REVITALISASI POLITIK MUHAMADIYAH PERSPEKTIF PEMILU 2024
Oleh : Umar Natuna, Mhs Program Doktor PAI UMM Malang *
KEHADIRAN Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan, pendidikan dan ekonomi memang tidak bisa diragukan lagi. Berbagai produk amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan keagamaan teah menjadi soko guru bukan saja untuk warga Muhammadiyah, melainkan untuk warga bangsa.
Masih segar ingatan kita ketika Din Syamsudin mengemukakan bahwa pemerintah memiliki tunggakan pembayaran di berbagai rumah sakit Muhammadiyah dalam menangani wabah Copid 19. Berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat anak usia dini sampai dengan Perguruan Tinggi telah memberikan kontribusi nyata bagi mencerdas anak bangsa. Berbagai rumah sakit, klinik dan tenaga dokter dan non medis pengabdikan diri dari sabang sampai merauki.
Demikian juga kajian pemikiran keagamaan yang revolusionor, akomodatif dan sekaligus mencerahkan telah diwakafkan bagi kemajuan umat dan bangsa, sehingga pemahaman, pengalaman agama selalu dinamis, progresif dan mampu menjawab berbagai persoalan keumatan.
Selain sebagai organisasi sosial keagamaan, Muhammadiyah juga tidak bisa lepas kegiatan politik. Karena agama dan politik adalah bersifat organik, dimana agama menjadi ruh artikulasi politik, demikian juga berbagai praktik keagamaan memerlukan dukungan atau kekuatan politik.
Berbagai praktik keagamaan dibidang ekonomi, sosial dan budaya memerlukan kekuatan politik untuk bisa direalisasikan. Misalnya praktik amalan zakat, wakaf memerlukan dukungan regulasi atau Undang-Undang untuk bisa diaktualisasikan. Regulasi atau undang-undang adalah produk politik.
Karenanya, kaitan Muhammadiyah dan politik tidak bisa dipisahkan. Pertama, bahwa kelahiran Muhammadiyah juga dalam situasi sarat politik. Yakni dalam konteks politik keagamaan, terkait dengan perebutan pengaruh antara kekuatan keagamaan yang ada di Arab dan Nusantara. Dalam pada itu, politik perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah air juga mewarnai sesuasana kelahiran Muhammadiyah.
Kedua, serpihan-serpihan pemikiran atau doktrin politk Muhammadyah sangat jelas dan tegas dalam berbagai Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, kepribadian Muhammadiyah, keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, khittah perjuangan Muhammadiyah, dan berbagai keputusan Tanwir Muhammadiyah.
Dalam Mukaddimah Anggaran dasar Muhammadiyah, jelaskan dibunyikan, bahwa hidup bermasyarakat adalah sunnah Allah dalam kehidupan manusia di dunia. Sedangkan Kepribadian Muhammadiyah, disebutkan dengan nyata bahwa sifat Muhammadiyah adalah keagamaan dan kemasyarakatan, Muhammadiyah membantu pemerintah serta bekerja sama dengan komponen lain dalam memelihara dan membangun bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.
Dalam keyakinan dan cita-cita hidup juga ditegaskan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan berasaskan Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam, dalam rangka melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
Jika dari berbagai sumber dasar Muhammadiyah tersebut dapatlah dikemukakan bahwa, warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian atau ikut berpartisipasi dan tidak boleh pasif atau apatis dalam kehidupan politik. Dalam menjalankan partisipasi politiknya warga Muhammadiyah diminta untuk menjalankan politik yang jujur berkualitas dan berkeadaban.
Selain itu berpolitik dalam membela kepentingan agama dan bangsa adalah bagian yang tak terpisahkan dari ibadah. Itu artinya, Muhmamdiyah memiliki peran politik yang strategis dan penting, selain untuk merealisasikan cita-cita dan perjuangan organisasi, peran politik diperlukan untuk ikut memajukan peradaban bangsa.
Revitalisasi Politik
Persoalan bukan tidak tersedianya doktrin, azas, landasan filosofis bagi warga Muhammadiyah untuk berpartisipasi politik. Doktrin, azas, landasan filosofis dan bahkan pedoman dasar sudah cukup tersedia. Persoalan bagaimana doktrin, azas dan landasan filosofis tersebut direvitalisasi agar dia menjadi kekuatan ideolgis dan sekaligis kekuatan evaluatif bagi warga Muhammdiyah dalam berpolitik.
Bahwa sumber ideologis Islam jelas memberikan ruang bagi warga Muhammadiyah untuk mengartikulasikan peran politik, yakni bagaimana menegakkan amar makruf Nahi Munkar. Nah, dalam konteks ini, artikulasi politik lebih diarahkan untuk melahirkan kohesi sosial yang mampu menghadirkan regulasi yang tetap berbijak pada nilai-nilai Islam.
Sedangkan dalam konteks perjuangan politiknya, Muhammadiyah harus merevitalisasi seluruh organ organisasi dan majelis-i majelisnya tetap berada dalam posisi mandiri dan netral. Tarikan berbagai politik praktis baik berasal dari luar, maupun dari dalam, yakni berbagai partai politik yang digerakan warga Muhammadiyah seperti PAN, Partai Umat, dllnya.
Muhammadiyah, hendaknya lebih mendedapankan politik etik dan gagasan agar ada keseimbangan dalam budaya politik kita. Budaya politik transaksianal, dan menghalalkan segala cara harus diimbangi dengan kekuatan politik etik dan berkeadaban. Memang memerlukan waktu untuk menyadarkan rakyat dari imbas politik transkasional, namun suatu saat budaya politik demikian akan tergilas oleh kekuatan etik dan nilai-nilai keadaban.
Dalam konteks Revitalisasi politik, maka Muhammadyah hendaknya mengembalikan hubungan agama dan negara dalam kerangka pemikiran yang organik, bukan sekular. Dengan mengembalikan integrasi agama dan negara, maka Islam akan terus mampu hadir memberikan cetak biru terhadap berbagai produk politik dan kehidupan masyarakat lainya.
Integrasikan agama dan negara akan melahirkan suatu sintesa dari keterpisahaan hidup beragama dan kehidupan lainya. Selain itu, bagaimana Muhamadyah, meletakkan doktrin,asas dan pemikiran dan cita cita politik Muhammadiyah sebagai kekuatan logika perubahan dan evaluatif pada tataran paradigmatik maupun pada tataran artikulasi atau produk politik.
Artikulasi Politik Muhammadiyah 2024
Nah dalam konteks mengartikulasikan peran politik warga Muhammadiyah sebagai organisasi agama dan keagamaan, terutama dalam perspektif hajat politik- pemilu 2024, maka tentu Muhammadiyah tidak boleh apatis atau pasif, akan tetapi juga tidak boleh terjepak pada kepentingan jangka pendek.
Bagaimana artikulasi politik yang harus dimainkan warga Muhammadiyah atau Muhammdiyah sebagai organisasi? Inilah, barangkali menarik didiskusikan besama. Dalam konteks itu, menurut hemat penulis, artikulasi politik yang harus dimaikan antara lain.
Pertama, warga Muhammdiyah harus tambil aktif dalam artikulasi politik, yakn politik gagasan, ide-ide dan orientasi politik yang harus dibangun di Indonesia. Bahwa politik yang akan dibangun adalah politik yang berasaskan nilai-nilai agama, moral dan etika. Dalam mewujudkannya, maka diperlukan figur figur yang sanapas dengan cita-cita tersebut.
Kedua, melakukan politik alokatif, yakni memperjuangkan nilai-nilai Islam yang dapat dijadikan landasan untuk membangun reggulasi yang melahirkan kepentingan dan kemajuan bangsa. Dalam kaitan ini berbagai kekosongan hukum atau regulasi dapat dipenuhi dengan mengedepankan nilai-nilai Islam yang moderat atau berkeadaban.
Selain mengisi kekosongan juga untuk melakukan revisi terhadap berbagai produk Undang-Undang yang sudah ada seperti UU Wakaf, UU Zakat, UU Perkawinan, UU Perbankan Syariah, Asuransi, dan bahkan UU Politik sekalipun.
Ketiga, ikut menyeleksi figur figur calon pemimpin bangsa yang muncul dalam Pemilu 2024, dengan memberi rambu-rambu moral, kapasitas dan basis keagamaannya, serta melakukan dukungan moral dan perjuangan nonpartisan, sehingga masyarakat memiliki cukup pengetahuan terhadap para calon pemimpin bangsa, sehingga tidak salah dalam memilih pemimpin.
Ketiga, tentu menjaga atau mengawal agar hajat politik 2024 tersebut berjalan sesuai regulasi dan aspirasi politik yang beradab. Sehingga menghasilkan produk yang terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara. Inilah barangkali panggilan politik yang harus dikedepan, oleh warga dan Muhammdiyah dalam perspektif pemilu 2024. Wallahualam bisyawab.
- Domisili di Ranai Natuna