Makna dan Kritik Singkat Dibalik Puisi ‘Ajal’ Karya Ramon Damora
Oleh : Hastari / Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Maritim Raja Ali Haji
AJAL
dikaukah itu atau kabut yang menyisih
ke sebalik lamun daun, sebab subuh
hanya menuntun sembab embun
dikaukah itu atau ingkar fajar pada beranda
yang selalu setia menunggu kupu-kupu
membawa tamu dan debar bunga
dikaukah itu atau cemooh sepaling lilin
di talkin mataku bahkan sembahyang
bebayang pun belum redakan dosa sepi
dikaukah itu atau helai papirus, ranting
mulberi, yang menulis tadarus para nabi
rejah dari nafsu tergerus birahi
dikaukah itu atau liang koklea yang
mengubur lirih suara, sedang aku masih
tertatih mendengar ajal membisikan cinta
Puisi yang berjudul ‘Ajal’ merupakan salah satu puisi karya Ramon Damora. Beliau Lahir di Muara Mahat (Kampar), Riau, 2 April 1978. Beliau alumni MAN PK Koto Baru Padangpanjang (Sumbar) dan S1 ditamatkan di UIN Sultan Syarif Qasim, Pekanbaru. Sejak di Aliyah, beliau sudah kerap menulis puisi dan memenangkan lomba cipta puisi. Di Kampus, beliau aktif di Teater Latah Tuah, sementara di luar kampus beliau aktif di Bengkel Teater Pekanbaru.
Tahun 2008, Yayasan Sagang memberi laluan kepada beliau untuk menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya, Bulu Mata Susu. Setahun setelah Bulu Mata Susu terbit, beliau diundang sebagai peserta Festival Utan Kayu Litterary Biennale 2009 di Komunitas Salihara, JakartaDi Utan Kayu Litterary Biennale Festivale 2009, puisi-puisi beliau diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan termaktub dalam antologi dwi-bahasa ‘Traversing/Merandai’ (Salihara, 2009). Di tahun yang sama, Anugerah Pena Kencana memilih puisi-puisinya untuk antologi ’60 Puisi Indonesia Terbaik 2009′ (Gramedia, 2009).
Di dunia wartawan. Beliau memulai karier jurnalistiknya sejak tahun 2000. Hampir 20 tahun mengabdi di jurnalistik, beliau tercatat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepri 2 Periode. Beliau juga merupakan jurnalis asal Kepri yang mendapatkan lisensi dari Dewan Pers dan PWI Pusat sebagai Asesor/Penguji UKW (Uji Kompetensi Wartawan). Sekarang beliau dipercaya sebagai Ketua Departemen Budaya PWI Pusat, dan Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Literasi Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Pusat.
Puisi yang berjudul ‘Ajal’ merupakan salah satu puisi Ramon Damora yang ditetapkan sebagai puisi Indonesia terbaik pada Anugrah Sastra Pena Kencana 2009. Melalui puisi ‘Ajal’ ini penulis mengekspresikan seakan-akan ajal akan menjemputnya.
dikaukah itu atau kabut yang menyisih
ke sebalik lamun daun, sebab subuh
hanya menuntun sembab embun
Maksud dari bait di atas adalah ia bertanya apakah itu ajal atau hanya awan lembab yang menghindar dibalik daun, karena ketika subuh hanya ada air embun.
dikaukah itu atau ingkar fajar pada beranda
yang selalu setia menunggu kupu-kupu
membawa tamu dan debar bunga
Maksud dari bait di atas adalah ia bertanya apakah itu ajal atau hanya matahari yang tak terbit di teras yang selalu ada setiap hari, menunggu kupu-kupu datang ke rumah yang berarti mengisyaratkan ada tamu yang akan datang.
dikaukah itu atau cemooh sepaling lilin
di talkin mataku: bahkan sembahyang
bebayang pun belum redakan dosa sepi
Maksud dari bait di atas adalah ia bertanya apakah itu ajal atau dalam pandangannya saja seakan lilin mengejeknya sembari ia mengungkapkan dua kalimat syahadat, dan ia merasa seakan-akan sembahyang saja tidak bisa menghilangkan dosanya.
dikaukah itu atau helai papirus, ranting
mulberi, yang menulis tadarus para nabi
rejah dari nafsu tergerus birahi
Maksud dari bait di atas adalah ia bertanya apakah itu ajal atau hanya selembar kertas, dan ranting mulberi (ranting yang dijadikan pena) untuk menulis pengajian para nabi yang berisi langgaran dalam keinginan bersanggama yang semakin lama semakin hilang.
dikaukah itu atau liang koklea yang
mengubur lirih suara, sedang aku masih
tertatih mendengar ajal membisikan cinta
Maksud dari bait di atas adalah ia bertanya apakah itu ajal atau hanya suara pelan yang ada di dalam telinganya, sementara ia masih perlahan-lahan mendengar ajal merayunya.
Puisi ‘Ajal’ karya Ramon Damora ini sangat memiliki makna yang bagus. Pada puisi ini penulis menyampaikan atau menggambarkan seakan-akan ajal akan menjemputnya. Diksi yang digunakan penulis sangat memiliki makna yang bagus dan sangat memiliki arti yang mendalam.
Terkait diksi yang digunakannya menurut saya sangat sulit diartikan, sehingga ketika puisi ini dibaca oleh orang-orang awam maka sangat sulit untuk mengetahui maksud atau makna yang terkandung di dalam puisi tersebut, dan juga jika di baca hanya sekilas saja maka akan sulit mengartikan makna di dalamnya. (*).