serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Natuna, Agus Supardi, maupun Gubernur Provinsi Kepri, H. Ansar Ahmad, setelah beberapa kali dihubungi melalui panggilan telepon dan pesan WhatsApp, belum menjawab.  (KP).

Laporan : Amran

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *