Tantangan dan Strategi Nelayan Dalam Menghadapi Era Globalisasi

Terbit: oleh -46 Dilihat
Rosnah, S.Pi

Tantangan dan Strategi Nelayan Dalam Menghadapi Era Globalisasi

Oleh : Rosnah, S.Pi / Mahasiswi Magister Ilmu Lingkungan Fakultas Ilmu Kelautan Univeristas Maritim Raja Ali Haji


Nelayan merupakan salah satu profesi yang paling dominan di daerah kepulauan, terutama Kepulauan Riau. Namun, profesi nelayan sangat bergantung pada kondisi perairan setiap daerah, khusus di daerah Kepulauan Riau, nelayan menyesuaikan dengan kondisi empat musim yang ada sepanjang tahun.

Diketahui, para nelayan tidak selalu mempunyai relasi sosial yang harmonis, baik sesama nelayan maupun dengan pihak-pihak lain yang bukan nelayan. Seperti dibeberapa tempat lain di dunia, di Indonesia konflik antar nelayan maupun antar nelayan dengan non-nelayan cukup sering terjadi (Ahduri, 2005 dan Wahyudi 2004; Kusnadi,2002; Banvick 2001).

Konflik nelayan ini terjadi secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal terjadi antara nelayan dengan pemerintah, sedangkan konflik horizontal sering terjadi antara nelayan modern dengan nelayan tradisional, atau antara nelayan suatu daerah dengan daerah lain, yang disebabkan daerah penangkapan ikan dan cara mereka melakukan penangkapan ikan.

Selain itu konflik horizontal muncul karena tidak dihormatinya atau dilanggarnya aturan-aturan masyarakat setempat. Sedangkan Undang-undang nomor 31 Tahun 2004 pasal 6 menyebutkan Pengelolaan Perikanan untuk Penangkapan Ikan dan Budidaya Ikan harus mempertimbangkan hukum adat/kearifan lokal dan memperhatikan peran serta masyarakat lokal. Sedangkan, sumberdaya alam bersifat dinamis yang melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat yang lain dalam upaya mempertahankan hidup, hal ini juga menyebabkan tidak sedikit para Nelayan yang keluar dari daerah tangkapan untuk mengejar sumberdaya alam tersebut.

Namun, Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 18 ayat 4 menyatakan bahwa “Kewenangan untuk mengelola sumberdaya alam di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk Kabupaten/Kota”. Dengan adanya peraturan ini tidak jarang baik pemerintah maupun nelayan salah mentafsirkan, sehingga wilayah pesisir menjadi terkotak-kotak.

Rosnah, S.Pi Mahasiswi Magister Ilmu Lingkungan Fakultas Ilmu Kelautan Univeristas Maritim Raja Ali Haji.

Sumber daya perikanan merupakan sumberdaya milik umum (Common property resources) sehingga tidak bisa dimiliki perorangan maupun kelompok. Walaupun demikian tidak juga untuk dimiliki secara peribadi, apalagi melakukan eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan.

Konflik sumbedaya alam antar nelayan di era globalisasi ini terkadang tidak dapat dihindari karena minimnya sumberdaya alam yang menjadi objek tangkapan di daerah tertentu. Sehingga, sistem pengelolaan sumber daya alam bersifat first come first own, yang artinya siapa yang dating duluan, maka dialah yang berpeluang untuk mendapatkan tangkapan daerah tersebut.

Minimnya sumber daya alam tidak menutup kemungkinan bahwa konflik sumber daya alam dikalangan nelayan akan menjadi serius. Oleh sebab itu, perlu adanya strategi para nelayan dalam menghadapi konflik tersebut yaitu dengan beradaptasi dengan keadaan sekarang.

Dimana adaptasi merupakan cara makhluk hidup mengatasi tekanan terhadap perubahan lingkungan yang relatif kurang menguntungkan. Adaptasi juga dapat dikatakan sebagai tingkah laku dari seseorang atau kelompok masyarakat jika merujuk pada strategi bertahan hidup (Mulyadi, 2005 dalam Satria, 2015).

Adaptasi dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, antara lain (1) Diversifikasi yaitu dengan melakukan perluasan alternatif mata pencaharian yang dilakukan baik dalam sektor perikanan, maupun sektor non perikanan; (2) Intensifikasi dengan melakukan investasi pada teknologi penangkapan ikan untuk meningkatkan hasil tangkapan; (3) Pemanfaatan jaringan sosial (Kusnadi, 2007) dengan membentuk ikatan atau suatu bentuk hubungan khusus yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan nelayan dalam penangkapan ikan; (4) Mobilisasi anggota keluarga (Kusnadi, 2007); dengan mengikut sertakan istri dan anak daam mencari nafkah atau dengan menggadaikan atau menjual barang-barang berharga; (5) Perubahan Daerah Penangkapan Ikan.

Demikian tantangan dan strategi yang bisa dilakukan para nelayan dalam menghadapi era globalisasi. Dimana sistem dan sumber daya alam akan mengalami perubahan, sehingga dalam menghadapi perubahan tersebut para nelayan harus siap dengan beberapa strategi. (*).


 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *