PERGESERAN KULTUR PATRIARKI MASYARAKAT DI ERA MODERNITAS DAN GLOBALISASI

Terbit: oleh -46 Dilihat

GLOBALITAS dan modernitas menempatkan kehadirannya pada ruang sosialitas dan berkeadilan. Apa yang menarik pada konteks ini adalah representasi wanita pada ruang yang hendak di bangun pada proses keadilan hukum dan ruang sosialitas di tengah – tengah masyarakat.

Sistem moral yang menghadirkan ruang integrasi dalam proses sosial menghadapi persoalan ketika peran wanita yang di privatisasi oleh kultur masyarakat. Implemtasi atas ruang keadilan pada proses sosio kultural masyarakat sering di anulir sebagai sesuatu yang menjadi halang dan rintang dalam proses mengekspresikan langkah – langkah baru bagi wanita.

Kontruksi atas perspektif kesetaraan menempatkan kehadiran wanita dibawah naungan superioritas laki – laki. Pada tahapan ini, ruang superioritas tercermin ketika kontruksi patriarki memberikan legitimasi terhadap wanita. Dalam sejarah panjang kehadiran budaya patriarki merupakan kontruksi atas budaya sejak zaman kerajaan yang hingga kini masih di kontruksikan dalam realitas kehidupan.

Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1984 pada pasal 1 yang berbunyi bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap wanita harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menandai bahwa stigmatisasi tentang wanita merupakan suatu proses yang harus di selesaikan agar mendapatkan keadilan yang sama atas penempatannya menjadi bagian yang terinterasi dengan sistem sosial masyarakat.

Masyarakat merupakan representasi dari struktural fungsional yang di lekatkan pada proses peran masing masing institusi dan individu. Setiap peran dalam masyarakat menghadirkan kerangka kerja yang spesifik dalam konteksnya sebagai fakta sosial yang dapat diamati. Budaya patriarki dalam sosialitas masyarakat dibawah sistem nilai moral merupakan representasi kehadiran budaya sebagai hasil olah ekspresi manusia yang dibingkai dalam proses kultur yang di legitimasi oleh sekelompok individu.

Ruang sosialitas dan ruang keadilan hukum menampilkan wajahnya sebagai institusi yang menghadirkan terobosan dalam proses mengintegrasikan wanita dalam lingkup kemajuan. Menjadi persoalan ketika hukum melalui undang – undang bertemu dengan realitas masyarakat yang berkontradiksi dalam perspektif representasi wanita dalam ruang sosialitas dan keadilan hukum. Yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana representasi wanita pada saat ini menampilkan kehadirannya yang tidak terbelenggu oleh sistem moral patriarki.

Sistem moral patriarki terbentuk ketika realitas sosial masyarakat melegitimasi wanita dalam ruang privat, artinya yang dilakukan wanita dalam kehidupan sosialnya hanya berkutak pada proses produksi di ruang rumah dan mendampingi pasangannya. Modernitas dan globalitas pada hari ini menggeser peran tersebut. Apa yang dilakukan oleh wanita adalah representasi dari kebebasan.

Setiap manusia dapat hidup bebas dan mendapatkan rasa keadilan. Hukum ingin melakukan perubahan tersebut pada konteks represifitas yang hendak di implementasikan ketika berhadapan dengan pelanggaran dan penyimpangan sosial yang terjadi pada wanita.

Bentuk – bentuk sistem moral patriarki pada arus modernitas saat ini digeser dengan kebebasan sosial dan keadilan refletif yang partikular. Budaya patriarki pada hari ini diposisikan pada ruang kehampaan yang di perdebatkan oleh para ahli feminisme liberal. Feminisme liberal berpandangan bahwa sistem moral di masyarakat harus meletakkan dasar dalam kontruksi menjadi proses keadilan dan kebebasan antara laki – laki dan perempuan.

Wanita pada hari ini dapat mengekspresikan kehadirannya pada ruang publik dan menduduki kekuasaan terpenting. Ruang kebebasan dapat diduduki oleh siapa saja tanpa ada rasa ketidakadilan yang melingkupinya. Dunia sosial dengan penandaan yang menghadirkan ruang kebebasan dan ruang keadilan hukum memberikan naungan bahwa wanita dan laki – laki merupakan konteks yang sama dalam lingkup kehidupan sosial.

Apa yang hendak dicapai dapat menjadi perspektif baru tentang kebebasan wanita yang hendak mencapai cita – citanya. Jika hal ini terus berlanjut, budaya patriarki dalam representasinya di ruang sosialitas kultur masyarakat dan ruang keadilan dapat sedikit di minimalisir melalui akses – akses yang hadir dalam institusi masyarakat. (*).


Penulis : Muhyi Aditya Supratman


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *